part 20.

8K 484 4
                                    

Jakarta sore itu menyimpan sedikit awan di kaki kaki langitnya. Gemerlap senja menghiasi sore hari ini, langit nampak indah dengan gelombangan berwarna jingga menghiasi. Suasana taman terasa sepi, suara jangkrik menjadi background. Raden duduk di salah satu kursi taman. Maniknya tidak melepaskan fokus dari langit, sungguh pemandangan yang menakjubkan. Dengan semilir angin yang menerbangkan anak rambutnya. 

"Sendiri aja?"

Dahi berkerut, sedikit memiringkan kepala, Raden mengedarkan pendengaranya seraya merasa suara yang barusan lewat familiar. Raden hanya melirik sekilas, menatap datar lelaki di sebelahnya.

Keandre Garistha Lavendra, lelaki yang tadi berbicara.

"Ngapain lo disini?"

Menyenderkan punggung pada sandaran kursi. Andre menggerakan ujung mata kearah Kevin berjiwa Raden.

"Ini tempat umum, jadi gak ada salahnya kan?" sahut Andre memelas.

Mendengus kesal, Raden menyesali dirinya karena sudah bertanya seperti itu. Memalingkan wajah kearah lain, Raden mencari objek menarik yang bisa menghipnotis indra pengelihatantya.

Secara sepontan Raden tersentak tatkala ada jaket tersampir di pundaknya, menekuk alis bingung. Ia kembali menoleh kearah Andre. Baru menoleh dirinya langsung di suguki pemandangan yang memabukan para ciwi-ciwi, bagaimana tidak. Andre terlihat sangat tampan. Menggunakan style, kaos putih lengan pendek, dan celana jeans hitam. Serta kalung salib yang terapit sempurna di lehernya. Rambutnya di tata belah tengah, kaki di silangkan dan sebelah tangan terulur diatas senderan kursi.

"Masih sakit, keluar gak pake jaket." sungut Andre tanpa melirik ke lawan bicaranya. 

"Kok lo tau gue lagi sakit?"

"Lu gak inget? Kalo yang bawa lu ke UKS tadi pagi itu gue?" melirik sekilas, Andre tidak tau kalo lelaki di sebelahnya ini tengah menatap dirinya. Alhasil acara tatap-tatap pun terjadi. 

Mata membulat lucu seperti boba. Raden menggeleng tidak percaya. "Tidak. Pasti lo bohongkan?"

Mata bergerak memutar, Andre menghembuskan oksigen kasar. "Terserah kalo gak percaya."

Masih sulit di percayai. Raden mencengkram erat kepalanya, menimbulkan jaket di pundaknya melorot. Namun, Andre secara sigap menyampairkanya lagi pada pundak Kevin. Kembali terlonjak, Raden refleks menoleh membuat jarak antara keduanya semakin terimpit.

Langit kian menggelap, lampu lampu bernyalaan. Di bawah pohon rindang, di balik batang besarnya. Nampak siluet bayangan, tangan mungil itu terkepal. Mata sentiasa menatap tajam, tidak menunggu apa yang bakal terjadi. Sosok di balik pohon tersebut melenggang pergi, salah satu emosi di dirinya keluar. Yaitu, marah.

"AAAAAA" teriak terkejutnya Raden mendorong tubuh bongsor Andre.

"Lo ngapain dekat dekat bangsat!" ngegas Raden nampak seperti wanita tengah pms.

"Jaketnya mau jatuh"

Telunjuk Andre mendodong ke pundak Raden. Seperti orang bodoh, Raden menggerakkan kepala agar bisa melihat kearah tunjuk Andre. Benar saja. Kalo jaketnya mau jatuh.

"Ini jaket lo?" pertanyaan bodoh itu main meluncur saja seperti anak kecil yang tengah bermain prosotan.

Menghentikan fokusnya dari bunga bunga taman. Andre melirik menggunakan ekor matanya, menganggap pertanyaan Raden tidak penting. Ia kembali memandang kagum pada bunga yang sedang menari nari oleh dersikan angin.

Destiny of Love. Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang