part 17.

7.4K 532 7
                                    

°°°
Happy Reading 📖.

JDERRR

Suara petir menggelegar, langit sore yang seharusnya indah di temani senja malah di gantikan oleh kabut hitam yang mengeluarkan rintik air membasahi bumi, banyak genangan yang sudah terlihat di jalanan karena hujan turun dengan lebat.

Sosok pemuda tampan dengan style casualnya terlihat mondar mandir sambil mengotak atik ponsel, wajahnya datar. Namun, di balik wajah datar itu terselip kekhawatiran. Sudah dari setengah jam yang lalu ia berada di ruangan tamu yang lampunya hanya menyala beberapa, membuat pencahayaan tidak terlalu terang.

"Belum pulang juga?" Rafa reflek menoleh saat suara bass ayahnya terdengar, di sofa single terlihat Xander tengah menyeruput kopinya.

Menggeleng lesu, Rafa ikut membawa tubuhnya untuk duduk di sofa panjang di sebelah ayahnya. Xander menghela nafas panjang, matanya menatap pintu besar berwarna putih, dengan ukiran dan di beri warna emas. 

Sedangkan Rafa ia menyenderkan kepalanya di senderan sofa, memejamkan mata tajamnya itu. Ia memijat pangkal hidung.

"ASTAGA, KEVIN!!!"

Teriakan Xander menggelegar, bahkan Rafa sampai di buat berjengit kaget dah membuka matanya sempurna. Rafa memandang ayahnya yang sudah berdiri, mengikuti arah pandang Xander, ia terkejut melihat sosok di ambang pintu.

Raden yang baru saja pulang dan menginjakan kaki di ambang pintu, di buat terkejut oleh teriakan keras ayah pemilik tubuh yang ia tempati. Diam terbengong Raden masih menetralkan detak jantungnya yang seperti habis lari maraton akibat teriakan ayahnya.

Setelah dirasa detak jantungnya kembali normal, Raden mengusap kasar wajahnya saat air mengalir dari rambut basahnya dan membasahi wajah putih mulusnya. Jari jari mungilnya ia gunakan untuk menyisir rambut kebelakang agar tidak menutupi wajahnya.

Saking fokusnya dengan dunianya sendiri, Raden tidak menyadari kalo Xander dan Rafa sudah berdiri di hadapannya, wajah mereka terlihat tidak bersahabat.

"Habis darimana hah?" Rafa menatap adiknya itu dari atas sampai bawah.

Kemeja putih menjadi transparan karena basah dan melekat di tubuhnya hingga menampilkan lekak lekuk tubuh indahnya.  Rambut meneteskan air.

Mendongak pelan, Raden mengernyit heran mendapati tatapan tajam abangnya, "Habis ketemu temen" sahut Raden seadanya.

"Lain kali kalo udah mau hujan langsung pulang, jangan di tunggu hujannya" tegur Xander bersedekap dada.

"Dengerin kata ayah" timpal Rafa sinis.

"Iya iya. Udahlah gue mau kekamar" sungut Raden berjalan melewati keduanya. Namun, baru sampai di anak tangga pertama, Raden menoleh kebelakang, "Gue udah makan, jadi nanti gak usah bangunin gue" jelasnya lalu menaiki tangga.

Kedua insan yang masih berdiri kaku di dekat ambang pintu, menghela nafas panjang. Meski begitu mereka akhirnya merasa lega, karena yang di khawatirkan sudah pulang.

Di kamar mandi, Raden melepaskan semua pakaiannya dan menggantinya dengan bathrobes, melemparkan pakaian basah tersebut ke keranjang cucian. Raden lantas berjalan ke wastafel dan menopangkan kedua tangannya. Fokusnya tidak beralih dari cermin besar disana.

Dirasa bath up sudah terisi sepenuhnya, Raden berbalik lalu berjalan kearah bath up. Melepaskan bathrobes, memperlihatkan lekak lekuk tubuh indahnya.

Kaki mulus nan seputih susu itu, ia masukan kedalam bath up, tubuh mungilnya kini sudah tenggelam di air hangat. Suara petir masih bisa terdengar sampai dalam kamar mandi. Namun, Raden tidak memperdulikan itu, ia lebih memilih menikmati aroma sabun yang tadi ia tuangkan ke bath up. 

Destiny of Love. Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang