12

151 18 1
                                    


Happy reading!!!

Tian dan Kalandra berpapasan di Koridor sekolah saat istirahat tiba, Tian berjalan dengan tenang, dia telah berusaha sebaik mungkin untuk melakukannya dan dia juga berpikir Kalandra hanya melewatinya saja seperti hari hari lalu.

Tapi Tian salah menduga karena Kalandra langsung menarik pergelangan tangannya dan menyeretnya ke arah belakang sekolah membuat Tian berubah panik, ingin berteriak meminta tolong tapi untuk apa jika Kalandra hanya ingin berbicara yang ada dirinya yang akan malu "Ka-Kalandra a-aku memilik urusan." Ujarnya dengan terbata-bata.

"Aku hanya ingin berbicara sebentar denganmu." Memaksa Tian untuk duduk dan menahan bahunya agar Tian tidak pergi, "dengar Tian."

"Aku mendengarnya."

Kalandra menghela nafasnya "maafkan aku karena aku tidak menjemputmu dan memilih pergi bersama dengan yang lain."

"Aku maafkan." Sambar Tian cepat.

"Jika kau memaafkanku kenapa kau menghindariku."

Tian bungkam, kenapa dia menjawab tidak sesuai dengan sikapnya, menjilati bibir bawahnya yang kering Tian berusaha mencari jawaban lain "a-aku."

"Aku tau kau merasa kecewa karena sikapku Tian, tapi dengarkan penjelasanku terlebih dahulu kenapa aku tidak menjemputmu." Kalandra duduk di samping Tian, dia yakin jika Tian tidak akan melarikan diri, "harus kau tau bahwa aku tidak melupakan janjiku, aku berada di cafe itu juga merasa resah tapi apa boleh buat aku tidak bisa menolaknya."

"Atas dasar apa kau menerima ajakannya hingga melupakan janjimu untuk mengajakku berjalan-jalan, jika aku tidak keluar mungkin aku tidak akan tau kau tengah berjalan-jalan bersama orang lain. Aku menunggu dirimu dengan semangat bahkan aku melewati makan malamku, aku kecewa Kalandra." Ungkap Tian, matanya menatap Kalandra dengan kecewa, "aku bersemangat tapi kau bersama yang lain."

Hening melanda mereka berdua, Kalandra membiarkan Tian tenang untuk sebentar saja "Tian, aku terpaksa melakukannya, aku ingin mengabari dirimu tapi aku melupakan ponselku, maafkan aku."

"Apa keterpaksaanmu itu hingga aku bisa menerima maafmu?" Tian merutuk perkataannya, pertama dia yakin jika tidak akan mencari tau kenapa Kalandra melupakan janjinya dan menganggap semuanya masalah kecil, tapi semuanya meluncur bebas dari bibirnya dan mengatakan kekesalannya.

"Kau tidak tau siapa perempuan itu?"

"Aku tau, Celline teman sekelasmu." Siapa yang tidak mengenal siswa perempuan itu, siswa yang diketahui sebagai anak dari donatur sekolah, ada satu hal yang Tian tidak sukai, perempuan itu memiliki sifat congkak, membanggakan dirinya karena harta yang dimiliki orang tua.

Seluruh penghuni sekolah hampir semuanya tidak menyukai perempuan itu, mengatakan dirinya di atas awan dan mengejek murid yang lain.

"Dia memaksaku untuk berjalan dengannya, dia mengancam jika aku tidak mau dia akan membuat citraku buruk, aku seorang murid yang mengikuti pertukaran siswa dan dengan seperti itu tentu akan mempengaruhi nilai bahkan aku bisa dikeluarkan, berimbas pada sekolah asliku Tian." Jelas Kalandra, jika saja perempuan itu tidak mengancamnya, dia akan memenuhi janjinya.

Tian mengepalkan tangannya kesal saat mendengar kebenarannya "lalu dia pernah melakukan sesuatu lagi padamu?"

"Sebelum ini tidak, dia terlihat baik padaku." Kalandra menarik baju Tian untuk menatapnya, "kau mau memaafkanku bukan? Aku telah menjelaskan semuanya dan itu jujur."

Tian mengangguk "ya, aku memaafkanmu." Ujar Tian.

Kalandra tersenyum senang, dia menarik tubuh Tian ke dalam pelukannya, perasaanya lega saat bisa menjelaskan semuanya.
.
.
.
Permasalahan telah selesai kini Tian dan Kalandra semakin dekat, terhitung telah satu bulan Kalandra juga berada di sekolah itu.

Celline tak lagi memaksa Kalandra karena keinginannya saja, Tian telah melaporkannya pada sang ayah, yah walaupun harus ada drama untuk berhentinya menjadi donatue sekolahnya, untung saja ayahnya tidak peduli akan hal itu "sekolahku akan tetap berdiri tanpa donasi darimu, jika karena donasimu membuat anakmu congkak yang berakibat pada seluruh murid di sini, lebih baik kau cari tempat donatur yang baik dan lebih mementingkan uang."

Tian semakin mengidolakan ayahnya, dia benar-benar sosok panutan yang ingin Tian contoh, sifat baik hatinya dan rendah hati.

"Ayah, aku ijin ke luar bersama Kalandra." Tian membenarkan pakaiannya agar tidak kusut, kali ini dia yakin Kalandra tidak akan mengingkari janjinya lagi.

"Pergilah, jangan terlalu malam."

"Katakan pada bunda jika Tian pergi bersama Kala."

"Akan ayah katakan."

Kemana bundanya? Dia sedang tidur karena kelelahan, hanya itu yang Tian tau. Tian keluar dari rumah dan bertepatan dengan itu Kalandra juga baru saja keluar dari rumah, mereka saling menatap dan tersenyum.

Kalandra menghampiri halaman rumah Tian, pakaiannya biasa saja tapi Tian suka melihatnya "kita berangkat sekarang?" Mereka tidak ada tujuan sebenarnya, mereka hanya akan berputar dan mungkin berhenti dipedagang kaki lima.

Tian mengangguk lucu, melihat Kalandra yang tengah membenarkan sepeda listriknya agar menghadap ke arah luar. Tian menutup pintu pagarnya dan duduk pada boncengan.

Sepeda listrik mulai berjalan, Kalandra dan Tian menikmati angin sepoi-sepoi yang menggerakkan rambut halus Tian, sayang sekali Kalandra menggunakan topi yang berwarna putih hingga angin tidak bisa menggerakkan rambutnya.

Setelah lama berkeliling Kalandra memutuskan berhenti dipedagang mie, mereka berdua duduk secara lesehan dan menunggu pesanan tiba.

Kalandra terdiam karena dia tidak tau harus berbicara apa, sulit baginya untuk mencari topik, sedangkan Tianpun demikian, entah kemana hilangnya semua topik miliknya, jika dia bersama Teana maka dia berubah menjadi banyak bicara.

"Sebelum berjalan-jalan kau sudah makan?" Pertanyaan yang sangat klasik dan hanya itu yang terpikirkan oleh Kalandra.

Tian menggeleng "tidak, bunda todak masak."

"Paman tidak makan juga?"

"Dia memasak mie instan, aku ingin memasak tapi ayah melarangnya."

Mie telah datang dan mereka memutuskan untuk menghabiskannya, Kalandra ternyata menghabiskan mie tersebut lebih cepat, dia meraih dia gelas dan mengisinya dengan air lalu memberikan salah satunya pada Tian.

"Terimakasih." Gumam Tian.

Kalandra terdiam, terlihat dia ingin mengatakan sesuatu tapi sejak tadi dia hanya bisa terdiam, jarinya bergerak mengetuk meja, menatap sekitar namun tujuannya ingin mengungkapkan sesuatu "jadi pacarku ya?"

"Uhuk.. Uhukkk...." Tian tersedak kuah mie karena mendengar perkataan Kalandra yang tiba-tiba, segera dia meraih gelas dan meminum airnya hingga tandas, "huh?" Tian menatap sekitar, Kalandra mengucapkan seperti itu tapi dia menatap ke arah lain, "kau mengungkapkan perasaan pada siapa?"

Kalandra membasahi bibirnya, ternyata tidak semudah menyatakan perasaan di film-film, dia bahkan tidak berani menatap Tian. Kalandra menarik nafasnya yang cukup dalam lalu menghembuskannya perlahan, dia dengan berani menatap ke arah Tian "mau jadi pacarku?"

"Tidak." Jawab Tian dengan datar, kembali melanjutkan menghabiskan mie miliknya, tidak ada raut terkejut yang ada hanya datar seolah pernyataan Kalandra tidak ada artinya.

Bersambung...

KalandraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang