14||Rencana?||

1 0 0
                                    

Devano tengah duduk di sofa yang berada di balkon kamarnya, sesekali dirinya menatap keatas langit malam yang terang dan penuh dengan bintang.

"Sorry ka, gue tau lo gak bakal suka kalau gue ngelakuin ini. Tapi gue gak terima karena dia lo pergi kayak gini." gumam Devano seraya menatap bintang paling terang yang ada diatas langit.

"Gue pengen nyawa dibalas dengan nyawa, gue gak rela lo pergi. Gue juga mau orang itu pergi, karna nyawa harus dibalas dengan nyawa." Devano menatap senduh sebuah bingkai foto yang berada di tangannya.

Terlihat gambar dirinya, bersama seorang pria yang umurnya tidak jauh beda dari dirinya.

"Gue udah mulai ngejalanin misi itu, tapi selalu gagal. Lo ngelindungin dia yah? Makannya gue selalu gagal nyelakain dia," ucap Devano.

"Dan ada satu lagi pengganggu rencana gue, tapi kayaknya gak mudah buat gue nyingkirin dia."

Devano meremas keras bingkai foto itu.

"Kenapa dulu lo nolongin dia si ka? Kenapa gak biarin dia mati aja? Kalau lo biarin dia mati pasti lo masih hidup sekarang." Devano mengingat-ingat momen kenangan bersama pria yang ada di dalam foto itu.

𝐅𝐥𝐚𝐬𝐡𝐛𝐚𝐜𝐤 𝐎𝐧!

"Kenapa lo? Dimarahin bokap lagi?" pertanyaan itu keluar dari mulut seorang pria yang berada di samping Devano.

"Tau aja lo, iyah tadi gue habis dimarahin bokap gara-gara ngilangin filenya." ujar Devano dengan raut wajah lesu.

"Lagian aneh-aneh aja, sehari bisa gasih gausah usil? Giliran udah dimarahin merasa tersakiti lo." cetus pria itu.

"Bukan gitu Arka! Tapi kan gue gak sengaja lagian bokap naronya sembarangan jadi tuh, kertas gue jadiin kapas-kapallan." ucap Devano memasang wajah Watados(wajah tanpa dosa)

"Yaudah si nikmatin aja, lagian salah lo sendiri kayak bocah aja main kayak begituan." Arka menggeleng-gelengkan kepalanya.

Devano berdecak sebal saat mendengar ucapan Arka.

"Emang gak punya hati lo." cetus Devano dengan tangan yang bersedekap di dada.

"Oh iyah, gimana nih hubungan lo sama si lily itu?" lanjut Devano mengalihkan topik pembicaraan.

"Lily siapa? Lyana kali! Bukan lily." pekik Arka kesal mendengar nama Lyana di rubah oleh Devano.

"Gue manggilnya lily aja soalnya lebih simpel." ucap Devano dengan kekehan.

Arka yang mendengar itu memutar bola mata malasnya, "Serah lo."

"Hubungan gue sama Lyana baik, bahkan hubungan kita ada peningkatan." sahut Arka.

"Peningkatan apa?" tanya Devano tak paham.

"Nambah romantisnya." jawab Arka diiringi tawa kecilnya.

Devano pun, menampol kepala Arka dirinya kesal dengan jawaban yang Arka berikan.

"Bucin parahh." cetus Devano.

"Iri lo?" tanya Devano menaikan sebelah alisnya.

"Gak sudi." jawab Devano dengan kedua tangan yang berkacak pinggang.

Arka tertawa saat melihat raut wajah Devano yang sepertinya kesal padanya.

"Gue harap, gue bisa nemenin dia terus. Gue sayang banget sama dia dan gue mau bareng-bareng sama dia kemana pun dia pergi." lirih Arka.

"Gak pernah terlintas sedikit pun, dipikiran gue buat ninggalin dia."

"Tapi kalau takdir berkata lain gue bisa apa?"

When Am I Happy [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang