Bab 39 : Unknow

1.5K 143 6
                                        

Selang 10 menit, ponsel Mala kembali berbunyi. Lagi-lagi notifikasi pesan. Nomor tadi kembali mengirim pesan kali ini bukan hanya huruf P, tapi sebuah foto. Tidak sopan memang, tidak ada ucapan salam ataupun kata hallo tapi berani mengirim foto. Segabut itukah orang yang mengirimkannya?

Meskipun dari orang tidak penting, Mala penasaran juga orang itu mengirim gambar apa. Ia tidak akan segan menghapus jika foto tersebut memang tidak penting sama sekali.

Mala menatap lekat layar ponselnya, entah dengan tujuan apa nomor itu mengirim foto memalukan seperti ini. Apakah semacam teror?. Apapun tujuannya air mata berhasil mengalir tanpa bisa Mala tahan, saat memastikan orang yang ada dalam foto adalah Raka. Yang sedang mencium seorang wanita. Wajah wanita itu tampak familiar siapa lagi jika bukan Manda.

Hati Mala baru saja membaik, tapi setelah melihat foto itu hatinya kembali terluka. Ia terisak sendiri duduk di sofa kamarnya. Raka yang sedang jauh darinya membuat Mala sedikit mempercayai foto itu. Mala berpikir jika ingin mengeluarkan dia dari kehidupannya, harusnya Raka terang-terangan supaya ia tidak berharap lebih banyak lagi.

Jujur ini sangat berat bagi Mala ketika ia harus terus mempertahankan rumah tangga yang terbilang jauh dari kata baik-baik saja.

Ujian sekolah saja sudah membuat pikirannya penuh, kali ini cobaan apa lagi untuk ujian hidupnya?

Dengan tangan gemetar, Mala memberanikan diri menghubungi nomor tersebut. Namun yang punya nomor tidak mengangkat padahal tersambung. Ia terus menghubungi nomor tersebut hingga belasan kali, tetapi hasilnya sama saja. Diusia remajanya Mala sudah harus menanggung beban yang begitu berat. Bukan tentang keluarga, bukan juga tentang harta, tapi hatinya yang terus-terusan mencintai Raka.

Mala semakin percaya keaslian foto itu ketika Raka sama sekali tidak menghubunginya.

......................

Mala menunduk di depan meja rias menatap wajah dirinya sendiri, sembab dan pucat. Karena semalaman menangis. Ia akhirnya memilih merias diri, menepuk kedua pipi dengan bedak lalu menggunakan lip tint dengan warna cerah. Sedikit membantu, kini wajah Mala tidak terlalu pucat seperti hantu.

Mala berangkat ke sekolah menggunakan mobil. Kembali dihadapkan dengan soal ujian. Sebisa mungkin ia bersungguh-sungguh dalam mengerjakan, meski pikirannya saat ini tidak bisa dituangkan penuh pada pengerjaan soal ujian karena pikiran yang sedang bercabang.

"Lo gapapa la?" tanya Dewi melihat Mala terus melamun sembari membolak-balikkan bakso yang ia pesan.

"Gue gapapa" jawab Mala tersadar lalu memakan makanannya.

Dewi terus memperhatikan gerak-gerik Mala yang sedang tidak antusias memakan salah satu makanan favoritnya.

............

Merasa badannya perlu diguyur air, Raka memutuskan untuk mandi. Selesai membersihkan diri dan berganti pakaian Raka membaringkan dirinya ke kasur. Badan pegal-pegal, itulah yang ia rasakan setelah menempuh perjalanan jauh.

Selang beberapa jam kepulangan Raka, Mala sampai di depan rumahnya. Ia sampai di rumah sore hari karena ujian sekolah yang sekaligus diselesaikan dalam waktu sehari.

"Raka udah pulang?" tanya Mala melihat mobil Raka yang sebelumnya ada di garasi sudah berada di halaman rumah.

Mala memasuki rumah, tapi tampaknya rumah masih sepi.

"Sudah pulang non??" sapa Inah melihat kepulangan Mala.

Mala mengangguk. "Apa Raka sudah pulang bi?"

"Sudah non, tuan muda ada di kamarnya"

Mala pergi ke kamar. Bukan untuk meminta penjelasan atau kalimat maaf dari Raka. Ia hanya ingin berganti pakaian lalu kembali mengerjakan tugasnya, setelah selama beberapa hari rehat dari mengurus pekerjaan rumah tangganya karena harus belajar untuk ujian sekolah.

Setelah berganti pakaian, Mala menatap sebentar Raka yang masih tertidur lalu membawa keranjang baju kotor untuk dicuci dibawah.

Satu per satu, Mala memasukkan baju kotor kedalam mesin cuci. Kegiatannya terhenti ketika melihat kemeja putih Raka. Hati Mala kembali sesak saat melihat noda lipstik di bagian kerahnya. Noda itu memperkuat prasangkanya tentang kebenaran foto yang dikirim kepadanya. Hati Mala benar-benar lelah, ia mulai ragu untuk mempertahankan kisah cinta yang tak pernah diperjelas karena sikap Raka yang terus berubah-ubah.

Meski hatinya menangis, ia tetap melanjutkan pekerjaannya. Berat, itu yang saat ini dirasakan. Mala sudah melangkah terlalu jauh dan memaksakan diri untuk mendapat sesuatu yang belum tentu bisa ia miliki.

Raka terbangun dari istirahatnya. Membersihkan diri lalu beranjak pergi.

Keduanya bersama duduk di meja makan. Keheningan yang dirasakan. Raka hanya diam membisu.

"Gimana pekerjaannya??" tanya Mala.

"Lancar" satu kata yang keluar dari mulut Raka. Sepertinya ia tidak ingin menceritakan apa saja yang terjadi di Jerman kepada Mala.

Mala mematikan lampu kamar, menggantinya dengan lampu tidur yang bersinar redup. Lalu naik ke atas kasur, memposisikan tubuh senyaman mungkin.

Sebuah cahaya ponsel seseorang  melakukan panggilan di tengah kasur membuat Mala tidak jadi menarik selimut. Ulah Raka yang ceroboh menaruh ponsel di atas tempat tidur membuat Mala hampir saja menindih benda pipih itu.

Mala tidak berani mengangkat panggilan telepon di ponsel Raka. Akan tetapi badannya menjadi kaku, malam seakan mencekik hingga meremukkan hatinya. Saat ia melihat foto profil seorang wanita yang melakukan panggilan. Wajahnya sama persis dengan wajah pada foto yang pernah ia temukan di laci meja kerja Raka. Seseorang yang saat ini sudah Mala kenal, ya dia Manda.

Selama ini Mala tidak pernah kepo, Raka menerima panggilan dari siapa saja karena banyaknya kenalan Raka baik pria maupun wanita. Tapi kali ini ia harus memastikan dugaannya apakah benar Raka masih berhubungan dengan Manda.

Mala mengangkat panggilan itu. Ia sengaja tidak memberi salam atau menyapa terlebih dahulu. Sengaja ingin tahu dia akan berbicara apa.

"Hallo, Raka. Kamu belum tidur?"

Bersambung...

AMALA  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang