0.6 - masuk RS

108 7 2
                                    

Sesuai janjikuuuu, aku update lagi!😁 semangat hari selasanya, semoga hari ini lebih baik dari kemarin.. aamiin.

Jangan lupa voteeee pwisss komen juga pwisss🥹🫶🏻



🕊️

"Fattan, aku besok mau ajak Azalea main keluar ya? Safina ajakin aku main, keliling mall aja." Fattan belum menjawab, ia masing sibuk mengeringkan rambutnya.

"Lea juga kan udah 4 bulanan, udah bisa diajak keluar, boleh ya? Aku bosen di rumah terus, kamu juga kan kerja sampe sore, aku di rumah cuman sama Bibi." Ucap Aeyla lagi menceritakan seluruh keluhannya.

Fattan memang melarang Aeyla untuk pergi-pegi keluar jika tanpa dirinya dan jika hal itu tidak begitu penting. Selain karena kondisi Aeyla yang belum sepenuhnya kembali normal, Azalea juga masih terlalu kecil untuk dibawa pergi keluar.

Fattan duduk disamping Aeyla yang sedang menyusui Azalea.

"Aduh anak papa lahap banget miminya, pelan-pelan sayang, ga akan ada yang rebut kok." Fattan mengusap lembut pipi Azalea, bahkan anaknya itu tidak terganggu dengan usapan Fattan, sangat fokus.

"Boleh, nggak?" Fattan menoleh sambil menghela napasnya pelan.

"Emang kamu ke mall mau ngapain? Safina aja suruh main kesini, gak usah keliling mall, keliling komplek aja, nanti aku beliin makanan buat kalian." 

Fattan melihat Aeyla mencebikkan bibirnya, "Azalea masih terlalu kecil, masih rawan kalo dibawa keluar, kecuali kamu perginya sama aku."

"Kamu kan selalu sibuk, weekend juga kamu selalu nolak,"

Fattan mengsuap wajahnya pelan, "yaudah, besok boleh keluar. Azalea sama Bibi aja di rumah, besok aku pulang cepet."

"Beneran gapapa?" Fattan mengangguk. "Gapapa, kamu juga bosen kan di rumah terus? Besok gantian aku yang jagain Lea." Mata Aeyla langsung berbinar mendengar jawaban Fattan.

Fattan menolehkan lagi kepalanya saat Aeyla tiba-tiba mengecup pipinya.

"Makasih, Papa."

***

Fattan terus melirik layar ponselnya yang terus menyala. Fattan sedang di tengah meeting penting, ia juga sedang menjelaskan materi pertemuan kali ini, namun ponselnya yang berada di atas meja menarik atensi Fattan.

"Maaf semuanya, saya harus angkat telfon dulu." Ucap Fattan tak enak.

Bi Ipah yang menelepon, dan ternyata ART-nya itu juga sudah mengirimi banyak pesan.

"Kenapa, Bi? Saya lagi meeting."

"Aduh, Pak. Maaf banget bibi ganggu waktunya. Ini Dede Lea muntah-muntah, badannya panas, nangis terus Pak. Bibi tadi udah coba hubungin Bu Aeyla tapi nggak di angkat telfonnya. Di WhatsApp juga ceklis satu, Pak."

Fattan memijat pelipisnya pelan. Kebiasaan Aeyla jika pergi bersama Safina itu selalu mematikan ponsel.

"Bibi siapin perlengkapannya Lea ya, Bi. Saya selesaiin dulu meeting terus nanti langsung ke rumah."

"Bibi udah di rumah sakit, Pak. Tadi pake taksi, bibi kirimin alamatnya ya, Pak."

Darah Fattan sudah meletup-letup, tapi ia mencoba untuk mengontrol emosinya karena masih harus menyelesaikan meeting.

"Astagfirullah, ya Allah."

"Halo, Mama." Ucapnya saat panggilan tersambung.

"Kenapa, Nak? Tumben nelfon."

Kita Usahakan Rumah ItuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang