SEPUCUK surat diterima Karina di awal senja. Surat bersampul coklat itu menyerupai surat dinas sebuah kantor. Tapi karena tanpa kop surat dan cap, maka jelaslah bahwa surat itu datang dari seseorang. Pak Pos menyerahkan surat berperangko kepada Milla sekitar pukul satu siang. Tapi jatuh ke tangan Karina di awal senja, yaitu ketika Karina pulang dari tempat kerjanya sebagai sekretaris sebuah advertising.
"Dondy...Uuuh...!" Karina mendesah kesal setelah membaca si pengirim surat. Terbayang seraut wajah pria muda yang menjadi manager program di kantornya.
Karina jadi malas untuk membuka surat itu dan membacanya, sebab ia tahu isinya pasti hanya sebuah canda konyol gaya si hitam manis Dondy itu. Ada senyum geli di hati Karina saat melemparkan surat itu di meja kamar tidurnya, karena terbayang canda lucu yang sering ditebarkan seenaknya oleh Dondy di antara teman-teman sekantornya.
"Tumben Dondy main surat-suratan segala denganmu. Ada maksud apa sih? Apa dia naksir kamu, Rin?" tanya Milla adiknya yang terpaut 2 tahun lebih muda darinya.
Karina menjawab dengan nada menggerutu tak serius. "Aah, kerjaan orang konyol aja dipikirin. Gue sama Dondy nggak ada hubungan apa-apa. Dondy kan udah punya cewek sendiri. Sophie, salah satu model iklan kami."
Karina bergegas ke kamar mandi. Tak berselera untuk membuka surat itu. Tapi Milla yang sudah kenal Dondy dan pernah bertemu beberapa kali dengan si tampan berkulit gelap itu agak penasaran, ia curiga terhadap isi surat itu, karena saat menerima surat itu tangannya tiba-tiba gemetar dan hatinya berdesir-desir aneh. Sekalipun demikian, Milla masih tidak berani membuka sendiri surat yang ditujukan kepada kakaknya itu. Ia mendesak Karina agar segera membuka surat dan ingin ikut membacanya, namun Karina nyaris tak mau peduli dengan surat tersebut.
"Buka aja sendiri kalau kamu mau tahu kekonyolan si Dondy!" kata Karina saat sebelum masuk ke kamar mandi.
"Bener nih? Jangan marah kalau suratmu ku baca keras-keras ya?" seru Milla sambil bergegas ke kamar kakaknya. Tak terdengar seruan Karina melarang apa pun, sehingga Milla merasa benar-benar diizinkan membuka dan membaca surat dari Dondy itu.
Waktu itu petang mulai datang, langit suram, dilapisi mendung menghitam. Angin saja berhembus cepat, menaburkan hawa dingin yang terasa aneh namun sulit diuraikan dengan kata bentuk keanehannya itu. Milla tak pedulikan cuaca ganjil tersebut. Ia membuka sampul surat dibawah lampu meja kerjanya Karina. Hatinya berdebar kembali. Mungkin karena ia pemah menyimpan perasaan suka alias naksir kepada Dondy, sehingga desiran di hatinya timbul tanpa diinginkan sebelumnya.
"Lho...! Kok kayak gini sih?!" sentak Milla dengan mata menatap tajam-tajam lembaran kertas surat yang diambil dari sampul coklat tersebut.
Hati mengalami sentakan rasa kaget walau tak terlalu besar, karena kertas surat yang berwarna putih kusam itu bertuliskan huruf- huruf yang menggunakan warna merah. Melihat bentuk tulisan tak beraturan, agaknya surat itu tidak ditulis dengan tinta asli, melainkan ditulis dengan darah.
AKU SANGAT MENCINTAIMU. DATANGLAH PADAKU DAN HIDUPLAH ABADI BERSAMAKU, SEKARANG DAN SELAMA-LAMANYA.
Tentu saja dahi Milla ikut berkerut tajam, karena isi surat hanya kalimat-kalimat pendek seperti itu. Tak ada tanda tangan dan nama jelas si penulisnya. Yang ada hanyalah tanda bintang bersudut enam di bagian bawah tulisan tersebut.
"Rin...! Kariiinn...!" seru Milla dengan nada mulai cemas. Ia bukan saja heran dengan tulisan surat berdarah itu, namun juga mulai diliputi perasaan tak enak dalam hatinya. Ia ingin buru-buru menunjukkan kepada kakaknya bahwa surat itu ternyata berisi kata-kata yang mengandung kemisteriusan.
Namun baru saja Milla ingin bergegas keluar dari kamar untuk membawa surat itu ke kamar mandi, tiba-tiba suatu keanehan lain terjadi seketika itu juga. Surat tersebut tiba-tiba berasap. Aroma asapnya terhirup wangi aneh dan membuat bulu kuduk Milla. merinding. Mata gadis itu tak terpejam atau berkedip sedikitpun. Justru permukaan kertas surat ditatapnya tajam-tajam dengan detak jantung mulai semakin cepat.
"Ooh...! Kok bisa gini sih?!" Milla tersentak kaget ketika tulisan yang menggunakan darah itu tahu-tahu pudar, membaur bersama asap, lalu hilang lenyap tanpa bekas lagi. Tak setetes pun darah kering itu tersisa di permukaan kertas pucat tersebut.
Milla semakin tegang dan kebingungan. Kini bukan bulu kuduknya saja yang merinding, melainkan sekujur tubuh gadis itu bagaikan dirayapi ribuan semut yang melintas cepat dalam sekejap.
"Ihh! Surat apaan ini?!" Ia melemparkan kertas yang sudah tak bertuliskan lagi itu kemeja sambil tersentak mundur. Wajah cantiknya semakin jelas dikuasai oleh perasaan takut yang membuat napasnya terasa berat dihela.
Bukan hal yang mudah membuat Karina percaya dengan misteri surat gaib itu. Apalagi Karina bukan perempuan yang mudah mempercayai hal-hal berbau mistik. Meski usianya sudah mencapai 28 tahun, tapi Karina masih belum bisa
menerima kenyataan tentang adanya mistik ataupun gaib di sekitar kehidupan manusia. Maka terjadilah perdebatan sengit antara kakak dan adiknya yang ngotot sekali mempertahankan penglihatan ganjilnya tadi."Mana mungkin tulisan bisa hilang sendiri! Mana mungkin Dondy menulis surat memakai, darah! Yang bener aja kamu, Mil! Jangan membuat tingkah si Dondy semakin konyol dengan keterangan gilamu itu!" kecam Karina yang seolah-olah tidak peduli namun sebenarnya menaruh curiga atas penjelasan ganjil adiknya itu.
"Coba deh kamu telepon Dondy dan tanyakan sendiri padanya. Desak dia kalau nggak mau mengaku, atau aku sendiri yang akan mendesaknya agar mengakui bahwa dia telah menulis surat yang isinya seperti kukatakan tadi dan ditulisnya menggunakan darah!"
Tentu saja penjelasan gaib itu sulit dipercaya oleh Karina, sebab ketika pada akhirnya Karina menelepon Dondy, pemuda berhidung mancung itu tak mengaku sebagai pihak yang telah mengirimkan surat kepada Karina.
"Sumpah mampus tujuh turunan deh, aku nggak bikin kekonyolan kayak gitu, Rin! Memangnya aku ini kurang kerjaan! Mendingan aku sibuk di internet daripada bikin kekonyolan kayak gitu!"
Karina sendiri kehabisan akal mendesak Dondy agar mengaku, tapi Dondy memberi keterangan sejujur-jujurnya bahwa ia tidak mengirimkan surat apa pun kepada Karina. Kata-kata Dondy semakin sulit dicurigai sebagai kebohongan, Karina merasa apa yang dikatakan Dondy sudah merupakan suatu pengakuan yang benar dan sulit disangkal lagi. Maka kecurigaan pun berpindah kepada Milla Karina menganggap Milla telah memberikan penjelasan palsu yang direkayasa dengan tujuan ingin menyaingi kekonyolan si penulis surat tersebut. Milla mendesah kesal, ia tak mampu lagi membuat percaya sang kakak. Akhirnya ia merasa tak perlu memperdebatkan persoalan itu.
"Cukup aku sendiri yang mempercayainya!" ujarnya dengan suara menggerutu dan meninggalkan kamar kakaknya setelah terdengar suara sang mama memanggilnya dari kamar lain.
****
KAMU SEDANG MEMBACA
57. Asmara Mumi Tua✓
ParanormalSilahkan follow saya terlebih dulu. Serial Dewi Ular karya Tara Zagita 41 Heboh tentang munculnya kiamat di akhir tahun telah membuat siapa pun merasa penasaran, termasuk Niko yang sengaja menemui Kumala Dewi untuk menanyakan kebenaran ramalan para...