Bab 9

17 3 0
                                    

"Yakin?" tanya Launa memastikan.

"Gak bakal overthinking nanti di rumah?"

"Entah lah, tapi gue inget kerjaan yang lebih penting," jawabnya dengan nada malas.

"Ikut ya, sekalian aku mau pergi ke mall buat beli bahan makanan."

Sifa mengiyakan saja permintaan Launa, dan menyuruhnya untuk segera bersiap-siap setelah itu berangkat. Saat berada di dalam perjalanan Launa baru sadar kalau dia masih belum menceritakan tentang pertemuannya dengan seseorang di masa lalunya. Tapi sudahlah, Launa tidak ingin terganggu oleh hal itu.

Sifa sudah lebih dulu mengendarai motornya, sementara Launa menghentikan kendaraannya di parkiran mall. Rencana yang semula ingin membeli bahan makanan sekarang justru kedistract dengan tempat bermain yang ingin gadis itu datangi. Ya, Launa berpikir ini kesempatan dan dia juga butuh menghibur diri. Kurang lebih 2 jam Launa bermain di tempat itu berakhir menyesal karena uang yang terbuang.

Bodoh banget ya gue, uang gue terbuang cuma buat menuhin inner child.

Dengan langkah berat Launa berjalan menuju rak bahanan makanan yang di cari. Namun, siapa sangka ternyata di tempat itu dia bertemu lagi dengan seseorang. Launa sudah mengira jika orang tersebut adalah Kak Ahza, tapi dirinya mencoba menepis. Dan ternyata benar saja saat Kak Ahza menegur dan mendekat ke arahnya, Launa baru merasa yakin.

"Na, sama siapa ke sini?" tanya Kak Ahza tersenyum ramah.

"Sendiri nih, Kak." Meski sebenarnya malu, Launa merespon pertanyaan Kak Ahza layaknya orang yang sudah dekat.

"Kakak mau tanya, gimana komunikasimu sama Herli?" tanya Kak Ahza lagi, tapi kali ini terdengar serius.

"Baik-baik aja kok, Kak. Kita masih sering komunikasi," jawab Launa bohong.

Oh Tuhan, Launa merasa tubuhnya gemetar. Dia tidak mungkin mengatakan hal yang sebenarnya dirasakan, kalau Herly sudah beberapa bulan mendiamkan dirinya. Luana selalu bertanya dalam hati kenapa hubungan mereka melibatkan keluarga. Launa benar-benar merass takut kalau suatu saat nanti hubungannya akan berakhir.

Haruskah Launa menceritakan hal ini kepada Kak Ahza?

"Dijaga terus ya komunikasinya! Herli orangnya susah. Dia nelepon orang tuanya aja gak mesti 1 bulan sekali," ujar Kak Ahza memberi nasehat.

Launa mendengarkan sambil mengiyakan, kemudian dia pergi untuk melanjutkan lagi mencari bahan makanan yang belum terbeli.

"Launa duluan ya, Kak," pamit Launa dengan nada pelan.

"Oh iya, cantik."

Deg!

Launa tidak salah mendengar kan? Dipuji oleh kakak dari seseorang yang dia cintai rasanya benar-benar ingin melayang. Tapi Launa juga tidak mungkin menunjukan rona merah di pipinya.

***

Setelah pulang dari rumah Launa, Sifa langsung masuk ke kamar mandi dan membersihkan diri. Dia masih belum mengecek ponselnya yang sedari tadi sudah berdering. Biarlah, Launa memang sengaja mengabaikan ponselnya di atas meja, gadis itu juga tahu kalau orang yang membuat ponselnya terus berbunyi adalah Vyo karena terdengar dari nada dering yang berbeda dengan yang lain. Saat dia ingin beranjak ke dapur ponselnya berbunyi lagi dengan suara yang berbeda. Akhirnya Sifa mengecek siapa yang menghubunginya, ternyata dari sahabatnya.

Launa
Coba cek notifikasi dari Vyo terus bales. Dia masa minta tolong gue buat bujuk lo biar maafin.

Rasa kesal yang sudah hampir meledak dalam jiwa Sifa bukannya mereda malah semakin bertambah.
Sifa: Biarin aja. Jangan direspon!
Setelah mengetik balasan itu Sifa beralih membaca roomchat yang memang sudah penuh karena spam chat dari cowok itu.

Vyo
Maafin gue ya. Jangan kesel terus! Gue ketemu dia cuma sekedar ngobrol biasa doang gak lebih. Besok kita ketemu ya!

Persetan dengan permintaan maaf dari pacarnya itu, Sifa tidak peduli. Apa Vyo pikir Sifa tidak cemburu mendengar bahwa dirinya sudah bertemu dengan wanita lain?
Ngeselin banget, kayaknya gue emang harus putus aja sama dia daripada sakit hati.

***

Launa percaya jika memanjatkan doa pada saat hujan turun adalah waktu yang paling mustajab. Dan hal itu yang sedang Launa lakukan. Di luar sedang hujan deras, dari balik jendela dia terus memandangi hujan dan meminta kepada Allah agar bisa menjaga hati Herli untuk dirinya. Sesekali dia mengecek ponsel untuk melihat apakah ada notifikasi pesan dari orang yang dia tunggu-tunggu. Ternyata nihil. Launa bingung harus melakukan apalagi? Saat ini dia hanya berharap bisa menjalani hidup dengan normal tanpa merasa ada hal yang berantakan. Dia tidak peduli jika harga dirinya saat ini terjun bebas.

Launa
Boleh minta temenin gak? aku lagi sedih nih.

Sebenarnya Laun agak ragu saaat ingin mengirim pesan itu, karena posisinya saat ini dia sedang diabaikan oleh Herli, tapi bodohnya dia masih tetap nekat mengirim pesan itu. Di satu sisi Launa yakin kalau kekasihnya itu pasti sudah membaca semua pesan darinya.
Kalau Sifa tau pasti gue bakal dimaki karena ngelakuin hal bodoh ini, tapi semuanya demi mempertahankan cinta dan kesetiaan.

***

Terkejut pasti, saat melihat seorang laki-laki yang tidak diharapkan tiba-tiba ada di depan rumahnya. Langkah Sifa terasa begitu berat saat ingin menemui Vyo. Sifa sedang malas berbasa-basi, jadi dia langsung bertanya to the point kepada laki-laki yang sekarang sedang berhadapan dengan dia.

"Ngapain lagi, sih?" tanya Sifa judes.

"Masih marah ya? Gue tuh cuma sekali ketemu sama dia, tapi kenapa kayaknya gue melakukan kesalahan yang begitu besar?" Vyo menjelaskan dengan nada pelan, namun terlihat membela diri.

Kemarahan SIfa semakin meledak-ledak. "Apa lo bilang? cuma. Bayangin kalau sekarang gue maafin lo, bukan hal yang gak mungkin ke depan kejadian seperti ini bakal terulang lagi."

"Engg-"

"Diem! Gue belum selesai ngomong. Karena yang lo pikir, Sifa gak mungkin marah ke gue, walaupun gue ada ketemu sama cewek lain. Mikir sampai situ gak, sih?"

Seolah merasa puas karena sudah memaki Vyo, Sifa ingin langsung masuk ke dalam rumah tanpa memberi kesempatannya lagi untuk berbicara. Ekspresi kecewa pun tidak bisa Vyo sembunyikan dari wajahnya, dan tidak ada yang bisa cowok itu lakukan selain pergi dari hadapan Sifa. Dengan cara apa pun Vyo membujuk agar situasi membaik tetap saja tidak membuahkan hasil.

"Gue bakal temuin lo lagi kalau lo udah maafin gue," ucapnya sangat lembut.

"Gak perlu, lebih baik lo gak usah temuin gue lagi."

Vyo tidak mengindahkan ucapan Sifa dan langaung berjalan pergi. Dia yakin ucapan tersebut tidak sepenuhnya keluar dari lubuk hati Sifa.

Sementara Sifa sendiri juga langsung masuk ke dalam rumah dan masuk kamar. Dia ingin menceritakan hal ini kepada sahabatnya Launa. Tapi sepertinya tidak untuk sekarang karena dia takut mengganggu waktunya.

***

Beberapa hari terakhir Launa takut pada malam hari. Entah apa yang perempuan itu pikir, Launa masih terus mengingat momen saat dia dan Herli selalu menyempatkan untuk video call berdua, meskipun kadang mereka hanya saling diam dan tidak membahas topik pembicaraan apa pun, tapi setidaknya itu sudah menjadi pengantar tidur terindah. Tidak seperti dulu, semua itu hanya tersisa kenangan. Launa masih sering membuka akun media sosial pacarnya itu, padahal dia juga tahu di sana tidak ada informasi apa pun. Layaknya akun mati yang diabaikan oleh penggunanya. Saking tidak tahu lagi harus berbuat apa Launa sempat berpikir apakah dia harus menghubungi kontak temannya hanya untuk menanyakan kabar Herli. Namun, hal tersebut tidak mungkin dia lakukan.

Bisa-bisa Herli semakin ngamuk kalau gue lakuin itu.

Dia beralih membaca pesan dari sahabatnya Sifa, pasalnya dia juga mengirim banyak pesan.

To be continued

Waktunya Untuk Serius [Completed]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang