Bab. 9 : Perginya Blaze

892 126 21
                                    

#Disarankan sambil mendengarkan musik ["Sahabat kecil"— Bentrand peto] agar dapat lebih menghayati :)

•••

(Lagu dimulai)

"Hei, Solar. Jika suatu hari kau dapat memilih untuk hidup normal, apa yang akan kau lakukan?"

Ujar sebuah suara entah darimana, suara lembut penuh kasih sayang mulai menyapaku di dalam ruang putih hampa nan luas ini.

Suara ini... Apakah ini tuanku yang asli?

Aku terus berlari menyusuri ruang ini, hingga aku menemukan diriku yang sedang duduk di atas rumput bersama tuanku. Ya, ini adalah kepingan memoriku, dan ini adalah saat dimana tuan dan aku sedang berbincang-bincang di dalam dimensi elemental. Terlihat sesekali diriku terkekeh pelan dan tuanku yang tertawa lepas, lalu tak lama kemudian kenangan itu menghilang bagaikan abu.

"Mau sampai kapan kau di sini?" tanya seorang anak dengan manik Silver dari arah belakangku.

Orang itu adalah aku, tidak-- lebih tepatnya dia adalah Solar dari dunia ini.

"Bukankah kau punya hal yang lebih penting daripada mengenang masa lalu?" Ujarnya lagi.

Dia menatapku dengan tatapan agak sebal, lalu berkata, "aku sudah memberikan separuh hidupku, dan semua itu agar kau bisa menyembuhkan Blaze."

"Aku tau."

"Kalau begitu cepat gunakan kuasamu dan sembuhkan dia!"

Mendengar kata itu, aku langsung merasa emosi. Sejauh ini tuanku sendiri tidak pernah berkata seperti itu, bahkan saat melawan kapten Vargoba, aku tidak dipaksa untuk keluar agar dapat mengalahkannya, dan justru membiarkan diriku memilih kapan waktunya ingin keluar.

"Tidak semudah itu, aku harus mengujinya dulu pada makhluk lain. Dan jangan seenaknya memerintah diriku seperti itu!" ujarku kesal.

Dia hanya menghela nafas panjang lalu duduk di atas lantai putih, dan sesekali melirikku lalu membuang tatapannya ke arah lain.

"Maaf, aku ga bermaksud begitu. Hanya saja aku terlalu khawatir padanya, kau sendiri sudah tau tentang kondisinya kan?"

"Tentu, tapi terburu-buru juga tidak bagus. Berjalan lah sambil berlari, tetap bergerak cepat tanpa harus terburu-buru. Itulah moto hidupku."

Sejenak dia terdiam lalu tersenyum bangga ke arahku, "aku tidak tau, diriku yang lain bisa sebijak ini."

"Apa kau baru saja menyindirku?"

"Tidak, hanya saja... Yang selalu ku lihat sejak kau datang kemari, kamu lebih sering terlihat sedih daripada ekspresi lainnya."

"Hei, aku juga masih punya hati nurani. Apa kau pikir aku bisa bersenang-senang begitu saja, setelah tau kalau aku baru saja mengambil hidup seseorang?"

"Hahaha... Iya deh, maaf."

Mau berapa kali aku perhatikan dia, sekilas mungkin terlihat mirip. Tapi, jika diperhatikan lebih teliti, dia memiliki sedikit kepribadian yang berbeda dariku, diriku yang lain terlihat lebih bahagia dan penyayang.

Mungkin itu karena didikan yang kami terima berbeda, dia terdidik dengan baik dan memiliki saudara yang membantu pertumbuhannya. Sedangkan aku, tumbuh seorang diri selama beratus tahun lamanya, dan baru mengenal arti sebuah kehidupan belum lama ini. Jadi tidak heran, jika dia terlihat agak berbeda dariku.

"Baiklah, sudah waktunya untukmu bangun dan juga, tolong jaga saudaraku ya."

Tak lama kemudian cahaya di belakangnya bersinar terang dan aku pun kembali ke duniaku, maksudnya dunia dirinya.

SANG MENTARI [END S.1]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang