ෆ╹ .̮ ╹ෆ
“Bukan perihal menerima melainkan tanggung jawab yang harus diterima.” —Abimana
---o0o---
Abimana's POV
SETELAH mengenal Senjani selama beberapa hari membuatku memikirkan banyak hal, ada banyak hal yang tiba-tiba saja muncul di kepalaku.
Menurut ku Senjani berbeda dengan wanita-wanita lain yang pernah dekat denganku. Nyatanya Aku memang bukanlah pria baik.
Sudah satu minggu Aku tidak lagi menemuinya padahal hari pertunangan kami sudah di depan mata.
Sebenarnya ada banyak hal yang selama satu minggu ini. Entah kenapa pikiran ku tiba-tiba saja terasa penuh.
Sebelum Ayah mengenalkan kami minggu lalu Aku sebenarnya sudah cukup tertarik dengan wanita bernama Senjani itu. Entah kenapa dia cukup menarik perhatianku sejak pertemuan pertama kami dirumahnya.
Namun setelah mengenalnya tiba-tiba saja membuatku tersadar, apakah Aku layak untuk dijodohkan dengan Senjani?
Pertanyaan-pertanyaan itu seolah menghantuiku setiap hari. Setiap kali Aku berusaha untuk menerima perjodohan itu, kepalaku tiba-tiba saja memutar kejadian buruk yang mungkin akan menimpaku.
Aku tidak mau Senjani menyesal karena telah menerima perjodohan itu. Banyak hal yang membuatku takut, bukan perihal menerima, —Aku hanya terlalu takut kalau suatu saat nanti Senjani akan pergi, Aku takut dia akan kecewa setelah mengetahui betapa brengsek nya Aku di masa lalu.
Sehari setelah Aku menerima perjodohan itu, Aku banyak bercerita dengan Papah dan Mamah.
Seperti pagi ini, awalnya Aku berniat untuk ke Rumah Dhika karena ingin meminta tolong banyak hal.
"Sayang sini." Panggil Mamah Helena sambil menepuk sofa disebelahnya.
Aku pun berjalan ke arahnya, bagiku Mamah Helena adalah anugrah yang paling paling indah.
"Kenapa mah?" Tanyaku sambil mendudukkan diri di sofa ruang tengah.
"Mamah mau ngobrol, kamu lagi sibuk enggak?" Tanya Mamah sambil mengelus punggung tangan ku dengan lembut.
"Lagi mau ke Rumah Dhika si sebenernya." Balasku jujur.
Mendengar jawabanku, Mamah malah tersenyum penuh arti. Sejujurnya Aku tidak mengerti maksud dari senyuman itu apa.
"Yakin cuma mau ke Rumah Dhika aja?" Tanya Mamah meyakinkan sambil tersenyum simpul.
"Mamah kenapa sih?" Tanyaku bingung.
"Enggak apa-apa, Mamah mau nanya deh sama kamu."
"Nanya apa sih mah? Terus kenapa belibet banget sih." Aku cukup bingung dengan gelagat Mamah yang sepertinya bingung harus menyusun kalimat seperti apa.
"Hmmm— kamu seriusan nerima perjodohan itu bukan karena terpaksa kan?" Tanya Mamah dengan sedikit hati-hati, mungkin takut menyinggung perasaan ku.
Aku tersenyum sambil menggenggam tangannya dan mengelusnya sesekali. Setiap kali melihat senyum di wajahnya yang sudah tidak muda lagi selalu berhasil menghangatkan hatiku.
"Aku selalu percaya apapun pilihan Mamah dan Papah itu pasti yang terbaik, tapi Aku minta waktu— tolong kasih Aku dan Senjani jeda setelah pertunangan ke pernikahan lebih lama, boleh?" Pintaku sambil menatap wajah Mamah penuh harap.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dandelion Di Ujung Senja [COMPLETED!]
Fiksi RemajaSenjani harus merasakan luka paling perih yang disebabkan oleh orang terdekatnya. Menjadi target bullying teman sekelasnya bahkan sudah menjadi sarapan sehari-hari. Hidupnya hancur sejak kedua orang tuanya memilih untuk berpisah, karena sebuah fakt...