#14

63 14 30
                                    

Mata itu berubah berbinar dengan warna merah muda. Tzuyu menghirup dalam-dalam aroma yang begitu menyengat. Dia yakin dalam radius 2 meter dari sana, gumiho hitam yang sebelumnya gagal dia kalahkan, ada. Dia memejamkan mata, mencari keberadaannya sebab saat ini dia tak bisa meninggalkan bayi itu sendirian. Bisa-bisa gumiho hitam itu menyantapnya.

"Jungkook?" gumamnya kemudian membuka mata. Pria itu sedang berjalan kaki, dengan balutan jas serta membawa kantung belanja di tangan. Dia kemudian menatap bayi mungil yang kini tertidur pulas setelah kenyang. Dia benar-benar tak bisa meninggalkannya untuk menyelamatkan Jungkook. Namun, pria pemilik bintang biduk itu benar-benar dalam bahaya. Dia diikuti.

Tzuyu menghela napas. Menggendong bayi itu meski kemungkinannya akan membangunkan. Namun, dia harus melakukan keduanya. Menjaga bayi itu serta melindungi Jungkook.

"Aku tidak peduli." Tzuyu segera melakukan teleportasi ke tempat Jungkook berada. Beruntung, pria tersebut sedang dalam perjalanan menuju rumahnya.

Tanpa Tzuyu sadari, seseorang mengawasi lewat kolam. Wanita dengan keranjang bunga di tangannya itu, tersenyum.

"Gumiho hanya jatuh cinta sekali seumur hidupnya," gumam wanita paruh baya itu. "Sebaiknya kau berhenti memaksanya. Dia menolak karena alasan yang jelas. Dia sudah pernah jatuh cinta. Dia tidak akan jatuh cinta padamu."

Pria dengan pakaian serba putih itu mencebik. "Apa tidak ada cara lain? Maksudku, ramuan atau apa pun itu."

"Hati bukanlah hal yang bisa dimanipulasi dengan ramuan atau sihir. Kau sendiri yang lihat 'kan?"

Junho menghela napas. Dia jatuh cinta pada Tzuyu saat dirinya belajar di akademi. Saat itu, Tzuyu selalu ikut kelas diam-diam dan hampir dihukum. Kemudian, dia meminta gadis itu untuk berhenti karena dia akan mengajarinya. Sejak saat itu, mereka cukup dekat. Bahkan, Tzuyu satu-satunya gumiho oranye yang bebas bolak-balik ke negeri Gu karena Junho memberikan kuncinya. Namun, sejak dia meminta sang ibu menjodohkannya dengan Tzuyu, gadis itu tak lagi datang.

"Apa dia benar-benar jatuh cinta? Dia sudah jatuh cinta sebelumnya. Apa dia bisa jatuh cinta 2 kali?"

***

Jungkook meletakkan bayi itu secara perlahan ke box bayi lalu tersenyum. Dia memang tak ingin menikah. Namun, bukan berarti dirinya tak suka anak-anak. Baginya, anak-anak itu benar-benar murni. Mereka takkan berbohong atau bersikap licik.

"Wah ... Hatiku rasanya benar-benar tenang sekarang." Tzuyu membanting tubuhnya ke sofa. Dia bersyukur karena gumiho hitamnya segera pergi saat dia tiba. Jadi, dia tak perlu melakukan teleportasi atau bergulat dengannya di sana.

"Ah ya, maaf soal tadi pagi. Aku membelikan yang mungkin cocok dengan seleramu." Jungkook meletakkan kantung belanja itu. Dia menganggapnya sebagai rasa terima kasih sekaligus untuk menutupi rasa malunya karena 2 kali dia benar-benar merasa malu di depan Tzuyu.

"Woah ...." Tzuyu menyukai gaun selutut yang dibelikan Jungkook. Warnanya putih dengan motif bunga matahari. Dia belum punya pakaian seperti itu.

"Kau memang sangat suka pakaian yang bagus," ujar Jungkook. Bahkan, pakaian yang Tzuyu kenakan saat ini bukan piyama biasa. Gadis itu mengenakan gaun berwarna putih dengan rambut yang dikepang bando.

Tzuyu benar-benar senang dengan hadiah yang Jungkook bawa. Ini benar-benar bisa menggantikan pakaiannya yang sebelumnya. "Apa ... Ini jawaban untuk lamaranku?"

"Tidak. Aku hanya ingin meminta maaf karena membuatmu kesal setelah kau membantuku."

Tzuyu berdecak kemudian meletakkan kembali gaun itu ke dalam kantung belanja. "Apa susahnya menerima lalu kita menikah?"

"Hubungan lebih rumit dari itu. Selama ini aku tidak punya teman dan ... Aku baru merasakannya sekarang. Aku tidak mau kesepian jika hubungannya rusak." Jungkook hanya tak mau berakhir jadi pria yang kesepian. Dia selalu merasa takut dan kasihan pada gadis yang akan bersamanya nanti. Saudari-saudari mendiang sang ayah tak sebaik yang terlihat. Kemudian, dia masih punya trauma soal hubungan setelah melihat berbagai perceraian termasuk kedua orang tuanya.

Untuk pertama kalinya, seseorang tak membicarakan soal bagaimana kacaunya keluarganya. Juga tak melihatnya dengan rasa iba. Tzuyu seolah tak peduli soal itu. Bahkan tak mengungkitnya sama sekali.

"Ah ya, aku memimpikanmu tadi siang. Kau tersenyum lebar dengan jepit rambut yang manis."

Tzuyu mengerutkan dahi. "Jepit yang manis?"

"Jepit bunga. Kau tersenyum."

"Woah ... Ternyata ada tamu."

Suara Hyunjoo membuat atensi Tzuyu teralihkan. Sang sahabat sudah pulang dengan sekantung makanan. Tentu, Tzuyu segera beranjak untuk mengambilnya. Dia meminta Hyunjoo membelikannya iga bakar. Dia harap masih hangat.

Sejin menutup mulutnya tak percaya. Cahaya yang terpancar dari kepala Jungkook menuju langit benar-benar menakjubkan. Dia tak menyangka akan melihat pemilik bintang biduk secara langsung. "Daebak!"

Hyunjoo menyenggol lengan suaminya kemudian tersenyum canggung. "A-ah ... Suamiku memang selalu mengagumi pria tampan."

"Karena kalian sudah pulang, aku pamit. Sudah terlalu malam," ujar Jungkook sembari beranjak, membuat Tzuyu yang baru saja meletakkan iga bakarnya di piring, segera mencuci tangan.

"Akan kuantar."

"Tidak perlu."

"Kejahatan bukan hanya mengincar wanita. Pria juga terkadang jadi sasarannya. Ayo." Tzuyu menarik tangan pria itu. Namun, segera dilepas saat dia menyadarinya. Dia lupa jika bersentuhan saja bisa membuat pria itu pingsan. Punggungnya sudah sakit karena menggendong pria itu saat mabuk. Kali ini tidak lagi.

"Aku bisa meminta asistenku menjemput."

"Aniyo. Kadang 2 pria juga bisa kalah," ujar Tzuyu kemudian masuk ke mobil hitamnya. Dia yakin Jungkook akan kembali diincar. Jadi, dia putuskan untuk mengantarnya agar Jungkook sampai rumah dengan selamat.

"Jika ini misiku, aku akan memastikannya tetap aman. Aku membutuhkan energinya sampai bertemu dengan pria sialan yang membunuh semua keluargaku," gumam Tzuyu dalam hatinya.

"Ah ya, apa mereka kakak dan kakak iparmu?"

"Bukan, dia sahabatku. Keluargaku sudah tiada," ujar Tzuyu sembari tetap fokus pada jalanan. Dia harap bisa secepatnya membalaskan dendam itu kemudian meninggal dengan tenang. "Seseorang membunuh mereka dan menyisakan aku."

"Apa pelakunya tertangkap?"

Tzuyu menggeleng. "Entahlah dia pergi ke mana. Dia menghilang setelah melakukannya dan aku belum bisa menemukannya."

"Tunggu. Kenapa aku harus memberitahumu? Kau bukan orang penting," ketus Tzuyu.

"Kau tahu soal diriku, bagaimana bisa aku tidak tahu apa-apa soal dirimu?"

"Lebih baik tidak perlu. Kau akan takut jika tahu segalanya tentangku." Memang benar, Jungkook bahkan bisa saja lari jika melihat mata Tzuyu berubah merah muda. "Akan lebih baik jika kau hanya tahu namaku."

"Bukankah kau melamarku? Ini bisa jadi bahan pertimbanganku."

"Aku bisa saja membunuhmu. Jadi ... Kau bisa lari jika mau. Aku tidak akan melarang," ujarnya yang tentu membuat Jungkook merasa merinding. Bagaimana tidak? Gadis itu mengatakannya dengan wajah yang sangat datar.

Don't TouchTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang