Bab 17. Pertemuanku dengan Dua Lelaki Muda.

53 12 2
                                    


“Hufftt.. lumayan dapat penghasilan 40.000." tukasku senang sembari menghitung kembali uang hasil berjualan.

Tak lama kemudan Bibi Mi Kyung tiba di pasar.

“Bagaimana hasil berjualannya?” tanya Bibi Mi Kyung tanpa basa-basi.

Mendengar suara Bibi Mi Kyung, spontan aku menoleh kearahnya.

“Baru dapat 40.000, lumayanlah.” sahutku senang.

“Syukurlah,” tukas Bibi Mi Kyung turut senang mendengarnya.

“Oh ya, ini Bibi menemukan brosur ini dikamarmu.” ucap Bibi Mi Kyung sembari menyodorkan brosur yang dibawanya.

“Dita, perjalananmu masih panjang Nak. Ayo lanjutkan sekolahmu, berhubung ini ada beasiswa.” pinta Bibi Mi Kyung sembari membujuk keponakannya untuk melanjutkan sekolahnya kembali.

“Maaf Bi, Dita sudah nyaman berdagang. Dita tidak ingin sekolah lagi.” tolakku.

“Bibi tahu apa cita-citamu. Kamu ingin menjadi Dokter,kan?” tanya Bibi Mi Kyung meyakinkannya kembali. Aku hanya terdiam sembari menundukkan kepalanya.

“Kamu tidak akan pernah bisa menjadi seorang Dokter kalau SMA saja kamu tidak menyelesaikannya secara tuntas,” ucap Bibi Mi Kyung.

“Jangankan untuk lulus SMA, menjadi Dokter itu juga perlu kuliah, Dita.” imbuh Bibi Mi Kyung berusaha membujuk keponakannya itu.

“Maaf Bi, tapi Dita benar-benar tidak bisa sekolah lagi.” tolakku lagi.

“Iya tapi kenapa?” tanya Bibi Mi Kyung heran.

“Bibi tahu kamu anak yang
berprestasi, kamu pasti akan bisa sekolah kembali dengan bantuan beasiswa ini, Nak.” ujar Bibi Mi Kyung.

“Maaf Bi,” sahutku sendu sembari menggelengkan kepala.

Aku bisa membaca raut wajah Bibi Mi Kyung. Ya, Bibi tenggelam dalam kekecewaan karena aku menolak permintaannya, aku menolak karena ada alasannya. Alasan yang sulit aku utarakan kepada Bibi Irha bahkan kepada Jang Yeo Bin.

Selama berada di pasar, kali ini aku dan Bibi Irha tidak ada topik pembicaraan sama sekali. Aku masih merasa tidak enak karena kumenolak permintaan Bibi Mi Kyung yang menginginkanku untuk melanjutkan sekolah lagi.

“Aisshhh!! bagaimana ini? Bibi pasti marah sama aku,” ucapku merasa bersalah seraya berjalan di sekitar jalan raya.

“Disatu sisi aku memang ingin menjadi seorang Dokter, tapi disisi lain aku tidak mau sekolah!! Aaa!! aku benci sekolah!” gerutuku kesal sekaligus bingung.

Diam sejenak...

Seketika langkahku terhenti, dengan sigap aku mengecek ponselku lalu segera aku mengecek jam di ponselku.

“Ahh iya aku harus jemput Jang Yeo Bin pulang sekolah!” ucapku sembari menaruh kembali ponselku kedalam tas kecil.

“Aku tidak mau Jang Yeo Bin menunggu lama!” imbuhku bergegas beranjak kembali.

Tanpa basa-basi aku berlari melewati jalan raya. Dengan cepatku berlari menuju tempat Jang Yeo Bin bersekolah walaupun sambil membawa bahan jualan tadi.

Disisi seberang jalan yang tak jauh dari jarak Dita berjalan, terlihat ada lelaki berjaket hitam dan bercelana jeans biru marun tampak berjalan dengan santai sembari mendengarkan musik. Lelaki itu tampak kebingungan seperti mencari sesuatu yang belum ia temukan.

Tin!.. tin!.. tinn!!...

Seketika langkahku terhenti tepat berada ditengah jalan raya. Spontan pandanganku mengarah kearah sumber suara klason yang dimana suara tersebut berasal dari arah kanan.

School 2023Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang