Dua Belas

16 4 0
                                    

Inara mulai merebahkan diri diatas kasurnya setelah melepas kepergian Arka barusan. "Dia benar-benar membuat jantungku berdegup kencang setiap saat. Sama seperti yang aku rasakan dulu setiap dekat dengannya. Ya Tuhan...aku bisa membenci Gibran, tapi kenapa aku nggak bisa membenci Arka!?" gumam Inara sambil menatap langit-langit di kamarnya dengan tatapan sendu.

Pipp...Pipp...Pipp

Ponsel Inara berdering diatas meja dekat kasurnya, tanda ada telepon masuk.

"Hallo, kenapa Dir?"

"Ra, kamu jadi ikut kita healing kan besok!?"

"Sepertinya nggak jadi deh. Aku sudah pernah cerita ke kamu kan, kalau besok aku menemani Pak Arka bertemu rekan bisnisnya!?"

"Ah iya, aku lupa. Terus besok gimana? Rachel sama Rheva pasti kecewa"

"Emm...gimana kalau setelah pertemuan kami dengan Gibran? Mungkin selesainya siang"

"Hemm...boleh deh!? Nanti aku jelasin ke Rheva sama Rachel"

"Oke. Terima kasih ya, Dir!"

"No problem"

Pipp..

Inara mulai meletakkan kembali ponselnya di meja sebelah kasurnya dan mulai memejamkan matanya untuk tidur. Benar-benar hari yang cukup melelahkan untuknya. Hari ini Inara harus menghadapi dua orang pria yang sudah menyakitinya, tapi besok dia berharap menjadi hari baik untuknya.

Keesokan harinya..

Inara terbangun di pagi hari dengan perasaan sedikit lega dan bebannya sedikit ringan. Meskipun hari ini dia akan dihadapi oleh masalah yang tak pernah dia inginkan. Hari ini dia akan bertemu dengan sang mantan yang notabenenya sebagai rekan bisnis bosnya.

"Huuhh...hari ini aku harus bertemu dengan Gibran lagi. Nggak tahu kenapa, setiap bertemu dengannya aku ingin makan dia hidup-hidup!?" gumam Inara pelan dengan raut wajah kesal sambil rebahan.

Tokk..tokk..tokk

"Ra, apa kamu sudah bangun? Itu di depan ada Nak Arka!" teriak Vika dari balik pintu kamar Inara.

Inara yang mendengar panggilan ibunya barusan, langsung sigap berdiri dari acara rebahannya. "Apa!? Bukankah pertemuannya jam 9 nanti!? Ini masih jam 7. Mau ngapain dia disini?" gumam Inara pelan dengan raut wajah terkejut.

"Inara! Kamu sudah bangun belum?" tanya Vika sedikit teriak.

"Iya, Bu! Aku sudah bangun kok" jawab Inara sambil membuka pintu kamarnya.

"Di ruang tamu ada nak Arka. Katanya kalian akan ada pertemuan dengan rekan bisnisnya. Jadi dia menjemputmu. Baik ya nak Arka itu!?" ucap Vika lembut sambil tersenyum senang.

"Bu, jangan terlalu memuji orang berlebihan. Kita kan nggak tahu maksud dia apa!?" ucap Inara lembut.

"Ya jelas maksut dia kan baik. Apa jangan-jangan nak Arka menyukaimu, Ra?" ucap Vika menebak.

"Hhaa...nggak mungkin deh, Bu!? Lihat dong, Bu!? Putri ibu ini siapa!? Sedangkan Pak Arka siapa!? Jelas beda status kita, Bu!" ucap Inara malas.

"Ya mungkin saja nak Arka nggak memandang status. Kan ibu pernah bilang, nggak semua orang kaya memandang rendah orang seperti kita" ucap Vika lembut.

"Ya terserah ibu sajalah! Aku mau mandi dulu. Kalau dia mau menunggu, ya silahkan. Tapi kalau tidak, ya suruh pulang saja!" ucap Inara cuek dan menutup pintu kamarnya sedikit kasar.

Kenapa Kamu Datang KembaliTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang