14 ❀ Bahasa Bunga Matahari

37 6 0
                                    

Matahari bersinar kemuning di ambang langit barat, belum tenggelam, masih lama. Namun jangan tanya seberapa lama waktu akan berlalu. Di sini, pada hamparan kebun bunga matahari yang akan selalu terlihat elok bermekaran. Tidak akan pernah bisa di perkirakan waktu berjalan berapa lama. Ada kalanya detik berhenti di ruang hampa, meskipun semuanya terlihat normal. Angin tetap berhembus lembut, burung-burung bebas beterbangan, bunga-bunga berayun mengikuti irama alam. Dan ada kalanya, detik berjalan dengan semestinya. Matahari perlahan terbit di ufuk timur, atau berpulang dengan anggun di arah sebaliknya.

Di gubuk asri pinggiran jalan setapak kebun, dua anak manusia yang sudah seharusnya akan selalu ada di sana. Bersantai menikmati sore ke sekian yang akan selalu indah.

"Rambut lo, udah tambah panjang aja. Gondrong banget, anjir. Mana berantakan lagi!" Dalam sandaran peluk tubuh Danse, di antara kedua kaki yang selonjoran. Anna memainkan rambut panjang kekasihnya yang semrawutan. Mulutnya sedikit terbuka, keasikan membenahi rambut Danse.

Danse, menyandarkan kepala pada tumpuan sikunya di pagar gubuk. Hanya berdecih membiarkan Anna mengutak atik rambutnya. Lihatlah, imut sekali wajah wanitanya ini. Tidak kuasa ingin meraup bibir mungil yang biasanya selalu cerewet tidak bisa diam.

"Tapi gue tetep tambah cakep, kan?" dengan nada paling songong khas dirinya, di sertai smirk andalan yang sanggup meruntuhkan iman para cegilnya. Namun tidak akan mempan pada Anna, ia sudah terbiasa dengan jurus maut penggoda seorang Danse.

Tidak menggubris kata-kata Danse, seolah tidak ada yang besuara. Masih dengan mulut mengaga, fokus Anna tetap pada rambut Danse, malah ia tidak segan menjambak helaian rambut yang cukup sulit di atur.

Danse jelas berdecak, menjauhkan kepala. Jika seperti ini terus, rambutnya bisa rontok semua.

"lha!? eh, Dan! Gue belum selesai, elah! Lo nggak pernah sisiran apa gimana, sih. Susah amat rambut lo aturannya. Kayak yang punya!" menarik kembali poni Danse, otomatis kepalanya juga ikut terkatuk ke depan.

Wahhh... Tantrum sudah anak itu. Cepat, ia kembali menarik kepalanya ke belakang. Alisnya bertaut lucu, dengan mata sok sok an di belalakkan.

"Dan!"

"Na!"

"Kembaliin kepala lo, gak!"

"Berhenti, gak!" ucap serempak.

Sepertinya bukan hanya Danse, Anna join ikutan tantrum. Mereka sudah merasa seperti melayangkan tatapan paling mematikan. Padahal jika di saksikan, mereka terlihat seperti dua ekor kucing yang berebut susu.

Adu mata tidak bisa di hindari. Sengit bak turnamen anti kedip.

Cup!

Di luar dugaan. Kesempatan di dalam kesempitan. Tanpa salam, Danse yang sejak tadi memang sudah gemas dengan bibir mungil Anna. Mengecup cepat. Tersenyum jumawa, merasa menang. Lain Anna yang masih loading. Iris birunya melebar.

"Eh! Dan! Kok enak, lo! Maen nyosor aja!" memukul dada Danse pelan. Semula yang selonjoran di antara kaki Danse, bangkit duduk di pangkuan pemuda itu. Menjadikan posisi kepala Anna lebih tinggi.

Cup!

Tak mau kalah, Anna ikutan membalas aksi Danse. "Biar adil."

Eh!? Cup!

Danse kembali lagi mengecup sekilas bibir Anna. Menegakkan posisi duduk. Menyamankan pangkuan untuk Anna.

Cup. Satu kecupan lagi dari Anna, mengalungkan tangan di leher Danse. Masih saling tatap, namun dengan bahasa yang lebih romantis. Lantas, tertawa lepas bersama.

AKU? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang