HUIT

272 57 16
                                    

Lail

Aku duduk di soffa ruang tv Apartment milik Aidan, sambil menyiapkan handuk, kapas dan keperluan lainnya. Aidan datang menghampiriku sambil membawa satu gelas Air minum untukku.

Aku membersihkan luka di pelipis matanya, dan sudut bibirnya. Entah sudah berapa kali aku melakukan hal ini, dan sudah berapa kali juga aku mendengar makiannya tiap aku melakukan hal ini padanya.

"Sakit Anj*ng!" Ucapnya kasar.

Seolah tak mendengar apapun yang ia ucapkan aku tetap mengobati lukanya.

"Aw! Lo budek ya. Sakit!" Ucapnya lagi.

Aku tetap tak berhenti membersihkan lukanya dengan kapas yang sudah ku basahi dengan Alkohol.

Ia menatapku lalu menggenggam tanganku.

"Ya, sakit." Ucapnya.

Kali ini dengan nada bicara yang bisa ku bilang lembut.

"Kalo nggak mau sakit ya jangan luka. Kalo nggak mau luka ya jangan berantem." Ucapku.

"Bukan gue yang mulai!" Tambahnya

"Ya kan bisa aja lo nggak bales!" Ucapku.

"Lo mau gue mati?!" Ucapnya lagi.

Aku menutup kotak P3K ku lalu berjalan menuju dapur.

"Kalo lo nggak mau gue obatin yaudah sana!" Ucapku.

Tanpa pikir panjang, Aidan mengambil kunci motornya lalu keluar dari Apartmentnya. Aku hanya bisa menghembuskan nafasku kasar lalu bersandar ke island dapur Apartment milik Aidan.

Dua jam aku duduk di soffa ruang tv namun tak ada tanda-tanda Aidan kembali. Aku mengetuk layar handphoneku berulang kali dan menatap nama yang sedari tadi tak kunjung memberi kabar.

Aku mengetik pesanku disana.

To : Aidan
Lo nggak apa apa kan?

Begitu pesan yang ku kirimkan. Entah kenapa aku selalu merasa bersalah jika membiarkannya pergi begitu saja. Namun aku juga tak bisa menahannya jika ia tetap dengan sikap keras kepalanya itu.

Aidan tak membalas pesanku, jadi ku putuskan menelfonnya kali ini. Entah sudah berapa kali aku menelfonnya namun tetap tak mendapat jawaban apapun. Sampai pada akhirnya aku mendengar suaranya diujung sana.

"Dan?" Panggilku.

"Apaansih?! Berisik banget lo nelfonin gue!" Jawabnya.

Aku tau kali ini ia sedang mabuk.

"Lo dimana?" Tanyaku.

"Berisik!" Ucapnya.

"Aidan lo dimana?!" Tanyaku lagi. Kali ini sambil mengambil kunci mobilnya dan memakai jaketku.

"Diem disitu, gue kesana!" Ucapku.

Aku mengitari beberapa Club ataupun lounge langganan Aidan, tapi tetap tak ku temukan sosoknya. Sampailah di lounge terakhir, harapanku satu-satunya untuk menjumpai sosok yang akan ku cubit perutnya hingga merah jika aku bertemu dengannya kali ini.

Aidan tertidur di meja bar. Masih dengan baju yang sama dan luka yang masih basah di wajahnya.

Aku menepuk pelan bahunya, "Kita pulang." Ucapku.

Aku melingkarkan tangannya dan mencoba memapahnya. Namun tiba-tiba ia membuka matanya lalu tersenyum.

"Kan udah gue bilang, lo nggak boleh ke tempat ginian Ya!" Ucapnya.

Beautifull FeelingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang