2 ❀ What the f*ck!

80 8 1
                                    

"Hah.. masa sih, bisa kayak gitu?" Seorang pemuda yang duduk di boncengan sepeda dengan posisi menyamping, memukul pelan bahu perempuan yang memboncengnya. Membuat sepeda yang mereka tumpangi sedikit oleng.

"Lha, Iya kan! Elo sih, nggak pernah percaya sama gue." Pagi yang cerah untuk sejenak berkeliling menyusuri jalanan setapak di sela-sela hamparan bunga matahari yang memenuhi setiap sudut mata memandang. Sambil mengayuh sepeda, menikmati sepoi angin yang berhembus lembut. Mungkin jika ada orang lain sini, akan merasa aneh melihat mereka. Dua anak muda yang sedang di mabuk cinta, pagi-pagi sudah berisiknya minta ampun. Dengan si kekasih perempuan yang mengayuh sepeda, sedang si lelaki malah bergelayut manja di boncengan.

"Gimana mau percaya sama elo coba, lebih dari setengah omongan lo itu nggak bisa di percaya." Si pemuda terkekeh.

"What!? Perut lo mules ya, Dan! Elo kali yang omongannya nggak pernah bisa di pegang. Malahan kurang dari seperlima aja, dari kata-kata lo yang bisa di percaya. Napas dari hidung lo aja udah mengandung sebuah kebohongan!"

"Ha ha.. Anjir Na. Lo kira gue apaan!" Gelak tawa khas pemuda itu memenuhi setiap indra pendengaran, lebih menyejukkan dari udara perkebunan bunga matahari di pagi hari. Dengan begitu saja, tawa si perempuan pun ikut mengimbangi. Mengambang di atas ribuan bunga matahari yang selalu menjadi saksi bisu kisah mereka.

Satu tangan perempuan itu menggenggam erat tangan pemuda yang merangkul pinggangnya.

'Dan, kayak gini aja udah cukup buat gue.' Sebuah dialog yang hanya perempuan itu yang bisa mendengar nya.

"Nona.." Sebuah suara lain yang entah suara siapa tiba-tiba terdengar. "Nona.." Lagi, sang anak perempuan terlihat celingukan, mencari sumber suara.

"Udah di panggil tuh." Sang pemuda malah santai saja, seolah suara yang entah dari mana sumbernya itu bukan suatu hal yang aneh.

"Hah?!" Sang perempuan masih ngang ngong-ngang ngong, tidak paham.

"Pulang gih, nanti lagi ketemunya. Gue nggak pernah kemana-mana kok." Pemuda itu balik menggenggam tangan sang perempuan lebih erat, berbanding dengan kata-kata yang ia ucapkan. Dengan senyum teduh yang menenangkan.

"Nona.." Suara itu semakin jelas. Sebuah suara berat bapak-bapak.

Di jok belakang sebuah mobil yang sedang melaju sedang, seorang perempuan bersetelkan seragam sekolah, dengan jas almamater berwarna pink. 'JOHANNE SAM', nama itu tertera pada name tag nya. Matanya perlahan terbuka, mengerjap.

"Nona, kita hampir sampai tujuan." Dari rear view mirror, pak supir melihat keadaan Nona nya yang tengah tertidur, membangunkan.

Tanpa mengindahkan kalimat pak supir, embel-embel terima kasih atau apa pun. Perempuan itu hanya geming. Menatap keluar jendela mobil, ada sebuah helaan napas yang begitu berat, tatapan mata yang kosong. Seperti ada sesuatu yang hilang dari dalam dirinya.

Pada hamparan langit dengan arak-arakan awan putih, sinar matahari pagi yang menelusup di balik celah-celah pepohonan, gedung-gedung pencakar langit, jalanan yang cukup padat di jam aktif kerja. Untungnya tak sampai macet, karena sistem lalu lintas yang memumpuni. Pada hiruk pikuk kehidupan, kesibukan yang menggeliat dengan cepat.

Waktu, dunia ini, bahkan mobil yang ia tumpangi pun terus berjalan. Tapi entah mengapa, untuk perempuan itu. Segalanya seolah berhenti, sejak dua bulan terakhir, ia merasa seperti diam di tempat. Raganya seperti mengambang di ruang hampa.

Otaknya seolah kosong, atau terlalu penuh, hingga tak sanggup untuk di ajak berpikir normal, entahlah. Dirinya sekarang tak ubahnya zombie yang dipaksa menjadi manusia normal, di poles dengan apik hingga tidak ada yang menyadari, jika tubuhnya sudah terlalu membusuk. Pun bau busuk itu sendiri, tidak ada yang bisa menciumnya. Bahkan perempuan itu sendiri.

AKU? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang