DIX

254 53 11
                                    

Lail

Sudah beberapa minggu ini aku jarang menemui Aidan. Awalnya memang sengaja menghindar karena aku merasa butuh sedikit jarak untuk menetralkan perasaanku padanya. Namun sepertinya waktu berpihak pada keputusanku, walau Aidan tetap saja memborbardirku dengan pesan dan telfonnya namun kami tetap sulit bertemu karena project yg sedang Aidan kerjakan mengalami banyak sekali kendala. Yang semula hanya butuh dubbing tambahan sebagai efek, semakin lama semakin memerlukan banyak pengisian suara karena suara yg direkam tidak sejernih yg seharusnya. Akibatnya Aidan dan teamnya harus bekerja hingga larut atau bahkan menginap di studionya.

Akhir-akhir ini aku juga jadi lebih dekat dengan teman divisiku yg lain karena lebih sering menghabiskan waktu di kantor hanya untuk lembur. Andin, Gwynda, dan Harsya, mereka menjadi teman dekatku saat ini. Tentu juga Karamina dan mas Sandy.

"Langsung balik?" Tanya Harsya tiba-tiba saat kami menunggu lift.

Gwynda dan Andin saling menatap.

"Ngafe dulu yuk." Ajak Andin.

Dua temanku lain mengiyakan yg pada akhirnya aku pun juga mengiyakan sebab sudah lama aku tak pernah berpergian sepulang kerja karena sibuk lembur dengan tumpukan pekerjaan yg tak ada habisnya.

***

"Cowok yg tempo hari nyamperin lo pas kita makan siang tuh bukannya vendor kita ya, Ya? Yang buat Main Project kita bukan?" Tanya Harsya.

Aku mengangguk dan mendapat tatapan penasaran dari ke dua temanku yg lain.

"Sahabat gue dari kuliah" jawabku sambil memakan cheese cake pesananku.

"Yakin sahabat doang?" Ledek Andin.

Aku mengangguk.

"Gue melihat ada yg lain padahal. Nih bisa bisanya dia ninggalin rekan kerjanya cuma untuk nanya lo marah sama dia atau nggak. Menurut gue bukan suatu yg urgent untuk ditanyain tapi dia nanyain loh Ya?" Ucap Andin.

"Tapi gue juga pernah liat dia sama mbak Karamina depan lobby apartment, secara kan gue satu tower sama mbak Karamina ya, jadi gue nggak mungkin salah liat. Tapi cuma nganter doang abis itu cabut lagi." Ucap Gwynda.

Aku terkejut sampai tersedak.

"Pelan-pelan Ya." Ucap Andin.

"Mereka kenal?" Tanya Harsya.

Aku mengangguk, "temenan juga dari sekolah, katanya." Jawabku.

"Ooh berarti temenan juga sama bang Sandy ya. Sempit banget dunia." Ucap Andin.

"Kok lo udah jarang dianter-jemput, Ya?" Tanya Harsya.

Teman-temanku mungkin penasaran karena akhir-akhir ini memang jarang melihatku diantar-jemput Aidan.

"Sibuk anaknya. Gue juga lembur terus kan." Ucapku.

"Seru juga ya Ya, punya sahabat yg udah kenal dari lama dan hubungannya tetep sahabatan. Kan biasanya pasti ada salah satu yg suka. Jadinya kadang hubungannya jadi nggak seru lagi." Ucap Harsya.

Aku terdiam mendengar ucapan Harsya barusan. Memang paling benar adalah mengubur dalam-dalam perasaanku pada Aidan dari pada mengakuinya.

Beautifull FeelingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang