17. 2109 🧡 Kembali Melihatnya

30K 4.3K 2.3K
                                    

Dengan hati-hati, Zahra membuka pintu kamar itu. Saat pintu terbuka, pandangannya langsung tertuju pada Marka yang terduduk di lantai, memeluk lututnya sendiri. Tatapannya kosong seolah sedang mencerminkan penderitaan yang begitu mendalam, dan ekspresinya tampak sangat menyedihkan. Zahra merasa hatinya terenyuh melihat kondisi Marka yang begitu rapuh.

"M-"

"Kenapa kamu muncul di sini?" tanya Marka tanpa menoleh sedikitpun, suaranya datar meski perasaannya campur aduk. Dia tampaknya sudah menyadari kedatangan Zahra melalui aroma parfum gadis itu, yang masih teringat dalam ingatannya meskipun sudah lama mereka tak bertemu. Raut wajah Marka tetap kosong, namun suaranya mencerminkan sebuah pergolakan emosi yang dalam. Perempuan berambut coklat itu merasa bahwa setiap kata yang keluar dari mulutnya akan sangat berpengaruh dalam momen itu.

Zahra dengan hati-hati duduk di samping Marka. "Mark, kok kamu tahu ini aku padahal nggak nengok sama sekali?" tanyanya dengan suara lembut.

Marka tersenyum sumir. "Kenapa enggak? Aroma yang selalu aku hirup setiap aku meluk seseorang nggak pernah aku lupain, apalagi orang yang emang sengaja aku inget baunya dari awal ketemu," jawab Marka dengan suara penuh kenangan. Ekspresi wajahnya tak berubah, tetapi dalam kata-kata tersebut terdapat rasa hangat dan keakraban yang sulit dipungkiri. Zahra merasa hatinya semakin terenyuh, ia sempat ikut terbawa ke dalam kenangan mereka.

"Apa? Kenapa kamu di sini?" tanya Marka.

"Aku mau ketemu sama kamu."

Marka menggeleng lelah. "Aku nggak ada waktu buat bahas cinta sekarang, Ra." Marka berkata dengan ekspresi yang muram.

"Aku tahu," ujar Zahra dengan suara rendah.

"Kalo kamu tahu, kenapa masih di sini? mending kamu sekarang pergi," kata Marka tanpa menoleh pada Zahra, suaranya penuh dengan keputusasaan dan penolakan. Zahra merasa hatinya semakin berat mendengar kata-kata tersebut, namun dia tidak berniat menyerah begitu saja. Dia merasa harus menjelaskan semuanya, meskipun situasinya terlihat begitu rumit dan sulit.

"Mark, aku tahu sekarang kamu lagi berduka atas kepergian nenek. Tapi, aku juga nggak mau ngelewatin kesempatan buat jelasin semuanya sama kamu," kata Zahra dengan suara lembut, mencoba menjelaskan dengan hati-hati.

Marka menghela napas, lalu akhirnya menoleh pada Zahra dengan wajah yang penuh dengan rasa sayu. "Ya udah. Ngomong aja. Biar aku denger dulu kamu mau jelasin apa," ujarnya dengan suara yang sedikit lemah, memberikan tanda bahwa dia bersedia mendengarkan.

"Aku ... Aku terpaksa nikah ... Aku terpaksa nikah sama Gerald, Mark," ungkap Zahra dengan suara yang terbata-bata.

Marka mengangguk dengan lemah. "Oh. Lalu?"

"Aku udah jelasin ke Mami sama Papi kalau aku cintanya cuma sama kamu, tapi-"

"Tapi mereka gak peduli, kan?" potong Marka, melanjutkan dengan suara yang terdengar pahit. "Aku nggak sekaya Gerald, Ra. Aku cuma anak seorang pengacara yang tinggal di gubuk sederhana bukan istana megah. Mana mungkin orang tua kamu milih aku daripada Gerald?" Marka melanjutkan dengan ekspresi campuran antara keputusasaan dan getir.

"Aku beneran cuma cinta sama kamu, tapi, aku nggak bisa ngelawan perintah dari orang tua aku, Mark," ujar Zahra dengan suara lembut, mencoba menjelaskan dengan hati-hati.

Marka memandang Zahra. Diam-diam ia merasakan kepalanya yang pusing. "Ra, udahlah, yang berlalu nggak usah diungkit lagi. Aku udah terima kamu jadi istri orang lain. Aku anggap takdir emang nggak ada di pihak kita. Kamu nggak cocok bersanding sama aku. Gerald lebih cocok sama kamu dilihat dari segi manapun. Jadi, ayo kita terima kenyataan itu dan jalani hidup masing-masing. Lupain aku dan lanjutin kehidupan baru kamu. Sekarang Gerald lebih pantes nerima cinta dari kamu, Ra, bukan aku."

SAPTA HARSA {TERBIT} ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang