Unpopular Girl 17: My Feeling Like A Roller Coaster

186 19 1
                                    

Sepulang sekolah, keadaan Reina sangat kacau. Mata yang membengkak, dibarengi dengan muka kuyu dan bibir pucat. Si Mbok yang membukakan pintu kaget dengan keadaan majikannya.

Reina hanya diam melewati Si Mbok saja. Tak seperti biasanya Reina selalu menampakkan wajah riang. Si Mbok tahu betul kalau Reina adalah seorang yang pandai menutupi perasaannya.

Si Mbok sudah berusaha untuk menanyakan keadaan Reina. Tetapi Reina hanya diam saja dan malah semakin menangis sesegukan. Si Mbok meneyerah dan menyuruh Rei untuk beristirahat saja dikamarnya.

Dan disinilah Rei berada. Ia tak langsung berganti pakaian. Ia hanya menangis kencang sambil memeluk bantalnya. Impiannya hancur sudah.
Sejenak, Rei teringat kutipan dari website random yang ia baca tadi malam, entahlah jika dikaitkan dengan kejadian sekarang, apakah itu sebelumnya adalah sebuah pertanda?

"Tanpa kita sadari kekecewaan  telah mengajarkan kita arti kehidupan. Ekspektasi memang tak seindah realita."

"Huaaa Papaaa huhuhu", baru memikirkan begitu saja sudah membuatnya malah semakin menangis kencang.

Diluar kamar Reina ada Hermanto yang sebenarnya sudah menunggu momen untuk mengetuk pintu. Ia terdiam sebentar disana, sesekali ia mendengar isakan dan raungan putri bungsunya. Apalagi sekarang, ia sedikit terenyuh mendengar Rei merengekkan namanya saat sedih. Tak seperti Nai dan Chan yang selalu merengekkan istrinya jika mengalami masalah.

Mengapa baru sekarang, ia merasa dibutuhkan oleh anak bungsunya ini. Ia juga berpikir, mengapa selama ini ia  mengasingkan Rei. Mendengar Rei yang menangis seketika membuatnya lupa akan maksud tujuannya.

Kembali lagi dengan Reina. Ditengah tangisnya Reina tiba-tiba merasa lapar. Ia baru ingat kalau tadi ia sempat melihat Si Mbok membereskan meja dan disana ada ayam bakar plus sambel terasi disana. Uh,  membuat perut Rei semakin meronta-ronta minta makan. Sedikit merapikan baju dan penampilannya. Reina berjalan menuju pintu. Pandangannya sedikit terhalangi oleh poninya sekaligus matanya sedikit sakit akibat menangis.

Saat membuka pintu..

"AAAAA PAPA ADA ORANG CABUUUL", teriaknya.

Hermanto yang sedang melamun dan sedang membelakngi Reipun terlonjak.

"APASIH REINA?", ucapnya ikut berteriak.

"Eh papa toh gajadi hihihi, lagian cuma pake bathrobe jadikan kek orang cabul nyasar hehhhe", ucapnya polos.

Herman  yang masih berusaha menetralkan rasa terkejutnya rasanya ingin sekali menguyel-uyel anak bontotnya ini.

"Ekhm, Papa mau bicara bentar ayo", ucapnya kemudian.

"Pah", lirih Rei.

Hermanto yang hendak melangkahkan kaki berhenti karena mendengar panggilan Reina. Ia membalikkan badan dan menaikkan satu alis menandakan bertanya.

"Makan dulu ya, Rei laper hehehehe", ucap Reina mesam-mesem.

Hermanto menghela napas sabar dan akhirnya mengangguk. Sepasang ayah dan anak ini akhirnya berjalan bersama menuju ruang makan. Setelah sampai dengan semangat Reina mengambil dua  piring, satu untuknya dan satu lagi untuk papanya. Mungkin saja dia belum makan.

Ia mulai dengan mengambil nasi merah untuk papanya dan lauk, saat akan menyendok sambal ia teringat kalau papanya tidak suka sambal. Setelah siap  Reina meletakkan piring itu didepan papanya. Herman yang diperlakukan seperti itupun luluh. Betapa perhatiannya anaknya ini.

"Makasih anak papa", ucapnya.

Kalimat itu, kalimat itu bagaikan mantra mujarab bagi Rei. Hilang, rasa sedihnya sudah hilang digantikan senyum bahagia Reina. Saking lebarnya terlihat lesung pipinya yang nampak, jangan lupakan pipinya yang sedikit kemerahan.

"Iyaaa papa ganteeng", balasnya malu-malu sedikit menggoyang-goyangkan badannya.

Herman yang melihat tingkah Reina refleks tertawa geli. Ia sungguh terhibur oleh tingkahnya, terkadang ia akan menyeka sedikit air matanya yang keluar. Ia jadi De Javu, reaksi Reina saat ini adalah reaksi yang sama yang ditunjukkan istrinya Julia saat memintanya untuk menjadi pacar ketika mereka masih dibangku SMA. Jika istrinya masih gendut maka ia akan sama percis seperti anak bungsunya ini.

Reina yang melihat papanya tertawa pun ikut tertawa senang. Meskipun senang tak melupakan tujuannya untuk makan. Kini Ia mulai memenuhi isi piringnya sendiri. Ketika ia ingin menambah  sambal sesendok lagi kegiatanya terinterupsi oleh peringatan papanya.

"Jangan banyak-banyak", nah kan baru mulai ngalem balik lagi sangar dingin pula.

Reina ditatap tajam oleh papanya. Dengan terburu-buru Reina mengembalikan sambal itu. Ia mulai berdoa dan memakan makanannya. Hermanto yang melihat betapa lahapnya Reina makan, juga ikut-ikutan lapar. Padahal sebelum pulang kerja tadi dirinya sudah makan bersama Arnold membicarakan soal lamaran Juan.

"Rei keluarga Christandito tadi ngelamar kamu lewat papa"

Reina yang sebelumnya akan melahap paha ayam mengurungkan niat tak jadi. Ia terkejut dengan perkataan papanya.

"Tolong terima ya nak, meskipun papa tahu ini salah menerima lamarannya tanpa sepengetahuan kamu. Tapi papa pikir ini adalah keputusan yang baik untuk kedepannya untuk Rei terutama", jelas Herman selanjutnya.

Reina hanya diam masih mencermati kalimat demi kalimat yang diucapkan papanya.

"Juan sendiri yang meminta kamu untuk jadi istrinya. Papa seneng akhirnya kekhawatiran papa berkurang karena papa pikir kamu  itu gimana ya nak, agak nggak normal gitu, masa iya tiap hari mesam-mesem didepan ponsel sambil liatin cowok gepeng kesukaanmu itu. Papa takut nanti kamu jadi gila kebanyakan halu nikah sama mereka", terang Juan.

Eit, eit, eit tunggu dulu...
Sejak kapan papanya memperhatikan kegiatannya yang satu itu.

"Jangan kira papa nggak tahu ya nak, papa tahu semua kegiatan kamu. Dari kamu yang kerja dicafe, ikut desain-desain karakter gepeng, main sama temen cowokmu yang kenek angkot itu, trus ikut lomba animasi, terus niatan kabur ke Jepang yag gagal karena gajadi dengan dalih ikut lomba animasi, nyuruh Chandra tanda tangan surat persetujuan, yang seharusnya papa yang kasih tandan tangan, nah kualat kan sekarang"

Astaga papanya, baru ia senang sekarang teringat lagi karena kejadian tadi. Reina hanya mengangguk, tak terasa Reina ingin menangis kembali. Ternyata memang benar ya, restu orang tua emang perlu. Oh satu lagi, ternyata selama ini papanya mengamati dirinya.

"Kalau Rei mau nikah sama Juan papa seneng  Rei. Karena persahabatan papa sama Arnold akan menjadi semakin kuat. Lagipula Juan anaknya baik kan Rei, sopan, pinter, santun, ganteng juga. Tapi kalau Reina nolak juga nggak papa sih, gampang nanti papa cariin yang baru lagi, yang setipe kaya Juan", jelas Herman selanjutnya sambil sedikit menego Reina.

Semoga saja berhasil karena ia khawatir Rei yang nampaknya tidak setuju dengan perjodohan ini.

"Ya pah, Rei mau kok", balasnya.

Hermanto yang mendengar jawaban Rei, semakin melebarkan senyum miliknya. Ia sangat senang akhirnya janji persahabatannya dengan Arnold semasa kuliah terpenuhi.

"Peluk dong papa kangen", pintanya.

Rei tentu saja tak menolak segera ia memeluk papanya. Ia berharap setelah keputusan ini ia akan semakin dekat dengan keluarganya. Soal Juan terserah deh, dipikir nanti aja...

.
.
.

Duh maaf belibet, tapi semoga temen-temen masih paham ya sama maksud ceritaku
Happy reading guys🤗

Unpopular Girl Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang