🦨21. Go Public(?)

446 56 4
                                    

Happy Reading!

🌷🌷🌷

"Mata mu kenapa sembab? "

Setelah makan malam selesai, Zen yang sedari awal menyadari mata sembab (Name) pun mengeluarkan suara mengungkapkan pertanyaannya.

"Maaf, Pa. Kami ada masalah kecil tadi." jawab Shinsuke sopan, Zen yang mendengar itu makin mengerutkan dahinya.

"Masalah? "

(Name) menggigit bibirnya pelan lalu menjawab, "Hanya salah paham kok, Pa. Jangan marahin Mas Shin."

Bola mata Zen membulat syock, putrinya bilang apa barusan? Mas?? Mass?!

'Sejak kapan mereka se-pasutri ini?! '

"Lohh, yang mau marahin Shin siapa? Papa cuman nanya. Lagipula ini pasti karena kamu yang terlalu over thinking." tutur Zen.

(Name) mencebikkan bibirnya, "Makin kesini aku makin ragu sebenarnya yang anak kandung itu aku atau Mas Shin sih? " cibirnya.

"Kalian berdua itu anak Papa." (Name) hanya menipiskan bibirnya mendengar jawaban Zen.

"Pa, ada yang mau Shin bicarakan." Shinsuke membuka suara hingga atensi Zen terpusat padanya.

"Ada apa? "

Shinsuke melirik (Name) yang juga tengah meliriknya, gadis itu langsung tahu apa yang ingin ia sampaikan.

"Tadi pagi Shin dapat surat undangan masuk perguruan tinggi di luar negeri. Bagaimana pendapat Papa? "

Bola mata Zen kembali melebar, bahkan sudut bibirnya ikut mengembang, merasa bangga dengan penuturan Shinsuke barusan.

"Bagus itu! Papa bakalan dukung apapun yang mau kamu lakukan! " ujarnya semangat, "Memangnya perguruan tinggi mana yang ngirimin kamu surat undangan? "

"Ada lima Perguruan ting--"

"HAH?! LIMA?! "

Mereka serentak terkejut saat Zen tiba-tiba berdiri dari duduknya sampai sedikit menggeser meja makan. (Name) sudah memegang dada kirinya saking terkejutnya.

Shinsuke mengangguk polos, "Sebentar, Shin ambilkan suratnya." jawab laki-laki itu lalu beranjak dari meja makan menuju kamar untuk mengambil surat undangan yang ia terima.

Tidak lama kemudian pemuda itu kembali dengan lima surat di tangannya, ia langsung menyerahkannya pada Zen dan kembali duduk di kursi yang sebelumnya ia duduki.

Zen pun membaca surat tersebut satu persatu, ekspresi kagumnya makin menjadi tiap membaca surat-surat tersebut.

"Satoshi, anak lu bener-bener yee... Lo emang pinter tapi dia ngalahin pinternya elo weh! Gilaa gilaa! " tutur Zen tanpa sadar seolah berujar pada mendiang sahabatnya.

(Name), Shinsuke, Kenzo dan Kaoru hanya diam memperhatikan Zen yang terus berdecak kagum. Hingga pria itu kembali memusatkan perhatian pada Shinsuke.

"Jadi? Kamu mau pilih yang mana? " tanya Zen.

Shinsuke kembali menatap ke arah (Name) sebelum menjawab pertanyaan Zen, "Menurut Papa bagaimana? Shin boleh lanjut kuliah? "

"Kenapa tidak? Kalau kamu mau, silahkan. Papa akan terus mendukungmu selagi kamu berada di jalan yang benar." ujar Zen dengan senyum bangganya, "Lima sekaligus itu sangat luar biasa, Shin. Sangat rugi kalau kamu tidak mengambil salah satunya. Sekarang keputusan ada di kamu, kamu mau mengelola perusahaan ayahmu lagi kan?"

Shinsuke mengangguk mengiyakan.

"Kalau begitu ambillah jurusan Manajemen dan Bisnis, dengan itu akan sangat membantu kamu di perusahaan ayahmu. Sebenarnya tanpa berkuliah pun kamu sudah cukup mampu untuk memimpin perusahaan ayahmu. Tapi menurut Papa tidak ada salah kamu kuliah, dengan berkuliah bisa menambah wawasanmu." lanjut Zen.

✅My Perfect Future || KITA SHINSUKE X READERSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang