QUATRE

356 56 3
                                    

Aidan

Aku menatap wajah bingung Rayya, "yuk" ucapku.

Hari ini aku mengajaknya kesebuah panti. Bukan panti asuhan melainkan panti jompo. Wajar kalau wajah bingung yang terpancar ketika kami mulai masuk kedalam satu gedung utama.

"Projek masa depan" ucapku.

"Maksudnya?" Tanyanya lagi.

Aku menggeleng sambil tersenyum.

"Aidaan?" Panggilnya.

Aku menoleh, "mampir sebentar, ada urusan." Ucapku

Aku menyelesaikan beberapa urusanku disini, ditrmani Rayya yang sejak tadi duduk sambil menatap sekeliling ruang tamu.

"Yuk." Ajakku

"Udah? Tanyanya yang ku balas dengan anggukan.

Aku membawanya ke sebuah tempat yang sering kali ia sebutkan sejak masih kuliah. Warpat. Aneh? Memang. Begitulah Rayya, alih-alih memimpikan candle light dinner seperti cewek-cewek pada umumnya, dia malah memilih untuk makan indomie di puncak.

Rayya menatapku dengan senyuman.

"Seneng kan lo?" Tanyaku yg dibalas anggukannya dengan cepat.

Kami berjalan menuju tempat duduk dengan celotehan Rayya yg tak ada habisnya.

"Gue pesen mie kuah, sama teh anget." Ucapnya.

"Hemm." Ucapku.

"Rasa soto." Ucapnya lagi. "Lo apa?" Tanyanya.

"Indomie kari ayam." Jawabku.

"Oke. Kalo ini gue berani bayarin lo." Ucapnya sambil tertawa.

Senyum Rayya terus terukir, tanda bahwa ia sangat senang.

"Seneng banget lo, cuma warpat padahal." Ucapku.

"karena lo nggak pernah mau kalo gue ajak kesini sebelumnya." Ucapnya.

Aku terkekeh "ya ngapain jauh-jauh ke puncak cuma makan indomie. Di kost-an lo juga bisa, nanti gue beliin sekerdus." Jawabku.

"Beda lah. Vibes-nya yg dicari." Ucapnya.

"Tengil." Ucapku sambil menyentil pelan jidatnya.

"Aaww!" Pekiknya.

"Jadi abis ini mau kemana lagi?" Tanyaku.

"Hemmm kalo udah malem gini semua tutup kali, Dan." Ucapnya malas.

"Baguslah jadi kita pulang." Ucapku santai.

Ia menatapku sinis  "bilang aja kalo pengen pulang. Nggak usah gue jadi alasan."

Selesai menghabiskan mie instan dan minuman, kami bergegas pulang. Malam ini udara puncak lebih dingin dari biasanya sebab hujan turun cukup lebat selama kami makan tadi.

Aku melajukan motorku perlahan sebab ku tau Rayya mulai kedinginan.

"Aman nggak?" Tanyaku

"Aman." Jawabnya setengah menggigil.

Aku membuka tanganku yang mendapat tatapan bingung dari Rayya.

"Tangan lo!" Ucapku.

Raya masih menatapku bingung.

"Cepet!" Ucapku lagi.

Rayya memberikan tangan kirinya untuk ku genggam lalu ku masukkan ke dalam saku jaketku. Ku genggam sebentar agar dinginnya hilang.

"Tangan kanan lo masukin juga. Biar nggak beku!" Ucapku

Rayya menurut, dan memasukkan sebelah tangannya lagi kedalam saku jaketku.

Beautifull FeelingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang