16|Bertemu Bapak

19 8 0
                                    

Dibandingkan melegakan

perasaan canggung , jauh lebih mendominasi.

***

Melegakan? Sepertinya suasana hati Bintang masih terlalu resah. Oke mungkin sudah ada beberapa hal yang berhasil bebas dari pikiran Bintang, tapi beberapa pikiran buruk sekarang mengendap tanpa sadar.

Membuat Bintang bingung harus bertindak seperti apa, rasanya aneh sekali. Bintang akui dia benci tentang kebenaran bahwa ada sosok bernama Renjana berada diantara dirinya dan Pandu, namun kalau ditanya alasan mendasar tentang amarahnya Bintang jelas kalah. Dia benci mereka berdekatan, tapi mengungkapkannya seperti tadi membuat ia merasa buruk dihadapan Pandu.

Bintang tak ingin berkilah, ia merasa terganggu akan keberadaan Renjana. Meski nyatanya setelah berhasil menguasai penuh emosinya Bintang habis merutuki diri, diam-diam tumbuh bisikan lain di telinganya.

Bisikan random, tentang apa mungkin mitos yang teman-temannya ucapkan benar adanya? Mitos bahwa, pria dan wanita tak bisa jadi sekedar teman.

Aish, sekarang Bintang bahkan bingung harus bersikap seperti apa di depan Pandu. Ingin menjauh, tapi manusia menyebalkan ini bahkan menguntitnya sejak tadi. Sementara tiap kali berusaha bersikap biasa, Bintang selalu kalah pada binar di mata Pandu yang mengingatkannya lagi dan lagi. Membuat Bintang ingin mengubur dirinya hidup-hidup sekarang.

"Bi... gue nebeng ya, Bunda nggak jadi jemput nih." Ucap pandu membenarkan posisi ransel dan membuntuti Bintang yang kini telah siap dengan helm di kepalanya.

Dasar Pandu si cowok nggak peka, nggak bisa gitu dia kasih Bintang sendiri dulu? Kasih Bintang jeda, supaya dia bisa berpuas-puas diri merutuki perilakunya hari ini yang memalukan, sebentar saja. Bintang tuh cuma pengen melampiaskan perasaan gengsi yang sedari pagi misuh-misuh di kepalanya.

"Eggak lo balik sendiri aja! Taksi banyak, jangan kayak orang susah." Pekik Bintang cuek hendak melajukan motor sementara Pandu mencegat dengan berdiri di depannya.

"Kelamaan Bi, keburu hujan nih. Yang ada nanti gue sakit lagi, lo nggak kasihan?"

Bintang menghela napas sebal, "Enggak, suruh Bunda lo aja yang jemput!"

Pandu tersenyum, jadi merasa bersalah tiba-tiba. Tadi tuh sebenarnya Bundanya ada kirim pesan mengabari Pandu bahwa dia akan datang menjemput, tapi emang dasarnya aja Pandu modus mau berduaan sama Bintang jadi deh dia bohong bilang ada kelas tambahan.

"Bunda sibuk Bi."

"Lagian juga kan biar gue bisa sekalian balik bareng lo kali, gue nggak enak aja biarin lo balik sendiri. Nanti gue digebet si Renjana lo nangis lagi." Ujar Pandu tanpa sadar membuat Bintang mendelik diakhir kalimat.

Bintang memutar bola matanya malas, menatap sebal pada Pandu yang hanya tersenyum menampilkan deretan gigi rapinya disertai kedua tangan yang menyatu membentu tanda memohon.

"Ck yaudah nih, lo aja yang bawa!" Putus Bintang merasa jengah dan memutuskan mengalah, melemparkan kunci motor yang ditanggapi cepat oleh Pandu.

Sementara Pandu merekah naik ke atas motor, Bintang terlihat bergumam tapi tak ayal menyembunyikan senyum tipis mengambil posisi duduk memeluk Pandu dari belakang.

Ini aneh, Bintang jelas bergetar di hatinya. Ia merekah, antara malu, bersemangat dan merasa gemas di waktu bersamaan.

Sialan Bintang, ayo kuasai dirimu nak.

***

Sudah lama sekali Pak Kardi tidak merasakan perasaan ini. Perasaan bosan, tak sabar dan sedikit was-was menanti kehadiran putrinya yang tak kunjung datang padahal waktu sudah menunjukkan petang. Masih mencuri pandang kearah jam dinding, Pak Kardi terlihat bangkit ke pintu utama dengan langkah sedikit tergesa mendengar suara kendaraan mendekat.

Astrophile|Sudah TerbitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang