Sudah empat hari sejak Haikal menghilang dan tak kembali ke asrama. Sejak saat itu atmosfer asrama benar-benar di tahap yang paling buruk. Selama empat hari, tak ada seorangpun yang tidur di dalam kamar, mereka sepakat tidur di ruang tengah dengan harapan akan langsung tau jika Haikal kembali. Aktivitas member juga sedikit berubah.
"Mark, pulang ngampus, kita main bowling, ya, udah lama kita nggak main bareng."
Sembari menatap foto di dinding, entah kenapa suara itu kembali terdengar di telinga Marka lengkap dengan suara tawa anak itu. Sejak Haikal menghilang, Marka yang biasanya lebih sering tinggal di rumah neneknya, empat hari terakhir ia tak meninggalkan asrama kecuali ada jam kuliah.
Reihan yang biasanya santai menikmati serial drama di gadgetnya, empat hari terakhir ia bahkan tak menyentuh Ipad dan ponselnya sama sekali. Ia juga tiba-tiba saja teringat omelan Haikal.
"Rei, kurang-kurangin nonton dramanya, mending olahraga."
"Rei, kurangin nonton orang cipokannya! Puasa!"
"Nontonnya jangan sambil tiduran, gak baik buat mata, lo udah minus tau."
Reihan berakhir mendengus sembari tertunduk lesu.
Selama empat hari terakhir, Jendral berniat tak akan menyentuh motornya sampai Haikal pulang, ia lebih memilih memesan ojek online ataupun berangkat bersama member yang lain.
Arga, selama empat hari terakhir hampir tidak mengeluarkan suara sama sekali. Ia begitu hening dan terlihat seperti kehilangan semangat hidupnya. Ia bahkan enggan menanggapi Reihan yang mencoba menghiburnya. Laki-laki itu sesekali akan ketahuan menitihkan airmatanya tanpa ia sadari.
Cakra yang biasanya ramai di asrama juga empat hari terakhir memilih menghabiskan waktunya untuk tiduran di sofa ruang tengah tanpa suara dan tanpa melakukan apapun.
Dan yang terakhir, Aji. Matanya sembab, bibirnya rapat, tapi dalam hatinya ia terus mengutuk habis-habisan orang yang berani mengganggu ketenangan keluarganya.
"Gue gak bisa gini terus, gue harus pergi," celetuk Aji. Ia mendadak bangkit lalu meraih jaket dan kunci motornya.
"Ke mana?" tanya Reihan yang masih sempat menahan Aji. Cakra spontan bangun menatap ke arah Aji.
"Kita nggak bisa kayak gini terus, Kita nggak tau kondisi Haikal sekarang gimana, dia di mana, sama siapa...," Aji menggeleng.
".... Gue nggak akan biarin Haikal sendirian lebih lama lagi, bang, gue mau cari dia.""Tapi kita udah nyari kemana-mana, Ji," ujar Reihan.
"Masih ada banyak tempat yang belum kita periksa, bang."
"Ji, kalo lo mau keluar tapi dengan kondisi berantakan kayak gitu, mending gak usah," sahut Marka.
"Bang, lo nggak khawatir?"
"Pertanyaan bodoh lo itu nggak seharusnya keluar, Ji. Kalo ngomongin khawatir, siapa di sini yang nggak khawatir? Marka juga sama, tapi bukan berarti Marka cuma fokus ke Haikal, dia leader kita, wajar dia juga mikirin lo, mikirin kita yang lain," tutur Reihan.
"Tapi gue beneran udah gak bisa nahan lagi, bang," kata Aji. Suaranya bergetar membuat Reihan praktis bangkit dan menarik Aji ke dalam pelukannya.
"Gue kangen Haikal," lanjut Aji di ceruk leher Reihan."Bang, gue juga kangen Haikal," rengek Cakra pada Arga yang baru saja duduk di sisinya.
"Ke sini," kata Arga, ia menawarkan pelukan pada anak itu. Ia membiarkan Cakra menangis dalam dekapannya tak peduli matanya sendiri sedang berusaha mati-matian membendung air mata.
KAMU SEDANG MEMBACA
SAPTA HARSA {TERBIT} ✓
Novela JuvenilSERI KEDUA KLANDESTIN UNIVERSE [Sudah terbit & part masih lengkap] "Bang, tahun depan kalian umur berapa?" celetuk Aji yang bergabung dengan Haikal dan juga Marka di ruang tengah. Di tangannya menyangga gelas berisi jus jambu yang ia dapatkan dari h...