Setibanya di sana ternyata Launa tidak ada di rumah. Sifa sudah berusaha untuk menghubungi, tapi sialnya nomor wa-nya tidak aktif.
Launa lo di mana, sih?
Rasa cemas yng tidak bisa dia sembunyikan membuatnya seperti kehilangan arah. Dia masih belum beranjak pergi dari rumah sahabatnya dan terus merenung. Sifa sadar betapa bodohnya dia selalu membangga-banggakan orang yang dengan sengaja membuatnya sakit hati.
***
Nongkrong di depan minimarket mungkin menjadi salah satu cara ampuh untuk menenangkan pikiran negatif yang terus menganggu ketenangan Launa, meskipun saat ini dia pergi sendirian tapi tidak masalah. Launa justru bisa bebas karena tidak ada orang yang mengenali dirinya. Beberapa menit berlalu saat gadis itu ingin beranjak pergi dari tempat tersebut dari arah berlawananan dia melihat seorang laki-laki yang berjalan menghampiri dirinya. Diam-diam Launa terus memperhatikan sosok itu karena wajahnya cukup familier.
"Hai, Na?" sapa orang itu seraya tersenyum. Posisi mereka sekarang sedang berhadap-hadapan.
Tidak langsung merespons, Launa justru tersentak. Laki-laki yang ada di hadapannya ini adalah Argi, teman semasa sekolah yang pernah gadis itu sukai. Seharusnya Launa bisa senang bisa bertemu lagi dengan orang tersebut, tapi kenyataannya malah justru berbanding terbaik. Yang Launa ingat hanya kejadian menyakitkan yang masih belum bisa Launa lupakan sampai sekarang. Betapa sakitnya Launa menahan rasa cemburu karena melihat Argi belajar matematika bersama doinya sebelum ujian dimulai. Betapa remuknya hati Launa saat melihat Argi berboncengan dengan doi setiap pulang sekolah dan tanpa rasa bersalah melambaikan tangan.
"Eh, Argi?" Launa membalas senyum ke arah cowok itu. Mencoba bersikap sewajarnya.
Pertanyaan klise seperti yang orang lain ucapkan saat bertemu lagi dengan seseorang yang sudah lama tidak dia jumpai adalah tentang kabar dan bagaimana menjalani hari-hari. Sama seperti yang Argi tanyakan kepada Launa sekarang.
Kenapa sih kita harus ketemu lagi, di saat aku merasa galau karena mikirin Herli.
Launa tidak ingin menghabiskan waktu terlalu lama di tempat ini, meskipun dia tahu orang yang ada didekatnya saat ini adalah orang spesial yang pernah dia kagumi.
"Gi, aku duluan ya. Ada hal penting yang perlu aku selesaiin." Launa berpamitan dan berjalan dengan langkah terburu-buru ke arah motornya terparkir, lalu setelahnya dia langsung tancap gas. Untungnya jarak antara minimarket ke rumah Launa tidak terlalu jauh jadi dia tidak perlu ngebut saat mengendarai motornya.
***
Setibanya dia di rumah, Launa heran karena di teras sudah ada Sifa yang menunggunya dengan wajah ditekuk.
"Lo dari mana aja sih, Na? Gue hubungi gak bisa," tanya Sifa menggerutu.
"Ya kan bisa chat gue, Fa. Gue pasti balik," sahut Launa menghela napas berat.
Namun, sang sahabat malah justru meliriknya dengan sinis. "Coba cek ponsel lo sekarang!"
Launa hanya terkekeh kecil saat mengecek ponselnya, dia baru ingat kalau ternyata baterainya habis.
"He-he, emang ada apa, sih?"
"Gue mau curhat tentang Vyo, dia bisa-bisanya bilang ke gue kalau waktu itu ketemu sama cewek lain. nyebelin banget kan." Sifa menjelaskan dengan ekspresi sangat kesal.
Launa hanya diam mendengarkan, tapi gadia itu malah justru merasa dia lah yang sedang diomeli.
"Lo udah tanya belum apa alasan dia begitu?" tanya Launa pelan dan penuh hati-hati.
"Ya lo pikir aja kalau cowok ketemuan sama cewek padahal dia udah punya pacar apa tujuannya kalau bukan untuk mendua."
Launa berusaha menenangkan SIfa, dia tahu sahabatnya itu sangat kesal. "Kamu kan belum denger penjelasan Vyo, Fa. udah keburu marah duluan."
Sifa tidak ingin mendengar penjelasaan apa pun yang keluar dari mulut Vyo, yang pasti dia merasa sangat kesal. "Kayaknya gue bakal akhiri hubungan aja, deh.""Yakin? Kalau setelah berpisah sama dia gak bisa nemuin laki-laki yang lebih baik dari dia gimana?" tanya Launa lagi.
Sepertinya suatu kesalahan besar Sifa menceritakan hal ini pada sahabatnya itu, karena bukannya mendapat solusi malah yang ada dia merasa semakin bimbang.
"Ya udah. Mau lo gimana? Gue siap dengerin," tanya Launa memberi perhatian penuh.
"Nginep di rumah lo, situasi kayak gini kalau gue di rumah pasti bakal overthinking."
Launa mempersilakan Sifa untuk masuk dan berjalan ke kamar. Launa bersukur saat ini ada Sifa di sisinya, karena itu sahabatnya itu mampu mengalihkan pikiran yang dipenuhi oleh Herli. Dia juga bisa sedikit bernapas lega karena ternyata bukan hanya dirinya yan mempunyai masalah dalam hubungan.
Launa berjalan ke kemar mandi untuk membersihkan badan, lalu setelah itu niatnya Launa ingin mengajak Sifa untuk membuat cemilan menggunakan bahan-bahan yang ada di kulkasnya.
"Seharusnya lo bersyukur banget sih Na, punya sahabat kayak gue," ucap Sifa penuh rasa bangga.
Launa yang sedang mengeluarkan bahan-bahan dari dalam kulkas pun menatapnya aneh. "Kenapa bisa gitu?"
"Bayangin gue lagi kesel, galau, gak mood gini malah lo ajak buat makanan. Kenapa gak beli aja, sih?" Sifa yang tak bisa menahan rasa kesal pun hanya bisa ngedumel.
Sebenernya kita itu sama, makanya gue ngajak lo bikin makanan.
"Justru itu Fa, dengan repotnya kita kayak gini bisa ngalihin pikiran."
Sifa memang tipe orang yang tidak suka ribet, oleh sebab itu melakukan hal seperti ini seperti sesuatu yang sangat berat. Namun, saat keduanya sedang sama-sama diam dan sibuk dengan aktivitas masing-masing. Tiba-tiba saja Sifa nyeletuk sesuatu kepada Launa.
"Lo sering uprek kayak gini bukan karena Herli kerja di kitchen kan?" tanya tepat sasaran.
Damn! Launa hampir saja mengumpat karena sahabatnya bertanya seperti itu, tapi syukurlah belum sempat terucap. Launa memang senang membuat makanan seperti ini sejak dahulu. "Ada sih sedikit, haha," jawab Launa cengengesan.
"Gue ketok kepala lo pake sutil yang lagi gue pegang ya," sahut Sifa terdengar mengancam.
Launa malah justru tertawa lepas, dia juga tahu Sifa tidak mungkin melakukan itu dan hanya memberi gertakan saja. Olahan mereka hari ini cukup sederhana dan simpel yaitu oseng cumi. Setelah hampir 2 jam mereka berkutat di dapur dan menikmati masakannya. Mereka kembali ke kamar, di ruangan itu Sifa masih sempat bercerita tentang hal yang sudah dia rencanakan untuk menghadapi Vyo, dia juga berbicara dengan nada yang cukup serius. Tapi sayangnya tanpa sepengetahuan sahabatnya itu, Launa justru larut dalam pikirannya sendiri. Dia terus saja memikirkan Herli sambil sesekali mengecek ponselnya yang ternyata sama sekali tidak ada pesan dari cowok itu.
Memasuki malam hari, Sifa berpamitan pulang. Awalnya Sifa ingin menginap tapi niatnya dia urungkan karena mengingat ada pekerjaan yang sudah menanti di rumah.
"Gue kayaknya pulang aja deh, Na."
To be continued
KAMU SEDANG MEMBACA
Waktunya Untuk Serius [Completed]✓
General Fiction[Revisi setelah tamat] Launa hanya ingin bercerita tentang bagaimana dia menjalani hubungan jarak jauh atau long distance relationship bersama Herli. cowok yang melatih mentalnya dan membuat batinnya teruji. Entah bagaimana akhirnya dan sejauh man...