Bab 41 : Melepaskan

1.7K 141 13
                                    


Mala yang malang. Sudah dua kali pagi, dia dipaksa berdiri di kakinya yang rapuh. Kelopak matanya saja masih menyisakan tanda kemerahan. Menyiapkan segala keperluan Raka atas nama kewajiban yang tak bisa ditinggalkan tanpa alasan. Kasihan katanya. Lagi pula banyak yang lebih menderita darinya. Pikir Mala menguatkan batin yang tersiksa. Meski begitu dibalik rasa kasihannya pada Raka, masih ada hati yang menyisakan luka.

Isi kepala Mala sangat penuh hingga nyaris meledak. Sejak kejadian Manda menghubungi suaminya, ia tidak bisa benar-benar berpikir positif. Semua energinya terkuras untuk menerka-nerka masih kah ada hubungan antara Raka dan Manda.

Mala butuh udara, sejak dua hari ini serasa langka. Bukan karena sirkulasi rumah yang bermasalah, bukan juga alat pernapasan yang salah. Tapi rasa sakit dan cemburu yang menggebu, mempersempit ruang gerak udara di tubuhnya.

Sejenak menghindari Raka mungkin sedikit mengobati rasa sakitnya atau setidaknya memberi Mala waktu untuk tetap waras menjalani kehidupan pernikahannya yang tak jelas.

Meski sekedar bersepeda mengitari komplek yang bisa ia lakukan. Tujuan utamanya adalah melewatkan pagi dengan matahari berseri tanpa melihat sosok Raka. Mala ingin sendiri.

"Udah bangun lo?!" tanya Raka yang duduk di sofa ruangan. Manda yang sudah sadar sejak semalam kini terbangun dari tidurnya.

"Makasih udah mau nemenin"

Karena rasa tanggung jawabnya Raka semalaman menemani Manda di rumah sakit yang sendirian.

"Kalo gitu gue pulang" Raka beranjak pergi dari tempatnya.

Manda yang mencoba mencegah Raka agar tidak pergi dengan bangun dari bed pasiennya, membuat ia terjatuh.

"Awww..." rintih Manda.

Raka menoleh dan mendekati Manda. Membantunya kembali naik ke bed pasiennya.

"Lo apa-apaan sih!!"

"Gue mohon, lo temenin gue sampai sekertaris gue dateng" pinta Manda memasang wajah memelas.

Raka nampak berpikir sejenak. Lalu menyetujuinya. Toh sebentar lagi pasti sekertaris Manda datang jadi tidak masalah baginya untuk menunggu sebentar lagi.

Perhitungan Mala akurat, ia sama sekali tidak bertemu Raka sepulang bersepeda.

Mala menuju kamar untuk langsung mandi. Ia melihat pakaian milik Raka yang disipkannya tadi pagi masih berada ditempat semula. Mala menduga Raka belum juga pulang.

"Kemana dia??" batin Mala.

Dua kali Mala mencoba menelepon, tapi operator yang selalu menjawabnya.

"Rak, gue mau minta tolong!"

"Apa?!"

"Anter gue ke taman ya, gue bosen disini"

"Suruh suster aja!!" tolak Raka.

"Gue mohon!"

Raka mengusap wajahnya kasar. Merasa masih harus bertanggung jawab, sekali lagi Raka mau menuruti permintaan Manda. Ia memapahnya berjalan keluar, tapi karena kepala Manda yang mendadak pusing entah benar atau hanya sandiwara, Raka akhirnya membawa Manda dengan kursi roda.

AMALA  [Hiatus]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang