Yang dicinta mengkhianati, yang diusahakan sia-sia.
Kurang parah apalagi?
***
Semesta jahat ya, memaksa kita berusaha tapi sendirinya selalu mematahkan kaki-kaki harapan, Semesta meminta kita bangkit, padahal baru selangkah maju sudah dilemparnya tubuh kita jauh ke belakang. Terbentur ekspektasi, remuk hancur dibunuh realita.
Lalu selanjutnya apa?
Pak Kardi masuk dengan tergesa, menyusuri koridor rumah sakit dengan hati yang hancur. Penampilannya kacau, binar senyumnya pagi tadi meredup disekap rasa takut.
"Mama selalu bilang, kan? Jagain adik kamu Bi, kamu kalau memang merasa terbebani bilang sama mama. Jangan sakitin adik kamu."
"Kenapa sih Bi, kamu nggak pernah bisa diandelin? Kamu selalu seenaknya sendiri!"
Pak Kardi mematung, matanya memanas menatap banyaknya manusia yang kini berdiri di depan unit gawat darurat namun netranya fokus pada sosok Bintang, Pandu dan sang Istri di pojok ruangan.
Pak Kardi menyeret langkahnya pelan, memaksa hatinya yang tertatih untuk tetap tegar. Akalnya dipaksakan sehat ditengah mentalnya yang nyaris gila. Suasana ini terasa Dejavu, sama seperti masa yang ia lewati sebelumnya, entah nyata atau kilas balik ketakutan yang Pak Kardi rasakan masih sama. Ketakutan apakah setelah ini masih ada jalan keluar untuk membawa keluarganya pulang dengan utuh?
"Bintang..." Pak Kardi melirih, suara seraknya bahkan nyaris tak terdengar.
Bintang yang sejak tadi terpojok disebelah Pandu semakin melemah, penampilannya kacau dengan tubuh basah mata bengkak dan sisa darah milik Orion di seragamnya.
"Bintang nggak sengaja pa..."
Pandu yang sejak tadi membisu, tampak mengeratkan genggman pada tangan Bintang. Niat ingin membela memuncak tapi sadar tak bisa apa-apa, Pandu hanya memasang timer waspada, takut-takut kalau mereka melayangkan pukulan. Tapi yang buruk dikira, tak selalu sama seperti realita kan?
"Pulang ya nak, kamu ganti baju, mandi abis itu makan. Orion biar papa sama Mama yang jaga, kamu pasti lelah kan?" Bintang menatap sang Ayah dengan tatapan sendu, tangisnya pecah lagi.
"Mas-"
"Nyalahin Bintang nggak akan bikin semuanya langsung membaik, kita semua sama. Kita gagal jaga Orion!" Potong pak Kardi cepat membuat Ibu Bintang langsung mengusap wajah.
"Terus gimana sekarang kita mau dapat uang dari mana? Orion baru masuk sekolah, belum lagi biaya ujian Bintang, gimana cara kita lunasin tagihan rumah sakit?"
"Kalau aja Bintang bisa jagain adiknya, ini nggak akan kejadian kan?"
Pak kardi membisu, permasalahan uang adalah penyakit kronis dalam hubungan keluarga mereka. Bahkan setelah banyak usaha, faktor ekonomi selalu berhasil mencuri senyum.
"Om, Tante... maaf saya tidak bermaksud lancang. Tapi jika om dan tante berkenan, saya bisa coba sampaikan ke Ayah dan Bunda untuk bantu biaya rumah sakit Orion."
Pandu tergugu, merasa kikuk sekaligus takut jika kalimatnya akan menyinggung. Sementara Bintang menangis pak Kardi hanya bisa mematung, dia mengulas senyum tipis masih berusaha menguasai diri.
Rasanya tidak adil, jika sebelumnya ia begitu membenci Pandu tapi malah memberatkan hal sebesar ini. Lagi pula dia terlalu muda, meminta pertolongan pada keluarganya mungkin bukan hal yang salah tapi itu pasti akan membuat Bintang merasa tak nyaman karena harus berhutang budi pada sahabatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Astrophile|Sudah Terbit
Teen FictionKenapa harus langit? Karena di sana bintang hidup. *** Pandu Bagaskara memiliki keinginan besar untuk menjadi langit bagi gadis yang paling dicintai. Ingin jadi tempat Bintang bersinar katanya. Padahal sekeras apapun Pandu mencoba, menjadi langit u...