Bab 4

53 21 1
                                    


Herli:
Yang ngawasin lo di situ banyak, jadi gue tau.

Launa:
Tapi sayangnya lo gak di sini ya dan lo gak bisa ngawasin gue secara langsung.

Mungkin itu adalah balasan terakhir yang Launa kirim untuk Herli sebagai penutup percakapan. Setelah itu apa yang dilakukan Launa? Lagi dan lagi dia hanya melamun.

Kak Ahza:
wkwk makanya cepet pulang! gue tau hati lo masih terpaku di sini kan?

Herli:
tunggu beberapa bulan lagi kak, setelah itu udah deh gue bakal cepet-cepet minang Launa.

Hanya dalam beberapa hitungan menit saja Herli sudah mengetik balasan untuk Kak Ahza. tapi Kak Ahza justru sengaja memperlambat membalas pesannya agar adiknya itu terus saja menghubunginya.

Herli:
kak lo ngapain sih? chat gue belom lo bales lagi. mumpung gue masih ada waktu buat komunikasi sama lo, nih. sapa tau besok-besok gue udah sibuk lagi.

Kak Ahza:
Seenggaknya tanya dulu kabar kakakmu ini, jangan Launa terus yang ditanyain.

Herli:
Wajar dong Kak, dia kan pacar gue. Bye, gue mau video call Launa dulu.

Sepertinya kali ini tidak ada yang mau mengalah antara Herli dan Ahza, keduanya terus saja berdebat. Tidak ingat umur, mungkin itu julukan yang pas diberikan untuk mereka. Apakah sikap kakak beradik di luaran sana juga sepoerti itu? entahlah.

***

Launa duduk sendirian di kafe, dia sedang merutuki dirinya sendiri karena selama ini bersikap seperti anak kecil. Setelah video call dengan Herli dan tahu tentang wajah lelah cowoknya itu. Launa jadi merasa bersalah.

"Ternyata selama ini Herli kerja keras banget ya. Gue jadi malu karena menganggap dia cuek dan gak perhatian," ucapnya bermonolog.

Semangat Launa sekarang semakin berkobar, dia juga ingin meraih impian yang sebelumnya dipendam dan terabaikan. Dia harus bisa setara dengan Herli, atau paling tidak bisa membuatnya bangga.

Namun, beberapa hari setelah Luna menolak ajakan Sifa dan pacarnya pergi, mereka berdua bertemu lagi di kafe, sebenarnya mereka tidak janjian. Namun, ada kepentingan yang membuat mereka bertemu. Dulu, sewaktu umur mereka masih belasan sering sekali pergi ke rumah satu sama lain tanpa gangguan dan adanya beban pikiran. Kapan pun mereka ingin pasti selalu datang. Tapi sekarang saat sudah menginjak dewasa dan memasuki usia 20 ke atas, sulit untuk mereka bisa berkumpul lagi. Hanya sekadar memasak mi goreng ditemani es teh, atau menonton film horor di kamar sambil teriak-teriak ketakutan sekarang hanya menyisakan kenangan dalam memori. Sifa yang sibuk bekerja dan menyusun rencana masa depan dan Launa yang masih berpikir keras hidup ke depan harus bagaimana.

"Bentar lagi gue tunangan, Na. Gak nyangka banget ya ternyata waktu cepet banget berlalu," ucap Sifa dengan wajah berseri-sei.

Hah?" Launa pura-pura tersentak.

"Bentar lagi gue tunangan. Lo inget kan dulu waktu zaman kita masih sekolah SMA, gue curhat ke lo, kapan ya gue punya pacar—"

"Ada gak sih cowok yang naksir sama gue?" Launa memotong ucapan Sifa sambil tertawa. "Haha .... Inget kok, udah lama banget itu, dan sebelum akhirnya hati lo dimenangin Vyo."

Sifa tersipu malu. "Ternyata lo sahabat terbaik gue ya, Na. Duh, jadi bingung nikah pakai baju adat apa ya?" kata Sifa menunjukkan rona merah di pipi.

***

"Lo liat deh! cewek yang ada di bawah pohon itu, yang lagi ngalungin kamera si leher. Sesuai kriteria lo banget," ucap Andi kepada Vyo dengan ekspresi meledek.

Vyo langsung menoleh ke arah cewek yang Andi maksud tapi masih belum memberi tanggapan.

"Bukannya dulu lo pernah bilang kalau suka sama cewek yang hobinya motret ya," lanjutnya.

Dengan cepat Vyo langsung menoyor kepala Andi. "Cantik sih, tapi gila aja, lo support gue buat mendua apa gimana, sih?" Vyo tidak habis pikir dengan sikap Andi barusan.

"Eh tapi boleh lah bagi kontaknya sini!" 

"Eits, gak boleh lah dia inceran gue."

"What the fuck."

Andi sedang menguji kesetiaan Vyo, dia berusaha memancing bagaimana dengan cara mengenalkannya dengan wanita lain. Dan ternyata rencana Andi sukses, dia berhasil membuat Vyo tertarik dengan gadis itu.

***

Launa masih terus saja memikirkan kekasihnya, suasana di rumah kini sedang sepi jadi semua pikiran buruk seolah menghampirinya. Dia sangat mersa takut kalau di tempat perantauannya dia berpaling dengan gadis lain. Launa tidak mau hal itu terjadi, Dia mencoba untuk mengirim pesan untuk Herli. Persetan berjodoh apa tidak pada akhirnya nanti,
Launa ingin berjuang sekuatnya dulu.

Launa:
Kangen
Kita bisa ngobrol gak?
kalau kamu gak sibuk sempatin waktu buat aku ya.

Setelah mengirim pesan tersebut, Launa masih tetap memainkan ponselnya sambil menunggu balasan dari Herli. Namun, sepertinya percuma karena sudah lebih dari  1 jam Herli masih belum membalas. Dia menaruh ponselnya di atas kasur, kemudian keluar kamar dan melakukan aktifitas yang lain. Tapi bagaimana Launa bisa fokus, kalau sampai detik ini juga dia belum mendapat kabar dari Herli. Launa kembali ke kamar dan mengecek ponselnya dan ternyata ada balasan pesan dari Herli.

Herli
Jangan terlalu kangen ya! Dibuat biasa aja.

Maaf, bukannya gue gak mau dikangenin, tapi gue gak mau lo kepikiran gue terus, sedangkan gue di sini masih belum bisa atur waktu. Gue juga jarang berkabar sama keluarga.

Launa:
Gapapa, maaf gue masih belum bisa ngertiin lo. Gue cuma takut lo jatuh cinta sama cewek lain yang lebih sempurna di sana.

Untuk pertama kalinya Launa berani mengetik pesan secara terang-terangan seperti itu. Mungkin memang Launa tidak bisa lagi memendam perasaan takutnya.

Herli:
Di sini gue punya banyak temen, gue juga ekstrovert, kalo gue naksir cewek lain, udah dari dulu gue tinggalin lo. Percaya sama gue ya, rasa cinta gue ke lo gak pernah berkurang apalagi hilang.

Kalimat seromantis itu masih belum bisa membuat hati Launa tenang. Yang dia ingin sekarang hanya bertemu, terlihat sangat egois memang, tapi Launa ingin menangis dalam dekapan cowok itu sambil menceritakan semua hal yang sedang dia alami.

Launa juga selalu berharap hubungan LDR-nya cepat selesai. 

***

"Lah, gak sengaja ketemu cewek itu lagi di sini. gak mungkin kebetulan, sih."

Wajah Vyo terlihat tampak sumringah, dia tidak menyangka bakal bertemu lagi dengan gadis yang tempo hari sempat bertemu.

"Gue gak bakal ngelewatin kesempatan ini, sih. gue deketin ah terus ajak kenalan," ucapnya dalam hati.

Mungkin ini yang dinamakan moment yang pas karena jarak mereka ridak terlalu jauh, gadis yang sekarang menjadi pusat perhatian Vyo sedang fokus melhat hasil jepretannya sambil sesekali menyeruput minuman yang sudah dia pesan.

"Temennya Andi ya?" Vyo bertanya tanpa rasa malu, padahal mereka berdua belum saling mengenal.
Gadis tersebut sempat tersentak kemudian menoleh sekilas. dalam benak gadis itu mungkin laki-laki yang ada di hadapannya benar-benar sok kenal.

"Iya," jawabnya singkat dengan muka datar.

"Boleh tau namanya siapa?' tanya Vyo sambil tersenyum.

Tanpa menoleh dan masih asik dengan kamera yang dipegang dia menjawab dengan sangat singkat.

"Karla."

Karla merasa tidak nyaman dengan kehadiran orang asing yang tiba-tiba yang menghampiri dirinya pun memilih untuk pergi.  "Maaf, gue masih banyak urusan. Gue pergi dulu."

To be continued




















Waktunya Untuk Serius [Completed]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang