part 18.

7.3K 512 4
                                    

•••
Happy Reading 📖

"Gimana ceritanya lo bisa pingsan gini, Vin?" omel Juna sembari menyuapi sahabatnya itu bubur.

Mengedikan bahu tidak tau, iris coklatnya tidak berhenti di satu titik. Ia menatap kesana kemari, mencari objek menarik.

"Kok gue bisa di UKS?" heran Raden, bukankah dirinya tadi sedang berada di parkiran?

"Kata mbak pengurus UKS tadi, lo di bawa kesini sama seseorang. Gue gak tau siapa" jawab Juna, tangannya masih setia menyuapkan bubur. Raden mengangguk.

Demamnya sudah turun, hanya saja rasa pusing yang menghantam kepalanya masih terasa. Sebelum Juna datang tadi, Raden hendak turun dari brankar, tetapi malah jatuh.

Meletakkan kotak bubur di nakas, punggung tangan melekat di jidat mulus Kevin guna memeriksa suhu tubuh sahabatnya itu. Juna menghela nafas lega tatkala demam sudah menurun.

"Gue mau keluar bentar, mau beli minum. Lo gapapakan sendiri dulu?"

Juna merapikan obat obatan di nakas, setelah semuanya kembali ke tempat semula. Ia beranjak dari duduknya dan berpamitan untuk pergi. Raden menatap datar kearah pintu UKS yang barusan di tutup oleh Juna.

UKS memang lagi sepi, pasalnya para penjaga sedang mengisi perut mereka. Mau gimanapun mereka juga manusia, jadi butuh makan. Lagian Raden udah fine fine aja, cuma agak lemesan dikit.

Termenung memikirkan sesuatu, Raden masih penasaran dengan orang yang tadi pagi mendekapnya itu.

"Mikirin apa?"

Terlonjak kaget, Raden mengangkat kepalanya saat suara yang begitu familiar mengusik gendang telinganya, begitu pula dengan tangan dingin yang menempel pada keningnya. Alangkah terkejutnya ia!!! Tatkala mendapati sosok di depan matanya ini.

Tanpa pikir panjang, Raden lantas melingkarkan kedua lengannya di pinggang ramping milik lelaki di hadapannya. Posisinya itu, Raden duduk di tepi Ranjang, kakinya ia turunkan kebawah brankar.

Tertawa kecil, Kevin mengelus lembut rambut tubuhnya itu. Raden memejamkan mata menikmati pijatan lembut di kepalanya, sakit yang tadi menjalar perlahan mereda.

Raden mengangkat kepala hingga pandangnya langsung berpapasan dengan manik bercahaya milik Kevin. Keduanya tidak sadar bahwa sudah tenggelam kedalam tatapan mereka, tidak ada niatan untuk memutuskan pandangan. Raden semakin mengeratkan pelukanya.

"Ekhemm"

Berdehem pelan, Kevin buru buru mengalihkan perhatiannya kearah lain, menyembunyikan wajah memerahnya. Tersadar dari lamunannya, Raden ikut memalingkan wajah tanpa merenggangkan pelukannya.

"Kenapa bisa sampai begini?"

Suasana canggung kian mereda tatkala Kevin memberanikan diri untuk memcairkan keheningan, dengan cara bertanya. Tanpa mengalihkan perhatiannya dari tembok, Kevin mengusap usap pelan kepala manusia di pelukanya.

Raden kembali melayangkan tatapannya pada Kevin, "gak tau, mungkin karena kemarin kehujanan"

"Kan udah aku kasih peringatan, jangan nerobos hujan. Ngeyel sih" kesal Kevin, mengingat bahwa kemarin dirinya sudah menyuruh peri tersebut untuk mengirimkan telepati pada Raden.

Menggembungkan pipi, Raden menggerjap singkat.

"Tapikan aku gak mau ayah sama abang kamu khawatir"

Destiny of Love. Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang