Tidak pernah terbesit dalam benak Launa sebelumnya, jika dia dan kekasihnya akan menjalani hubungan jarak jauh alias long distance relationship. Andai saja dia bisa jujur pada waktu itu, saat pertama kali Herli—kekasihnya—mengatakan jika dia akan pergi jauh ke luar kota, Launa pasti akan melarang. Karena Launa tahu jarak antara kota Lampung ke Kalimantan sangatlah jauh.
"Kalau aja gue bisa cegah dia pergi, pasti udah gue lakuin. Tapi gue nggak bisa egois. Di sana dia berusaha gapai mimpi," ucap gadis berwajah imut bermonolog. "Karena di sini juga ada cita-cita gue yang belum selesai."
Hati Launa hancur? Jelas. Terlalu banyak ketakutan yang tanpa sadar membuat air matanya jatuh. Launa tidak pernah mempermasalahkan hubungan jarak jauhnya, tapi bagaimana dia menjalani hari berikutnya. Apakah akan banyak kesedihan? Entah lah. Rasanya Laura ingin berhenti berpikir atau bahkan berhenti bernapas detik ini juga.
"Na, gue tau lo lagi sedih tapi jangan bodoh-bodoh banget lah. Lo itu punya ponsel, gunain benda itu untuk ngehubungi doi lo," bentak salah satu teman Launa, dia Sifa.
Launa tidak menggubris perkataan Sifa dan mencoba mengalihkan pembicaraan. "Lo pernah gak sih ngerasain dada sesak dan merasa butuh bantuan orang lain? Padahal biasanya selalu santai mendam semua masalah sendiri."
"Pernah," jawab Sifa cepat. "Karena cinta lo nggak bisa lihat dunia dengan indah, ya."
"Ya gimana? Dunia gue kan Herli."
"Najis."
Launa hanya bisa menunduk tanpa menanggapi ucapan Sifa. "Herli pernah bilang ke gue kalau setiap perjalanan itu pasti ada puncaknya, tapi apa mungkin kalau dia udah sampai puncak nanti masih ada gue di hatinya?"
"Cinta butuh effort, Na. Dari pada lo sedih terus, mending lo berjuang untuk sampai di puncakmu sendiri."
"Tapi Fa—"
"Sekarang lo ambil air wudhu terus sholat, bentar lagi ashar. Lo bisa curhat sepuasnya sama Allah. Ngadu hal apa pun atau lo mau nangis-nangis sekalian juga gak masalah." Sifa memberi saran sebelum memutuskan untuk pulang, karena dia pun mempunyai kesibukan lain.
"Harusnya Lo di sini dulu temenin gue," pinta Launa.
"Gak bisa, ada kerjaan yang perlu gue urus."
Launa mengembuskan napas pasrah dan membiarkan Sifa pergi, sementara Launa berjalan menuju kamarnya dengan langkah berat.
Kenapa di saat temen-temen gue semuanya udah tunangan, nikah, bahkan punya anak. Gue justru ditinggal pergi.
Lagi dan lagi perasaan Launa semakin terpuruk, dia masih terus saja overthinking. Padahal hubungannya dengan Herli tidak ada masalah. Komunikasi keduanya pun cukup baik.
***
Satu bulan pertama Launa menjalani hubungan LDR dia masih belum bisa terbiasa. Di saat-saat tertentu gadis itu hanya duduk termenung di sofa ruang tamu rumahnya sambil menatap ke arah pintu depan. Berharap Herli datang menemuimya dan memberi dia kejutan. Sebenarnya hal seperti itu yang justru membuat Launa semakin sedih, namun tetap saja dia lakukan.
"Masih sedih mikirin Herli?" tanya Sifa hati-hati.
"Pake nanya. Dia selalu memenuhi pikiran gue."
"Gue kasih tau nih ya, berjarak sama Herli nggak akan buat lo mati, Na!" ucap Sifa sarkas.
Launa semakin mendekati Sifa dan langsung memeluknya. Namun, sang sahabat justru merasa heran kenapa Launa tiba-tiba memeluknya.
"Kenapa sih, Na?" tanya Sifa pelan.
"Gue keinget pas Herli main ke rumah. Dia cubit pipi gue katanya gemes." Launa menjelaskan dengan mata berkaca-kaca. "Gue kangen dia."
Sifa yang awalnya selalu memarahi dan menganggap Jika Launa adalah gadis yang lebay, kali ini dia ikut merasakan kesedihan gadis itu dan memahami betapa sesaknya dada Launa. Sifa tidak mau ikut larut dalam kegalauan Launa terlalu lama, oleh sebab itu Sifa mengajak Launa untuk pergi mencari makan enak. "Hati boleh sedih tapi perut harus kenyang."
Sifa segera menarik lengan Launa untuk berdiri. "Mau ke mana, sih?"
"Cari makan yuk, gue tau kalau lo lagi sedih atau stres pasti cari pelampiasannya ke makanan."
Launa tersenyum tipis menatap Sifa. Dia membenarkan perkataan sahabatnya barusan. "Ternyata energi gue udah banyak terkuras ya gara-gara galauin Herli."
"Jelas lah. Itu lo sadar," respons Sifa kesal.
Lo pikir gue nggak capek dari kemarin berusaha nenangin lo.
***
Mereka berdua memutuskan untuk pergi ke kafe. Niatnya selain mencari makan, Launa ingin mencari hal baru yang mungkin bisa mengalihkan pikirannya supaya tidak terus-menerus teringat Herli. Namun, baru saja sampai di tempat yang mereka tuju, Launa sedikit terkejut karena tanpa sengaja dia melihat seseorang yang tidak asing baginya.
"Kakaknya Herli ke sini juga, Fa," ucap Launa memberitahu Sifa.
"Mana?" tanya Sifa seraya memperhatikan sekitar dan ternyata yang dikatakan Launa benar. "Bagus lah. Kalian bisa ngobrol."
Launa menarik napas panjang, karena bukan hal itu yang Launa mau. Dia justru berharap kakaknya Herli tidak melihat dirinya ada di tempat ini juga. Tapi semuanya terlambat, karena Sifa justru memanggil nama kakaknya.
"Kak Ahza di sini juga?" tanya Sifa ramah.
Yang dipanggil menoleh, Ahza berjalan mendekati Launa dan Sifa.
"Kebetulan banget nih kita ketemu di sini, kakak mau ngobrol sebentar sama Launa bisa gak?" tanya Ahza langsung membuka obrolan.
"Bisa, Kak," jawab Sifa cepat. Padahal cewek itu tahu bukan dirinya yang diajak bicara.
"Mau ngobrol apa, Kak?" tanya Launa pelan.
Sifa yang sadar akan obrolan penting mereka berdua pun langsung pergi melipir.
"Waktu Herli mau pergi ke luar kota dia pamit sama kamu gak?"
"Pamit, Kak. Tapi jauh-jauh hari sebelum si berangkat."
Ahza tersenyum ke arah Launa. "Sabar ya! Dia cuma mau kerja dan cari pengalaman. Kakak doain semoga kalian berjodoh," ucapnya penuh perhatian. "Jangan sampai lost contact, ya!"
"Aku cuma takut Herli berpaling, Kak. Di sana pasti banyak cewek cantik," kata Launa apa adanya.
"Kalau tentang itu kakak gak tau, tapi yang jelas dia orangnya gak gampang tergoda."
Jawaban yang barusan keluar dari mulut kak Ahza membuat Launa sedikit bernapas lega. Ya walaupun tetap saja akan ada kekhawatiran yang sering mengganggu pikirannya.
To be continued
KAMU SEDANG MEMBACA
Waktunya Untuk Serius [Completed]✓
General Fiction[Revisi setelah tamat] Launa hanya ingin bercerita tentang bagaimana dia menjalani hubungan jarak jauh atau long distance relationship bersama Herli. cowok yang melatih mentalnya dan membuat batinnya teruji. Entah bagaimana akhirnya dan sejauh man...