part 22.

6.8K 446 22
                                    

Jakarta, sore ini. Matahari semakin condong ke barat. Bersembunyi diantara cakar langit yang menarik senja untuk hadir sebelum malam menjemput. Derai canda tawa hadir di telinga pemuda yang duduk di pojok dekat jendela cafe.

Tidak terusik sedikitpun dengan kegaduhan dari pengunjung lain. Ia lebih menyibukkan dirinya pada benda pipih di genggaman tangannya itu.

"Udah lama nunggu?"

Seorang laki laki berkacamata berdiri dengan tubuh tegak menatap pada orang yang di ajaknya bicara. Menarik kursi, pantatnya ia jatuhkan pada kursi berbahan kayu.

Mengangkat kepala. Si lawan bicara menggeleng, "Gak terlalu."

Mengangguk pelan, Raden melepaskan kacamata dan memasukkannya kedalam saku jaket tebalnya.

"Tumben lo ngajak keluar, ada apa?" Andre membuka pembicaraan lebih dulu.

Kepala bergerak mengubah posisi wajah menjadi menghadap langsung pada wajah lawan bicaranya, Raden terdiam dan saling beradu pandang dengan sosok tampan di depannya.

Mendengus sebal. Andre mengayunkan potongan kecil biskuit pada wajah lelaki manis di hadapannya itu. Yang di lempari hanya cengengesan, mengangkat tangan tinggi. Raden bermaksud memanggil pelayan.

"Nanti aja. Sekarang gue mau makan dulu, laper hehe" ujarnya tanpa rasa malu dan malah tersenyum nyengir memperlihatkan gigi kelincinya.

Menggeleng kecil, senyuman tipis terpatri pada bibir milik Andre. Menopangkan dagu pada telapak tangan, Andre tidak melepaskan sedikitpun fokusnya dari Raden yang tengah sibuk memesan.

"Berhenti natap gue kayak gitu. Buruan pesen," ucapnya memberikan buku menu pada Andre.

"Samain aja"

Mendelik males. Raden mengembalikan buku menu tadi kepada si mbak pelayan. Tersenyum manis mbaknya membungkuk pelan, kemudian berjalan pergi meninggalkan meja tersebut.

"Gak capek natap gue mulu?" Heran Raden.

Wajah berpaling kearah luar jendela. Andre beralih memperhatikan sepasang kekasih yang tengah bermesraan di taman yang tidak terlalu jauh dari cafe. Di rasa ucapannya hanya dianggap angin lewat oleh Andre. Raden mendengus kesal, untuk mengurangi rasa kekesalannya ia memilih memainkan ponsel serba gunanya itu.

"Ini pesanan anda, tuan."

Dua orang pelayan datang untuk menyajikan pesanan mereka. Setelah di sajikan dan siap untuk di makan, barulah pelayan tersebut pergi.

Seulas senyuman terbit pada bibir pink milik Kevin, mata berbinar menatap banyaknya makanan beraneka rasa yang di sajikan. Saking antusiasnya melihat begitu banyak makanan, Raden tidak menyadari semua tingkah lakunya di rekam dalam ingatan Andre.

"Mari makan" ajaknya memberikan sumpit pada Andre.

Anggukan kecil Andre berikan saat tangannya bergerak mengambil sumpit. Sama sama berdoa dengan kepercayaan masing-masing. Setelah itu, barulah keduanya mulai makan dengan tenang tanpa ada pembicaraan.

Sekian menit berlalu begitu saja. Makanan habis menyisakan hampas hampasnya saja. Kedua anak adam tadi saling melempar pandang, mempertemukan mata mereka dan di kunci.

"Jadi, ada apa?" Andre kembali mengingatkan tujuan Raden mengajaknya ketemuan.

Menaruh bekas tisu pada nampan. Raden menghelai nafas.

"Ndre, gue boleh nanya sesuatu?"

"Boleh aja, mau nanya apaan emang?"

Merogoh saku jaket. Raden mengeluarkan crystal berbentuk anak panah. Di letakan crystal tersebut pada telapak tangannya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 14 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Destiny of Love. Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang