Pagi harinya, Harry masih tergulung dengan kakinya berada di sandaran kepala dan kepalanya di ujung ranjang. Voldemort terkulai malas di sekitar lengan dan lehernya, menekan diri pada panas tubuh Harry, mungkin secara insting dan mungkin juga tak sengaja. Kartu bertebaran di atas ranjang dan beberapa terjatuh ke lantai.
Voldemort bangun dengan sedikit kebingungan tapi anehnya tetap tenang. Dia merasa... hangat, tenang, dan paling penting, aman, hampir.... terlindungi. Dia dengan malas menjentikkan lidah untuk merasakan udara, lalu menegang saat lidahnya menyentuh sesuatu yang manis. Dia mendongak untuk melihat lebih jelas, terkejut saat matanya bertemu dengan netra hijau penuh perasaan.
:Ini nyaman: ulur Harry, tapi tak peduli dengan ancaman saat dia menyamankan kacamatanya yang bengkok. Dia menguap dan meregangkan diri dari posisi tidur yang tak nyaman, secara tidak sengaja menyentuh tubuh panjang Voldemort, membuat sensasi aneh pada saraf ular itu sehingga dia merelaksasikan diri.
Mengenyahkan emosi berkebalikan yang muncul dari kedekatan dan kesadaran kalau dia menghabiskan malam bersandar pada musuhnya, Voldemort berdesis, :Aku bukan teddy bear, Potter. Cobalah untuk menahan diri lain kali kau ingin menganggapku seperti itu:.
Sungguh mengesalkan tapi bukan tak terduga saat Harry hanya tersenyum. :Aww, tapi kau menggunakanku sebagai tempat hinggap dan alat transportasi, bukankah itu adil?:
:Hidup itu tak adil, ingat?: Voldemort menolak untuk menganggap kalau sebagian dari dirinya tak masalah dengan pengaturan siang hari yang mereka punya. Sebagai seekor ular, panas tubuh manusia selama musim dingin terbantu membuatnya tetap pada suhu yang ideal, dan saat malam hari mantra penghangat tak cukup memuaskan seperti panas natural.
Sekali lagi, penyihir muda itu terlihat dengan mudah mengenyahkan apa tang dimaksud untuk setidaknya membuat kesal. Oh, betapa dia benci terjebak dalam tubuh tak berguna ini. Dengan gelengan kecil dan senyum miring ke arah Voldemort, Harry menarik tirainya terbuka, membatalkan semua mantra privasi malam hari dan menjauh dari ular itu. Untuk alasan yang aneh, Voldemort merasa bukan hanya mantra privasi yang sudah terbatalkan.
Semua orang di dalam asrama sudah bangun, lanjut mengepak barang mereka sebelum naik kereta menuju ke rumah untuk liburan. Seperti Gryffindor yang khas, mereka terlalu keras dan berantakan, tergesa-gesa melempar pakaian dan buku ke dalam koper mereka, berharap kalau semua itu muat. Voldemort tak ragu lagi kalau para Slytherin di ruang bawah tanah sudah mengepak beberapa hari yang lalu dan mencemooh asrama para singa. Bagaimana Harry Potter bisa berakhir dengan anak-anak ini, Voldemort tak paham..
Voldemort tak langsung sadar kalau dia baru saja memuji orang yang suatu saat akan memusnahkannya, dan saat dia sadar, lidahnya mulai dengan cepat terjentik ke udara dari emosi yang baru saja menjauh darinya.
Keheningan yang membahagiakan; itu yang bisa Voldemort pikirkan saat dia tergulung di atas bantal Harry Potter, yang mana terasa lembut dan baunya enak...
Oh, Merlin, aku berubah menjadi hewan peliharaan, pikir Voldemort dengan marah pada dirinya sendiri. Dia mengawasi Harry Potter yang berjalan kembali ke dalam ruangan setelah mengatakan selamat tinggal pada teman-temannya, atau panggilan apapun yang dia gunakan pada orang-orang bodoh itu.
:Aku akan mandi, mau ikut?:
Voldemort terkejut akan betapa semangat dirinya. Lagi, dia mengumpat pada bagian ular dari dirinya karena kadang-kadang melukai martabatnya. Dia berharap bisa mencekik kobra batinnya yang gembira pada prospek berjemur di bawah kehangatan uap shower.
Ini semua salah Potter, dia tahu itu.
Tapi bukannya menyuarakan hal itu, dia hanya mendesah lelah dan dengan sedih berkata, :Oke:.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Snake Named Voldemort
Fiksi PenggemarA Tomarry story Setelah diubah menjadi seekor ular dan tak dapat berubah kembali, Lord Voldemort terpaksa untuk datang pada satu-satunya Parselmouth yang masih hidup, Harry Potter. Setelah membuat kesepakatan, Harry setuju untuk membantu Dark Lord...