Bab. 16 : Yang Terburuk

900 115 12
                                    

Buk

Sebuah tinju melayang tepat di wajah Vicky, Halilintar tahu itu bukan tindakan yang baik. Namun dirinya sudah tak tahan lagi dengan keberadaan mantan pembully itu.

"Vicky, apa yang kalian rencanakan kali ini, hah?" bentak Halilintar.

Vicky hanya terdiam tanpa berkata sepatah kata pun, sejak awal dirinya memang sudah pasrah dan rela dipukuli oleh anak yang merupakan korban bullying dirinya dan Carlos.

Gempa memegang bahu Halilintar, lalu menggeleng pelan. Halilintar yang baru saja hendak ingin memukul Vicky lagi, langsung mengurungkan niatnya dan memilih untuk mendengarkan keinginan sang adik.

"Lebih baik, kalian segera pergi ke tenda dan menjauh dari sini," ujar Vicky membuka suara.

"Jangan seenaknya menyuruh kami, kau hanya ingin kami pergi agar bisa membunuh Solar kan?" balas Halilintar yang masih emosi.

"Apa kau tak lihat aku sudah bertobat? Mana mungkin kulakukan."

"Daripada itu... dia benar bang Hali, jika kita terus berada di sini. Kita hanya akan jadi beban bagi Solar," relai Gempa menyudahi perkelahian itu.

Jujur saja, Gempa sendiri tak ingin memaafkan Vicky begitu saja. Tapi setelah melihat Vicky yang mencoba menyelamatkan Solar tadi, amarahnya perlahan padam. Lagian mana ada pembully yang ingin menghentikan tindakan kawannya yang tengah asik menyakiti orang, kecuali orang itu sudah bertaubat.

"Baiklah, kalau gitu kau harus ikut kami ke sana."

"Terserahlah."

•••


Wuuuussss....

Tak lama kemudian, aku akhirnya berhasil menggapai Reta'ka yang sedang mengamuk, lalu menendangnya hingga terpental jauh ke depan. Jujur saja, kakiku masih terasa amat sakit, bahkan penglihatanku sudah tak karuan dan rasanya ingin sekali tertidur.

Tapi jika tak kuhadang, dia bisa mengamuk dan membahayakan yang lainnya. Aku tak ingin hal itu terjadi, apalagi kalau sampai para kembaran dan temanku di sini sampai terluka... aku tak akan memanfaatkan diri ini.

"Hahaha... apa hanya karena berhasil membawa mereka pergi, kau pikir bisa memenangkan pertarungan ini?"

Aku hanya menundukkan kepalaku, lalu melepaskan kekuatanku untuk menetralkan serangan dadakan darinya.

"Tidak, tapi aku punya rencana."

Senyuman licik yang tadinya terlihat jelas di wajah Reta'ka, sekarang senyuman itu telah pudar dan tergantikan dengan wajah masam penuh dengan kebencian.

Lalu serangan demi serangan kembali muncul, sebelum dia bisa mengeluarkan kekuatan lagi. Aku segera berlari ke arahnya dan langsung menggunakan bela diri yang aku pelajari dari buku yang ada di dunia ini. Meski masih belum sempurna, tapi bela diri ini sudah cukup untuk mencegah Reta'ka menggunakan kekuatannya.

Bisa gawat jika dia menggunakan kekuatannya lagi, apalagi tenaga yang kumiliki saat ini sudah tinggal sedikit dan kondisi tubuhku sudah berada diambang batas.

Kakiku juga sudah tak sanggup lagi untuk berdiri lebih lama, bahkan yang bisa kugunakan sekarang hanyalah kedua tanganku untuk mencegah Reta'ka menggunakan kekuatannya.

Merasa sudah tak tahan diperlakukan seperti ini, Reta'ka menahan kedua tanganku lalu melemparku menjauh darinya.

Setelah cukup jauh dari jangkauanku, Reta'ka kembali menggunakan kekuatannya untuk menangkapku dengan jurus seperti jari bayang.

Aku berusaha menghindarnya, sayangnya tubuh ini sudah tak bisa diajak kerjasama dan akhirnya aku tertangkap olehnya.

"Argh, lepas... Lepaskan aku!" teriakku berusaha memberontak.

SANG MENTARI [END S.1]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang