b. sedekat nadi

440 30 0
                                    

"oke teman-teman kita sampai di rest area. sekarang bisa ke kamar kecil dulu atau kalau mau beli jajanan silahkan, lima belas menit ya."

arahan dari dosen pembimbing didengarkan seksama oleh seisi bus. beberapa mulai turun dan berbisik-bisik hendak membeli camilan apa.

"chan, popmie yuk," ajak renjun pada haechan yang sedang merenggang kan badan di kursinya, "ayok."

tawaran renjun soal popmie disambut baik oleh haechan yang kini sudah berdiri di depan etalase yang memamerkan berbagai jenis popmie.

"ayam bawang satu, minumnya saya bawa sendiri."

haechan bukan anak bodoh yang tak paham kalau harga makanan di rest area tentu seluruhnya sudah di mark-up. pemanfaatan dan manipulasi harga di ruang publik seperti ini wajar terjadi dengan alasan sulitnya nanti jika susah kembali melanjutkan perjalanan, belum tentu akan ada yang menjual makanan dan minuman di depan sana, maka haechan disini hanya untuk menghargai itu meskipun isi dompetnya mulai mengalami kemarau ringan, padahal belum setengah perjalanan.

salahkan dirinya yang malas pergi ke supermarket untuk bekal perjalanannya.

"gak habis pikir gue chan, ini harganya delapan belas ribu. kalau di kantin kampus udah dapet lengkap pake telur sayur sama air mineral satu," protes renjun sambil meniup kuah yang asapnya masih mengepul.

haechan mengangguk setuju pada seruputannya yang pertama, "tapi wajar gak sih?"

"enggak."

sulit bicara dengan renjun yang terlalu bersikukuh pada pendiriannya, apa yang menurutnya di luar nalar ya seperti itu adanya.

"tapi kan njun, mereka juga manfaatin peluang yang ada. mereka tahu yang lewat pasti orang mampu dan mampu beli popmie yang disetarakan sama samyang."

renjun mendecak sebal, ia dan haechan adalah sama dengan. satunya egois, satunya juga sama. satunya keras kepala, maka satunya juga kepala batu.

"udah ya, makan ya. jangan dipikirin usaha orang. cepet dimakan ya anak pinter sebelum mienya makin lebar," pinta renjun berlagak seperti ibu-ibu yang mulai jengkel sama tingkah anaknya.

"cih."

beberapa bus milik kampus mulai berjejer dan terpakir di jarak yang berdekatan. para mahasiswa mulai berdatangan ke area dimana haechan dan renjun menikmati seruputan popmie hangat disela cuaca yang mulai terasa dingin.

mark turun dari busnya seorang diri dan menuju ke arah satu warung kecil, hendak mencari permen jahe dan hansaplast, tenggorokannya agak sakit dan jarinya sedikit perih akibat tadi terlalu banyak dipinta bernyanyi dan bermain gitar.

mark konser amal dadakan.

hanya dibayar dengan tepuk tangan dan saweran sepuluh ribu dari dosen pembimbing busnya.

"bu, ada permen jahe sama hansaplast satu lembar?" tanya mark pada pemilik warung.

"ada mas, tunggu ya."

tak lama pemilik warung kembali dengan satu plaster dan satu bungkus sedang berisi lima permen jahe, "sepuluh ribu."

lalu tanpa berpikir panjang mark langsung memberikan selembar uang sepuluh ribu pemberian sang dosen pembimbing pada si pemilik warung dan berjalan sembari membuka plaster ke arah kursi yang kosong.

tanpa mark ketahui, ada mata yang sedari tadi mengekori pergerakannya. bukan terkejut dengar harga hansaplast dan permen jahe, tapi terkejut karena kakak tingkatnya kini berdiri di dekatnya sedekat nadi.

kali ini gak ada quotes karena haechan terlalu speechless.

- the beautiful creatures -

the beautiful creatures | markhyuckTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang