18. Inggit Pradipta Larasati

41 8 2
                                    

Ini kedua kali nya Yathan terbaring dalam UKS. Lagi-lagi nyeri nya datang dan membuatnya pingsan. Kali ini berbeda, Yathan terbangun tanpa siapapun disamping nya. Sepi dan sunyi, ia hanya ditemani bunyi detak jam dan bau karbol. Ia membenci bau ini.
"Bangun juga kamu, nak." Ujar Mbak Ani, ia merupakan penjaga UKS sekaligus nakes disini. Yathan tersenyum dan sedikit mengangguk untuk menjawabnya. "Tadi teman mu kesini, terus dia keluar lagi. Katanya mau ke kantin dulu." Lanjutnya.

Yathan merasa tak enak pada Inggit, sebab awal Inggit sudah mengingatkan nya untuk lekas pergi ke UKS. Bukan nya menurut, ia malah membangkang dan menyebabkan hal seperti ini. Pasti sangat merepotkan. "Yathan udah boleh ke kelas, mbak?" Tanya Yathan.

"Sebentar ya, Yathan. Kamu istirahat dulu, nantu jam ketiga baru boleh ke kelas lagi ya." Jawab nya. Yathan mengangguk. "Sebenarnya kamu kenapa, nak? Sudah dua kali kamu ke UKS, dan semua laporan yang saya terima, kamu selalu diawali gejala memegang dada. Kamu sesak? Tapi di data riwayat penyakit para siswa, kamu ga punya riwayat penyakit apa-apa." Ujar Mbak Ani, ia nampak sedikit bingung. Pandangan nya kini beralih ke arah Yathan dan tersenyum "Tolong ya, nak, kamu harus jujur tentang tubuhmu. Jangan siksa mereka. Atau kalau memang kamu mau keep, Mbak Ani cuma pesan ke kamu buat ga lupa ikutin prosedur pengobatan kamu ya." Ucap nya lagi.

"Iya, Mbak. Yathan gapapa kok. Akhir-akhir ini dojang Yathan emang agak ekstrim latihan nya. Ini efek kecapek-an doang kok, Mbak." Ujar Yathan berusaha menenangkan.

Pintu tak lama terbuka dan memunculkan sosok Inggit dengan susu uht ditangan nya. "Eh udah sadar? Nih gua beli buat lu." Ujar nya sembari memberi susu uht tersebut ke Yathan.

"Thanks, git. Nanti gua ganti ya." Ucap Yathan.

"Ga usah, than. Lu minum aja itu."

"Loh yang satu nya mana, git? Tadi kayaknya kalian masuk berdua?" Tanya Mbak Ani.

"E-eh? Enggak, mbak. Inggit masuk sendiri kok tadi." Jawab Inggit.

"Loh iya? Mbak Ani salah lihat kayak nya. Yaudah Mbak Ani tinggal dulu ya. Mbak Ani mau beresin barang dulu." Ujar Mbak Ani sembari berjalan meninggalkan tempat Yathan.

"Mau Inggit bantu, Mbak?" Tanya Inggit.

"Gausah, git. Mbak bisa kok." Jawab nya dari sebrang sana.

Inggit mengangguk lalu menarik kursi dan duduk samping Yathan. Yathan sedikit kikuk dekat dengan wanita selain Lushea, jadi ia memutuskan untuk diam.

"Tadi gue kan udah bilang, kalo sakit tuh ke UKS. Kenapa ga nurut?" Omel Inggit. Dari matanya menunjukan tatapan sedikit khawatir. "Tapi lu gapapa kan?" Ujar nya lagi. Kini telapak tangan nya langsung ia tempelkan ke dahi Yathan. Yathan sedikit terkejut dengan perlakuan Inggit yang terbilang agresif.

"Eh? Gapapa, git. Lagian ini bukan yang pertama juga kok." Ujar Yathan.

Inggit mengangguk paham. "Tadi maksud Mbak Ani apa ya, git? Lu kesini sama siapa?" Tanya Yathan.

"A- ituloh, sama anak-anak. Tadi dia yang bantu lu buat sampe kesini." Jawab Inggit. Yathan sedikit kecewa dengan jawaban Inggit. Yathan pikir itu Haidar. Ternyata Yathan terlalu banyak berharap. Seperti memang Haidar sangat benci dengan nya, sampai-sampai ia tidak peduli dengan nya.

"Dari pagi gue perhatiin kayaknya lu murung terus. Semangat ya, than. Pasti ga mudah buat jalanin nya sendiri. Lu mau cerita sama gue? Gue siap dengernya kok." Ujar Inggit.

Yathan sedikit tertawa. "Keliatan banget ya? Gapapa, git. Lu ga usah khawatirin gua oke? Disini emang gua yang jahat, gua emang pantes dapetin ini." Yathan tersenyum, namun senyuman itu sulid untuk diartikan oleh Inggit.

Inggit menggeleng. "Enggak, than. Lu ga pantes dapetin ini. Gua tau lu, than. Lu bukan orang yang begitu."

Yathan tampak tersenyum lagi. "Lu tau apa git tentang gua? Bahkan gua sendiri ga tau gua orang yang kayak gimana. Terlalu sulit buat mendekskripsiin nya." Ujar Yathan.

Under 10.000 Stars | Liu YangyangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang