NEUF

258 52 16
                                    

Aidan

Hari ini aku menghadiri meeting di kantor Youth. Banyak sekali pembahasan karena ketidak cocokan dubbing menurut pihak mereka.

"Bisa recording ulang part ini kan ya mas Aidan?" Ucap Karamina.

"Bisa, nanti kita record ulang sampe oke." Jawabku.

Meeting selesai, namun aku belum juga keluar karena Karamina masih mengajakku berdiskusi. Aku tak bisa menolak karena memang urusan pekerjaan.

Baru saja hendak pamit, Karamina tampak memegangi perutnya sambil meringis.

"Lo nggak apa-apa?" Tanyaku.

"Nggak apa-apa kok." Jawabnya.

Namun tak lama setelahnya ia menggenggam tanganku.

"Dan minta tolong anter gue ke dokter boleh?" Ucapnya

Bingung. Aku jelas bingung. Karena aku sudah berjanji untuk mengantar Rayya pulang seusai meeting. Namun melihat kondisi Karamina saat ini aku tak mungkin menolak untuk menolongnya.

"Yaudah, yuk." Jawabku.

Aku memapah tubuhnya yg lemah itu, karena ia tak kuat berjalan menuju mobilku.

"Gue nelfon bentar ya." Ucapku yg ia jawab dengan anggukan.

Setelah menelfon Rayya, aku melajukan mobilku menuju klinik terdekat. Karamina memiliki gerd akut, yg sewaktu waktu bisa kambuh kapan saja jika ada pemicunya.

Sesampainya di rumah sakit, Ia mendapatkan cairan infus di tangan kirinya. Matanya terpejam, tubuhnya lemah, dan masih meringis kesakitan.

"Keluarga lo nggak ada yg bisa dihubungi?" Tanyaku.

Ia menggeleng, "kalo lo mau pulang nggak apa kok, Dan." Ucapnya lemah.

Sebenci-bencinya aku dengan kondisi kami saat ini, tak sampai tega aku meninggalkannya dengan kondisi yg nyaris seperti mayat hidup.

Aku menemaninya hingga cairan infusnya habis. Mungkin sekitar 2 jam dan melesaikan administrasi juga menebus obat untuknya.

"Gue balik naik taksi aja. Thanks ya, Dan." Ucapnya

"Apartment lo daerah mana? Sekalian aja." Jawabku.

Ia tersenyum, "lo ada janji kayaknya, nggak apa kok gue naik taksi aja." Ucapnya.

Aku memang terlihat sangat terburu-buru. Sebab sejak tadi pikiranku hanya tertuju pada Rayya.

"Nggak. Gue anter aja, cepet." Jawabku.

Aku mengantarkan Karamina menuju Apartmentnya. Selama di perjalanan kami tak banyak berbicara, hanya beberapa kali ia melontarkan pertanyaan padaku.

"Soal tempo hari, gue minta maaf ya." Ucapnya.

"Nggak usah dibahas." Ucapku.

"Gue nggak niat buat jadiin Rayya topik diantara lo dan Sandy... tapi... "ucapnya terputus karena aku segera menyanggah ucapannya.

"Gue udah bilang nggak usah dibahas!" Tegasku.

Aku berbicara dengan nada yg sengaja ku tekan, bertepatan dengan berhentinya mobilku di depan komplek Apartmentnya.

"Okay, thanks by the way." Ucapnya sebelum turun dari mobilku.

Aku melajukan mobilku secepat yg ku bisa menuju Apartment Rayya. Entah kenapa aku merasa sangat bersalah padanya hari ini. Padahal biasanya pun aku sering tiba-tiba membatalkan janjiku untuk menjemputnya karena urusan pekerjaan. 

Beautifull FeelingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang