8 ❀ Lapar!

32 6 0
                                    

Dua lawan empat. Satu gadis dengan satu pemuda bertangan kosong, empat pria dewasa dengan tiga diantaranya dilengkapi senjata tajam dan alat pukul. Sebuah perbandingan yang begitu jomplang, berat sebelah.

Gang sempit lembap minim pencahayaan, jauh dari keramaian. Di kepung kawanan preman berwajah sangar. Tidak ada opsi negosiasi, hanya ada pilihan pasrah tapi entah bagaimana nasib nantinya, atau melawan yang juga entah bagaimana hasil akhirnya.

"Maju lo semua, bangsat! Manusia sekali nggak guna, sampek mampus juga gak bakal berguna!" Juna mengeratkan rahang, dengan percaya diri menyombongkan diri, melepas leather jacket hitam yang ia kenalan, membuang asal. Dalam hati, Juna mendengus, Kata-kata itu juga berlaku untuk dirinya sendiri.

Menyisakan kaos tanpa lengan, memamerkan bisep yang ternyata cukup besar.

Para preman itu tertawa meremehkan. Lihatlah, anak baru kemarin sudah sok mau jadi jagoan. Menghina, palingan nanti juga bakal memohon setelah satu goresan kecil tertoreh di wajah tampannya.

Huhh..

Itu jelas plot adegan menegangkan, menakutkan malah. Tetapi dengan entengnya, Anna malah menjatuhkan bahu, mendesah, tidak minat. Antusiasmenya atas ekspektasi telah di hancurkan oleh realita yang tidak terduga.

Menatap datar Juna. Entah, rasanya ia ogah menjadi Hanna sekarang, di depan Juna. Bagaimana harus? Memasang wajah takut, khawatir, menatap penuh mohon pertolongan pada anak sialan itu!? Malas sekali Anna.

Ctk! Serah lo, deh, Jun! Tanpa di suruh Anna menepi dari jangkauan kerumunan, bersedekap. Melirik malas pria yang masih membawa tasnya yang menjauh di pojokan. Sedikit kaget di tatap Anna, mencoba ikut tetap sangar sebab sudah punya bala bantuan.

Memutar bola mata, paansih! Kembali mengalihkan atensi pada Juna.

"Lumayan juga tuh biseps, massa ototnnya lebih gede dari punya El. Beda tujuan workout, kalau El lebih ke ABS perut, dia fokus ke biseps. Dia juga lagi bulking sekarang. Kalo diibaratin sih, El bakso urat, nih anak bakso aci," malah mengomentari hal yang tidak perlu, "okelah.. Gue mau liat, sampek mana lo sanggup sok begaya kayak gitu!?"

Juna yang mengambil langkah serangan pertama, maju tanpa ragu. Langsung menyerang tiga pria itu sekaligus, dua tinju untuk masing-masing satu orang dan tendangan mantap pada yang lainnya.

"Wihh.. Lumayan juga nih anak!" mereka juga gesit bisa menangkis, salah satu pria maju membalas serangan. Masih meremehkan, tidak langsung mengeroyok.

Pria itu membawa bongkahan kayu, mengayunkan kuat pada Juna.

Bukannya menghindar, Juna menerima serang itu, menangkap potongan kayu. Wajahnya datar mengintimidasi. Menarik kayu yang juga masih di pegang si penyerang, menendang dada pria itu hingga ia terjerembab, melepaskan kayunya.

Pria itu tidak menyangka akan di pukul mundur secepat ini. Tidak Terima, harga dirinya meronta. Kembali maju dengan menggebu, mengayunkan bogem kuat.

Juna membuang kayu itu jauh. Menghindar, cepat membalas. Si pria juga gesit menyingkir. Jual beli pukulan tak terelakkan.

Satu dua tinju, Juna dapat menghindar, membuat tameng. Namun satu pukulan berhasil mengenai wajahnya, beberapa langkah terdorong mundur. Tanpa mengaduh, Juna sigap mengirim balasan, lebih serius. Tinju bertubi-tubi, tak memberi kesempatan si pria memberi serangan balik. Pria itu membuat tameng dengan lengannya.

Tak di sangka, Juna menendang dari bawah, pada kaki si pria yang fokus terhadap tinju di bagian atas. Pria itu oleng, pukulan berikutnya telak berhasil mengenai perut, wajah, bahu, pria itu.

AKU? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang