20||Retak?||

1 0 0
                                    

Bugh!

"Apalagi yang lo rencanain sekarang bangs4t! Ngapain lo deket-deket sama Lyana lagi?" Pekik Zayyan dengan tatapan penuh amarah.

Devano mengusap bibirnya yang mengeluarkan darah karena pukulan Zayyan.

"Gue deket-deket sama Lyana karena dia masih jadi cewek gue! Emangnya gak boleh gue deket-deket sama Lyana? Gue kan punya hak." Balas Devano.

Bugh!

Bukan Zayyan yang kali ini memukul melainkan Devano, Devano memukul kuat perut Zayyan.

Tak sampai di situ saja dirinya memukul pipi dan wajah Zayyan.

Devano menepuk-nepukkan kedua tangannya seperti tengah membersihkan debu yang mengotori tangannya.

Devano duduk diatas tubuh Zayyan yang terkulai tak berdaya.

Bugh!

Devano memukul pangkal hidung Zayyan hingga mengeluarkan darah.

Devano menarik kerah baju Zayyan lalu menatap Zayyan dengan senyum semringah yang terukir di bibirnya.

"Harus lo yang menjauh dari Lyana! Punya hak apa lo? Pacarnya lo? Atau lo pengen jadi penghancur hubungan gue sama Lyana?" Pekik Devano.

Bugh!

Devano melepaskan cengkraman tangannya dari kerah baju Zayyan, dan mendorong kepala Zayyan kuat hingga terbentur tanah.

Zayyan meringis merasakan sakit di sekujur tubuhnya, terutama dibagian kepalanya.

"Lo gak perlu tau apa rencana gue, yang jelas lo cuma perlu berhati-hati gue bisa bertindak kapan aja dan semau gue." Ujar Devano.

"Jagain Lyana, masa jagain bocah beg0 doang lo gak bisa?" Lanjutnya lalu menyinggung Zayyan dengan senyuman.

Setelah mengatakan itu Devano langsung pergi meninggalkan Zayyan yang tergeletak tak berdaya.

Perih dan sakit harus Zayyan rasakan saat ini, tubuhnya seakan remuk tenaganya hilang begitu saja.

Bahkan hanya untuk sekedar bangkit dari tidurnya saja seperti sangat sulit.

Zayyan mendengar suara candaan yang seperti ia tau siapa pemilik suara itu.

"To-tolong."lirih Zayyan saat orang itu sudah deket dengan posisi taman belakang sekolah.

"Zayyan!" Luna terpenjat kaget saat melihat Zayyan tak berdaya, Arlan dan Mahen yang mendengar teriakan Luna langsung mengedarkan pandangannya dan ia melihat sahabatnya yang tergeletak.

Tanpa basa-basi ketiga remaja itu langsung berlari menghampiri Zayyan, ketiga remaja itu seketika dibuat panik oleh keadaan saat ini.

"Zayyan lo kenapa?" Tanya Luna gadis itu tampak panik melihat kondisi sahabatnya saat ini.

Zayyan terbatuk-batuk, "G-Gue ga-gakpapa, t-tadi Devano ngehajar g-gue." Itu ucapan terakhir sebelum akhirnya Zayyan tak sadarkan diri.

*****

Ketiga remaja itu menatap senduh cowok yang terbaring lemah diatas brankar itu.

"Ini gak bisa dibiarin gitu aja! Gue gak terima Zayyan jadi kayak gini, gimana pun caranya gue harus ngebales ini semua gue gak peduli kalau nantinya bakalan berurusan sama pihak kepolisian." Arlan membuka percakapan.

"Emang kayaknya kali ini perlu kita bales tuh orang biar gak semenah-menah." Balas Mahen mengangguk setuju dengan ucapan Arlan.

"Jangan kayak gitu, Lyana sekarang ada di pihak Devano." Ujar Luna mencoba menenangkan keduanya.

"Tapi Lun, ini udah gak bisa dibiarin lagi gue gak bisa liat Zayyan kayak gini Lun." seloroh Arlan menatap Zayyan yang terbaring lemah.

"Iyah, gue tau kok tapi dengan kalian kayak gitu itu gak bakal nyelesain masalah." Sahut Luna.

"Gue gak tau depannya persahabatan kita gimana, tapi gue harap kita harus saling percaya satu sama lain jangan sampe ada ke retakan di persahabatan kita." Ucap Luna tersenyum kearah Arlan dan Mahen.

*****

Plak!

Pipi Lyana tertoleh ke samping saat Luna menamparnya dengan keras.

Perasaan sedih, marah, kesal bercampur jadi satu dalam diri Luna.

Lyana memegangi pipinya yang terasa panas, dirinya menatap tajam Luna.

"Maksud lo apa? Belum puas lo nyari masalah sama gue dikelas?" Pekik Lyana dengan sorat mata yang memperlihatkan kebencian.

"Hebat yah lo, semua ini gara-gara ulah lo Zayyan jadi babak belur! Bahkan dia sampe gak bisa bangun! Ini semua gara-gara ulah cowok brengs*k yang selalu lo pertahanin itu." Bentak Luna penuh penekanan.

Dirinya mengambil ponselnya dan memperlihatkan Zayyan yang tengah tertidur di atas brankar, dengan wajah yang penuh luka.

Lyana yang melihat itu seketika kaget, dirinya langsung merampa ponsel Luha dari genggamannya.

Matanya kini seakan perih dan panas saat melihat foto itu, tanpa Lyana sadari satu cairan bening berhasil lolos melewati kelopak matanya.

"Kalau udah kayak gini baru mau nangis? Kemana lo yang dulu peduli sama kita? Yang selalu ngeutamain kita? Kemana Lyana yang dulu gue kenal," ucap Luna penuh penekanan.

Lyana hanya diam tak menjawab ucapan Luna, dirinya masih tak percaya dengan apa yang di lihat di dalam ponsel milik Luna.

Lyana menunduk dirinya merasa sangat amat bersalah saat ini, ia tak menduga jika Zayyan akan seperti ini.

"Lo jahat banget na, setidaknya kalo lo gak suka sama Zayyan jangan kayak gini." Ujar Luna mengepal kedua tangannya.

"Gue gak tahu perasaan tante Clara setelah ini semua, pasti dia sedih banget karena anak yang dia sayangin kayak gini." Jelas Luna.

Luna mengkhawatirkan Clara akan marah karena kondisi Zayyan saat ini, dan sampai saat ini mereka belum memberitahu Clara tentang kondisi Zayyan.

"Hubungan persahabatan kita jadi retak gara-gara lo dan cowok si4lan itu!" Pekik Luna.

"Andai lo orangnya gak gampang ketipu pasti sampe saat ini hubungan persahabatan kita lancar-lancar aja dan Zayyan gak mungkin jadi kayak gini." Lanjutnya.

"Diem lo! Lo jangan sok tau jadi orang, lo kalau gak tau apa-apa mending diem." Ucap Lyana dengan nada tinggi.

"Lo beg0 gampang dibodohin, gak heran si udah di sakiti berkali-kali tapi masih tetap aja nerima emang dasar budak cinta."sahut Luna dirinya tertawa cukup kencang.

Setelah mengatakan itu Luna pergi begitu saja meninggalkan Lyana, Lyana menatap kepergian Luna dengan sorot mata penuh kesedihan.

Kali ini persahabatannya tengah diambang batas karna dirinya, hubungan persahabatan mereka yang dulunya saling melengkapi sekarang hancur begitu saja.

Bugh!

Lyana memukul tembok dengan kencang, tak cukup disitu dirinya juga beberapa kali memukul kepalanya.

Ia selalu mengumpat kata BODOH dalam hatinya.

"Argh! Sialan! Kenapa semuanya jadi kayak gini!" Pekik Lyana kencang.

Tangan yang dulunya bersih dan mulus kini, memerah dan sedikit mengeluarkan darah.

Lyana tak memperdulikan kondisi tangannya saat ini, ia terus memukul tembok itu tanpa jeda sampai akhirnya dirinya terjatuh.

Kedua tangannya memeluk lututnya erat-erat, dirinya takut sesuatu yang buruk terjadi pada Zayyan.

Matanya kembali mengeluarkan air mata, ia masih tak percaya dengan kondisi Zayyan saat ini.

Tanpa Lyana sadari sedari tadi gerak-geriknya diperhatikan oleh seseorang.

Orang itu mengukir senyum saat melihat kondisi Lyana saat ia.

"Easy, satu misi udah selesai tinggal lanjutin yang lainnya."

𝐁𝐞𝐫𝐬𝐚𝐦𝐛𝐮𝐧𝐠...

When Am I Happy [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang