9|Menjenguk Pemandu

38 15 6
                                    

Ingat ya dari peliknya semesta kamu masih ada peluk yang siap menenangkan, aku.

***

Ketika demam perasaan apa yang paling mengganggu selain tubuh lemas dan tenggorokan sakit merasa kesulitan menelan? Ya, tepat sekali. Perasaan tak nyaman itu adalah hidung tersumbat yang membuat kita kesulitan bernapas dengan nyaman.

Pandu mendengus, meraih kotak tisu di dekatnya dan mulai menutup hidung untuk mengelurakan ingus. Masih berusaha untuk bernapas meski rasanya sangat tersiksa. Pria itu bersandar pada kepala kasur, tubuhnya terbalut selimut dengan rambut acak-acakan khas bangun tidur. 

Melirik sekilas pada jam dinding yang menunjukkan pukul 09.00, saat ini rumahnya sudah sepi. Hanya tingga ia sendiri sementara orang tuanya sudah berangkat kerja pagi tadi. Pandu meraih ponselnya, memeriksa sejenak pesan masuk tapi tak ada satu pun pesan dari Bintang. Padahal dia menaruh harapan besar terhadap gadis itu.

"Ck lagi istirahat kali ya? Bukannya bales pesan gue, lo kemana sih? Nggak tau apa Bi gue khawatir." monolog Pandu sembari meletakkan kembali ponselnya. Dia termenung sejenak, sebelum kemudian memutuskan untuk melanjutkan tidur. Ya, itung-itung memulihkan energi sembari menunggu kabar dari Bintang.

"Bunda?" panggil Pandu pelan, membatalkan niatnya untuk kembali berbaring. Tadi, tuh Pandu udah mau membenarkan selimut dan posisi tidur yang nyaman tapi mendengar suara aneh dari arah jendela Pandu jadi merasa terdistrak. Entah kenapa tiba-tiba malah merasa waspada.

"Ini nggak mungkin ada hantu di jam sembilan pagi kan?"

"Atau pencuri ya?" bisik Pandu memeluk selimut yang menutupi tubuhnya dan menatap horor ke arah jendela yang sekarang justru terlihat bergerak seperti di gedor dari arah luar. 

"Siapa?" 

Hening tak ada jawaban.

"Itu Bunda bukan, atau Ayah ya? Jangan jahil deh!" peringat Pandu tapi masih tak ada jawaban, hanya dibalas suara gedoran yang semakin kuat.

Pandu menelan ludah, meraih tongkat bisbol di sudut kamarnya dan tampak bergerak dengan tubuh gemetar menuju jendela. Seketika disat seperti ini dia melupa pada kepala pusing dan hidung tersumbatnya.

Pandu semakin gemetar, ketika membuka tirai coklat dan menyisakan bayangan sosok perempuan dengan rambut tergerai tampak memukul kaca jendela. Tak ada wajah yang bisa Pandu lihat dengan jelas karena jendela itu masih tertutup tirai putih.

Jantung Pandu berdebar hebat, menggenggam tuas kunci jendela, sementara satu tangannya mengakat tongkat bisbol untuk antisipasi jika mendapat serangan.

"WHA!" pekik sesorang ketika jendela terbuka dan tirai putih tersingkap.

Tak seperti yang Pandu rencanakan, dibanding memukul sosok yang muncul  pria itu justru lari tunggang - langgang kearah kasur sembari memeluk tongkat bisbol dengan tubuh gemetar.

Pandu hampir terkencing dicelana saat itu, sampai ketika matanya terbelalak mendengar suara tawa yang tak asing dari arah jendela. Dia bangkit dengan jantung yang masih berdebar hebat menatap marah pada sosok yang sibuk tertawa sembari bersandar pada kusen di jendela kamarnya.

"Bintang?"

"Lo ngapain sih Bi di sana? Lo bikin gue kaget tau nggak!" keluh Pandu yang kini terduduk lemas sembari bersandar pada pinggiran kasur.

"Habisnya, gue tekan bel nggak ada yang bukain, yaudah gue manjat. Eh jendelanya malah dikunci, ya gue gedor lah." sahut Bintang santai sembari melompat masuk membuat Pandu misuh-misuh sendiri dalam hati.

Astrophile|Sudah TerbitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang