Jangan lupa vote🌹
"Atau mau saya cium di sini, sekarang juga?"Pernyataan Pierre membuat Karin melotot hebat. Spontan saja ia mencubit pinggang pria tersebut. Tak lama berselang, suara lain menginterupsinya membuat rona merah di pipi putihnya merona.
"Aduh aduh, yang sedang kasmaran. Ini tujuan awalnya mau kerja bakti atau mau berkencan?"
Pierre tersentak mendengar suara atasannya-Ibu Johana.
"Eh, hehe, Ibu. Salim bu," Karin menyalimi Bu Nas yang saat ini sudah berdiri di sebelahnya dan Pierre.
"Siap, maaf ibu." Pierre lantas berdiri dan sedikit menjauh dari Karin.
Bu Nas hanya menggeleng, "Karin boleh bantu Ibu buat kue?"
Karin mengangguk, "Bisa dong Bu, bisa banget malah! Saya aja yang buat kue nya, ibu ongkang-ongkang kaki aja. Pokoknya serahin semuanya sama Karin. Atau mungkin ibu mau request kue apaan?"
Pertanyaan beruntun yang Karin utarakan hanya dibalas kekehan dari kedua orang dihadapannya.
"Terserah kamu saja," Titah Bu Nas.
"Aelah Bu, kayak cewek aja segala ngomong terserah lagi. Ternyata dari jaman dulu juga orang-orang udah pada jawab terserah. Sekarang gue tau darimana asal usul cewek selalu ngomong terserah,"
Bu Nas dan Pierre hanya melirik satu sama lain, tak mengerti maksud dari ucapan Karin. Mereka hanya diam mendengarkan.
"Yaudah kalau gitu saya masuk ke dalam dulu Bu. Yer, duluan."
"Eh sebentar, nak. Minta tolong mangga ini kamu olah juga ya, terserah mau dijadikan olahan apa."
'Astogeh, gue baru ngeh kalau Bu Nas daritadi bawa mangga. Mana mangganya mengkal-mengkal lagi, kan jadi pengen ngerujak!' batin gadis itu.
"Pierre, tolong bantu Hamdan perbaiki tandon air yang bocor ya. Sekalian perbaiki saluran airnya." Lanjut Bu Nas.
"Siap, laksanakan Bu."
Bu Nas menepuk pelan pundak Pierre, "Santai saja, yasudah sekarang kalian kerjakan tugas kalian masing-masing. Ibu mau bantu Bapak dulu."
Selepas kepergian Bu Nas, Karin melirik Pierre yang kebetulan juga tengah menatapnya.
"Yaudah kalau gitu gue ke dalam dulu, Yer." Baru beberapa langkah, kedua tungkainya berhenti tatkala mendengar penuturan Pierre.
"Saya belum dapat jawabannya, Arunika."
Karin berbalik, berhadapan langsung dengan Pierre. Pria itu terlalu tinggi, dibandingkan dengan dirinya yang hanya mempunyai tinggi 158 cm.
'Bisa dibayangin kan? Gue kalau jalan sama dia berasa jalan sama tiang listrik. Belum lagi badannya kekar banget, ajigile.'
KAMU SEDANG MEMBACA
TAK INGIN USAI | Pierre Tendean
Ficção HistóricaTerlalu ambis akan sejarah, Karin selalu berharap agar dapat diberi kesempatan untuk merasakan yang namanya Time Travel. Terlalu mustahil untuk pemikiran di era modern ini, tapi itu yang Karin alami. Karin berada di zona waktu itu, dimana ia dapat m...