Sesulit memberikan kesempatan kedua, sesulit percaya pada pembuat luka.
***
Bintang tak mengerti, sekarang dirinya sudah boleh senang karena merasa diperhatikan, atau harus berhati-hati karena bisa saja yang Ayahnya lakukan adalah bentuk dari jebakan yang disusun dengan maksud buruk? Siapa yang bisa menjamin kalau benalu tua itu tak akan mengambil keuntungan. Bisa jadi kan setiap tindakan yang dilakukan memiliki maksud tertentu?
Seperti berusaha mengambil atensi lebih, agar orang-orang simpati tersentuh lalu membunuh harapan mereka dengan bengis. Lagi...
"Papa nggak suka ya Bi, kamu dekat sama anak itu. Bocah berandal, pasti dia yang bawa pengaruh buruk pada kamu." ujar sang Ayah membuat Bintang mendecih.
Ingin rasanya Bintang tertawa dan berteriak keras-keras ditelinga pria itu tentang siapa orang yang berpengaruh paling buruk di hidupnya supaya pria tua di belakang dirinya sadar betapa menjijikkannya dja jika dibandingkan dengan malaikat baik seperti Pandu.
"Bintang kamu dengar Papa kan? Mulai besok, kamu jangan temenan sama dia lagi!"
Bintang menghentikan langkah, menatap sang Ayah dengan tawa sumbang. Pria tua ini terlalu naif atau terlalu tolol ya?
"Pengaruh buruk? Bukannya itu dari Papa ya?"
Bintang benar kan? dari beberapa chapter kemarin juga terlihat siapa tokoh paling hina di cerita ini.
"Papa bahkan nggak kenal siapa Pandu, nggak usah sok paling tahu. Buat Bintang, Pandu jauh lebih penting dari pada Papa!" sungutnya hendak berlalu tapi kalimat Ayahnya membuat gadis itu berhenti lagi.
"Otak kamu ini benar-benar sudah di cuci!"
"Kemarin kamu bolos sama dia kan? Kalian udah ngapain aja?"
Bintang meremas diam-diam ujung rok yang digunakan, jelas merasa terhina atas kalimat yang Ayahnya ucapkan. Selain busuk nyatanya manusia ini bahkan tak memiliki pemikiran yang bisa dikategorikan baik. Mungkin terlalu lama hidup di dunia gelap sampai tak bisa melihat cahaya dari kebaikan niat Pandu terhadap Bintang.
"Otak Papa tuh yang perlu dicuci, isinya cuma kotoran doang,"
"lagian udahlah, nggak usah ngurusin aku deh! Papa urus hidup sendiri aja masih belum bener. Nggak usah sok jadi panutan."
"Bintang!" Bintang menulikan telinga, kali ini bergerak lebih cepat menuju kamarnya dan menutup pintu hingga terdengar bunyi yang cukup keras.
"Orion di bully di sekolahnya."
Bintang pikir akan berhasil menulikan telinganya, tapi salah. Ucapan Ayahnya nyatanya terdengar lebih jelas, terlalu tajam dan menusuk.
Bintang membuka pintunya, berdiri dengan tatapan serius sementara sang Ayah masih menampilkan raut sengit, "Papa nggak usah aneh-ane ya!"
"Kamu nggak tau kan? Kamu bahkan nggak tahu kalau adik kamu hampir di telanjangi dan videonya disebar ke satu sekolah."
"Kamu nggak tahu karena selama ini kamu sibuk pacaran sama si Pandu-Pandu itu!"
"Papa bohong." Teriak Bintang, merasa tak percaya akan apa yang ia dengar.
Anak sebaik Orion, mana mungkin bernasib begitu malang. Anak setulus itu, bagaimana bisa diperlakukan jahat oleh semesta?
"Papa lihat sendiri Bintang. Papa lihat apa yang mereka lakukan pada Orion!" Ujar Ayahnya dengan nada melemah mengingat kembali susunan peristiwa buruk yang menimpa Orion.
KAMU SEDANG MEMBACA
Astrophile|Sudah Terbit
Teen FictionKenapa harus langit? Karena di sana bintang hidup. *** Pandu Bagaskara memiliki keinginan besar untuk menjadi langit bagi gadis yang paling dicintai. Ingin jadi tempat Bintang bersinar katanya. Padahal sekeras apapun Pandu mencoba, menjadi langit u...