Jangan lupa vote🌹
Pagi hari Bu Nas dibuat kebingungan oleh tingkah aneh Karin. Jelas bingung, lihat saja sekarang Karin malah sembunyi dibalik lemari perabotan, dan setelahnya kembali ke kamar.Berbeda dengan Karin. Gadis itu kini dilanda rasa was-was. Ya, was-was jika bertemu ajudan tampan Pak Nas.
Jujur, Karin sebenarnya malu mengingat kejadian tempo hari mengenai pembicaraannya dengan Pierre. Namun, yang membuat Karin semakin bingung adalah tingkah Pierre yang kian hari semakin menjauhinya.
Dirinya tidak tahu ada apa dengan pria itu. Namun, setiap bertemu mereka berdua seolah saling tak mengenal satu sama lain.
Karin sebenarnya tidak terlalu memusingkannya. Dibalik sikapnya yang enggan bertemu Pierre, dan malah memilih sembunyi juga memiliki maksud lain. Dia terlalu malu memperlihatkan diri semenjak kejadian itu.
Saat ini dirinya tengah berada di kamarnya. Memikirkan bagaimana caranya agar dia bisa keluar tanpa bertemu Pierre.
“Ih bisa gila gue kalau gini mulu!”
“Lagian ngapain gue jadi pemalu gini sih. Biasanya juga bar-bar gak peduli kejadian..., Tapi yang kali ini bedaaa!” Racaunya.
Karin memijit pelipisnya. Tiba-tiba sebuah pemikiran muncul di benaknya,
“Jangan bilang gue suka sama Pierre?”
Karin menggeleng sebelum racauan nya kian melengking, “OMG OMG OMG, Gak mungkin! Gak boleh, gak boleh sampai kejadian! Kemarin-kemarin itu gue cuman salting biasa doang, gak sampai falling love! Karin sadar, dia pahlawan revolusi.”
Racaunya terhenti ketika Bu Nas tiba-tiba masuk ke kamarnya.
Netra keduanya bersitatap. Bu Nas yang kebingungan dan Karin yang kikuk takut omongannya terdengar oleh Bu Nas.
“Kenapa nak?” Ujar Bu Nas.
Karin menggeleng, “Enggak kok bu, ini tadi ada nyamuk di kamar Karin. Hehe”
Sedetik berujar, Karin kembali menimpali saat meneliti penampilan Bu Nas.
“Bu Nas mau kemana?”
Bu Nas tersenyum, “Ibu mau pergi sama Bu Yayuk, kamu mau ikut tidak?”
Berpikir sejenak, Karin kemudian menggelengkan lagi kepalanya. “Enggak deh, Bu.”
“Yakin? Kamu di rumah sendirian loh.”
“Loh? Bapak, Ade, Yanti sama yang lainnya emang ikut juga Bu?”
“Iya. Jadi ikut tidak?” Lanjut Bu Nas.
“Enggak deh Bu. Karin mau nyari kegiatan lain hehe, Ibu have fun aja di sana yaa. Jangan lupa bawain Karin buah tangan! Hihi”
Bu Nas tertawa menimpali, “Lucunyaa, yasudah kalau begitu Ibu tinggal ya. Nanti Ibu suruh Pierre temani kamu di rumah. Kebetulan dia libur hari ini, kamu baik-baik di rumah. Awas buat onar!”
Ucapan Bu Nas sontak membuat Karin terkejut. Bukan! Bukan terkejut karena akhir kalimat yang Bu Nas lontarkan.
“Lho, Bu? Kok Pierre sih?! Bu Nas....” Rengeknya.
°°°
Hari ini mungkin menjadi hari yang tergolong dalam daftar hitam milik Karin. Bagiamana tidak, dirinya ditinggal sendirian di rumah. Ralat, berdua dengan ajudan Pak Nas.
Saat ini dirinya tengah menyibukkan diri dengan berbagai kuas dan cat warna serta lukisan yang terpampang di hadapannya.
Menyibukkan diri dengan melukis adalah salah satu manfaat terbaik menurutnya. Ditambah lagi dengan suasana asri tempo doeloe yang seperti ini membuat Karin tambah bersemangat.
Keterbatasan bahan-bahan lukisan tak membuat semangat nya patah.
Ketenangannya terusik akibat kehadiran ajudan Pak Nas. Karin memilih fokus, tak menggubris pria di sebelahnya.
Pierre berdehem sebagai sapaan singkat. Pun tak dibalas oleh lawan jenisnya.
Lama menikmati pemandangan tangan Karin yang sibuk melukis membuat Pierre lupa akan tujuan utamanya.
Karin yang risih diperhatikan terus menerus pun kini memusatkan perhatiannya pada pria tinggi di hadapannya.
Tak mendapat respon, Karin menyentuh lengan pria itu.
Pierre berdehem untuk kedua kalinya. “Ekhem. Saya izin mau seduh kopi di dapur rumah boleh? Soalnya gula di dapur paviliun sudah habis.” Jelasnya panjang lebar.
Karin ber-oh ria kemudian mempersilahkan Pierre masuk dan dirinya kembali menyibukkan diri dengan lukisan ditangannya.
Mendapati respon Karin yang tak seperti biasanya membuat Pierre bingung.
Sama halnya dengan Karin, gadis itu berusaha mengontrol sesuatu dalam dirinya yang kian membuncah.
‘Apasih ege, gitu doang juga. Salting Lo?!’
Tak lama setelah itu keluarlah Pierre dengan secangkir kopi ditangannya.
Pierre berjalan menuju paviliun setelah mengucapkan terima kasih kepada Karin.
Dengan perasaan dongkol, Karin menjatuhkan kuas dan lukisannya.
“Makasih doang gitu? Ngobrol kek, apa kek. Nyebelin banget jadi orang!”
“Baru aja salting padahal.” Cercanya.
Bersambung...
°°°
KAMU SEDANG MEMBACA
TAK INGIN USAI | Pierre Tendean
Fiction HistoriqueTerlalu ambis akan sejarah, Karin selalu berharap agar dapat diberi kesempatan untuk merasakan yang namanya Time Travel. Terlalu mustahil untuk pemikiran di era modern ini, tapi itu yang Karin alami. Karin berada di zona waktu itu, dimana ia dapat m...