ONZE

252 51 9
                                    

Lail

Hari ini pekerjaanku tidak terlalu banyak, jadi sore ini aku masih bisa bercengkrama dengan teman-teman ku di kubikel kami yg biasanya penuh dengan invoice kali ini justru kosong.

"Jadi lo sama Mas Sandy gimana Ya?" Tanya Gwynda.

Aku menatapnya bingung.

"Sekantor udah tau kalo mas Sandy lagi deketin lo." Lanjutnya.

Jujur kali ini aku terkejut, maksudku bagaimana satu kantor tau jika tak ada yg memberitahu. Sebab aku dan mas Sandy juga tak pernah terlihat bersama di jam kantor.

"Lo yakin nggak suka? Atau lo sukanya sama Aidan?" Tanya Harsya.

Aku terkejut lagi dengan pernyataan Harsya barusan.

"Duh kalian tuh percaya aja sama gosip kantor." Jawabku Santai.

Di sela-sela obrolan kami, aku baru sadar kalau chat Aidan terakhir kali adalah kemarin sore saat ia mengatakan akan ikut bermain bola dengan teman teman teamnya. Ia mengajakku pergi namun lagi-lagi aku menolak dengan alasan deadline pekerjaanku. Setelahnya ia tak pernah menghubungiku lagi.

Heran, seorang Aidan berhenti menggaguku? Pikiranku mengalihkan segala perhatianku dari teman-temanku.

"Guys, gue balik duluan ya." Ucapku tiba-tiba lalu pergi meninggalkan mejaku.

***

Aku tak pulang ke rumah, melainkan menemui Aidan karena handphonenya tak aktif saat ku telfon tadi. Tempat pertama yg ku datangi adalah Apartmentnya. Aku berpikir akan selalu menemukannya disini jika ia tak bisa dihubungi, namun tepat 30 menit aku duduk di lobby unitnya tak juga ku dapati sosoknya.

"Mbak nunggu unit berapa?" Ucap seorang security dengan Sopan.

"2010, Pak. Aidan Kara Neel. " ucapku.

"Oh pak Aidan, kayaknya belum pulang deh mbak dari kemarin. Saya sih nggak liat dia datang soalnya." Ucap Security tersebut.

Aku bingung,  karena tak biasanya Aidan pergi tanpa menghubungiku.

"Coba cek telfon unitnya aja mbak di resepsionis lobby." Tambahnya.

Aku turun ke lobby utama dan meminta resepsionis untuk mengecek unitnya. Namun, tak ada jawaban dari Aidan. Tanda bahwa unitnya kosong.

Baru saja hendak menyetop taksi. Aku bertemu dengan Sandy.

"Loh Rayya?" Sapanya

"Mas Sandy? Mau ke Aidan ya? Aidannya nggak ad..." Ucapku terputus.

"Gue mau ambil pakaian ganti buat Aidan." Sanggahnya

"Aidan dimana mas?" Tanyaku cepat.

Aku tau Aidan sedang tak baik-baik saja dari ungkapan Sandy yg hendak mengambil baju ganti untuk Aidan.

"Rumah Sakit Permata, Ya. Tunggu sebe...." ucapnya yg tak selesai karena aku langsung berlari menuju taksi dan bergegas menuju rumah sakit.

Kali ini aku merasa bersalah padanya. Aku bersikap acuh bahkan terkesan mengabaikannya beberapa bulan ini. Awalnya Aidan masih seperti biasa sampai beberapa minggu ini aku merasa ia mulai membatasi untuk tak menggangguku dengan runtutan chat yg ia kirim, atau deretan panggilan telfon jika aku tak balas chatnya. Aidan menyerah dan lebih memilih untuk tak menggangguku lagi.

Aku berlari menuju resepsionis untuk menayakan kamar Aidan.

"VIP, ruang Anggrek kamar nomor 2." Ucap salah seorang suster jaga.

Beautifull FeelingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang