21. 0710 🖤 Dalam Keputusasaan

27.8K 3.8K 2K
                                    

Sore itu, anggota klandestin sedang bercengkrama dengan santai di ruang tengah. Namun, hening tiba-tiba terganggu oleh suara yang pecah dari dalam kamar Reihan. Mereka mendengar suara itu, dan insting mereka membuat mereka segera bergerak menuju kamar Reihan.

"Reihan!" seru Cakra dan Haikal dengan ekspresi yang penuh kecemasan ketika Marka tanpa ragu, membuka pintu kamar Reihan. Di lantai kamarnya, mereka melihat Reihan sudah tergeletak tak berdaya di lantai, dan tak jauh darinya ada gelas yang pecah berserakan. Wajah Reihan sudah pucat, mengundang kepanikan dalam hati anggota klandestin.

"Siapa aja, tolong, ambil sapu, bahaya pecahan gelasnya kalau kena kaki," kata Marka, memperingatkan agar mereka berhati-hati dengan pecahan gelas. Haikal dengan cepat meraih tubuh Reihan dalam dekapannya, wajahnya dipenuhi kepanikan.

"Rei? Reihan, lo kenapa? Bangun, Rei," seru Haikal dengan nada panik, mencoba membangunkan temannya yang terlihat sangat lemah. Reihan sempat bergerak dengan gerakan lemah, napasnya lemah, dan matanya hanya terbuka sebentar, sebelum akhirnya benar-benar jatuh pingsan di dalam dekapan Haikal.

"Na, Reihan kenapa?" rengek Haikal pada Arga, mencari jawaban atas situasi yang misterius ini.

"Tenang, ya," ucap Arga, mencoba memberikan sedikit ketenangan pada Haikal dengan menyentuh bahunya.

Semua anggota klandestin terlihat panik. Jendral yang datang membawa sapu dengan sigap menyerahkan sapunya kepada Cakra. Ia kemudian berlutut di depan Haikal dan Reihan yang tak sadarkan diri.

"Rei? Reihan, bangun, Rei," kata Jendral dengan nada khawatir.

"Dia nggak mau bangun, Jen," kata Haikal dengan suara penuh keputusasaan.

"Kalo gitu, siapin mobil, kita bawa ke rumah sakit," Kata Jendral, menyadari bahwa situasi ini memerlukan pertolongan medis segera. Mereka harus bertindak cepat untuk menyelamatkan Reihan.

"Pake mobil gue aja," kata Marka tanpa ragu. Ia langsung melesat mengambil kunci mobilnya.

Jendral segera mengangkat Reihan yang pingsan dengan hati-hati, sementara Cakra membantu Haikal untuk bangkit kembali.

"Ati-ati, Bang," ucap Cakra sambil memegang lengan Haikal dengan lembut, mengingat bahwa Haikal sebelumnya juga terluka.

Akhirnya, Marka, Arga, dan Jendral membawa Reihan ke rumah sakit, meninggalkan Cakra dan Haikal di asrama. Sebelum pergi, Arga sempat memberikan pesan kepada mereka berdua.

"Na-"

"Kalian doa aja dulu dari sini, semoga Reihan nggak kenapa-napa."

"Tapi, Na, gue mau ikut~" rengek Haikal dengan ekspresi khawatir.

"Lo sendiri masih butuh istirahat, Kal. Nanti kalau emang Reihan dianjurin buat nginep di rumah sakit, kalian gue jemput, ya? Cakra, jagain Abang lo, ya."

Cakra mengangguk mantap sebagai tanda persetujuan.

"Gue nyusul yang lain, Assalamu'alaikum." Arga pun menyusul Marka dan Jendral menuju rumah sakit.

"Wa'alaikumsalam."

Di perjalanan menuju rumah sakit, Arga merasa perlu untuk menghubungi Aji dan menanyakan keberadaannya, dan memberitaunya tentang situasi yang sedang terjadi.

"Haikal sama Cakra ada di asrama, lo temenin mereka aja," kata Arga saat berbicara dengan Aji melalui telepon.

"Ya udah, Bang, tapi, kalo ada apa-apa langsung kabarin, ya," jawab Aji.

"Iya," jawab Arga singkat.

Setelah salam terakhir mereka, panggilan telepon itu segera berakhir. Arga menoleh ke kursi belakang mobil, memeriksa Reihan yang masih terpejam dengan wajah pucat pasi. Rasa kekhawatiran dan ketegangan terus mengikuti mereka sepanjang perjalanan menuju rumah sakit.

SAPTA HARSA {TERBIT} ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang