Napas Tzuyu tersengal dengan keringat yang membasahi wajah. Lagi. Mimpi soal kejadian mengerikan seumur hidupnya, kembali muncul. Belakangan, dia memang sering mengalami mimpi yang sama, berulang dan akan terhenti di bagian yang sama.
Semakin lama berada di sana dengan dendam, semakin pudar pula ingatan Tzuyu soal masa lalu. Wajah pria yang dia yakini sebagai pembantai keluarganya pun semakin memburam hingga dia tak bisa lagi mengenalinya. Bagaimana dirinya akan membalaskan dendam jika wajahnya saja dia tak tahu?
"Apa aku benar-benar akan melupakannya?" gumam Tzuyu kemudian mengacak rambutnya. Dia tak mau ini terjadi. Dia harus membalaskan dendam itu. Setidaknya agar keluarganya bisa benar-benar beristirahat dengan tenang. Begitu pun dengan dirinya. Tujuannya ada di sana hanya itu, menemukan dan membalaskan dendam keluarganya.
Suara nada dering ponsel membuat gadis itu meraih benda pipih miliknya. Dia mengerutkan dahi kala salah satu karyawan pengelola kedai miliknya, menghubungi. Dia harap kali ini bukan masalah yang dia dengar.
"Ada apa? Apa ada masalah?"
"Ah ... Tidak, kami hanya ingin mengundangmu ke acara ulang tahun kedai ini. Kau ... Akan datang 'kan?" tanya wanita paruh baya itu.
Tzuyu tak langsung menjawab. Dia melihat jam tangan, melihat kalendernya juga untuk memastikan tak ada jadwal yang bertabrakan. "Baiklah, aku akan datang. Jam 7 malam 'kan?"
"Sekarang juga."
"Ah ... Baiklah, aku akan bersiap dan pergi ke sana." Tzuyu meletakkan ponselnya setelah sambungan telepon itu terputus. Dia meregangkan otot-ototnya kemudian berencana untuk mandi. Dia tentu akan datang, seperti biasanya. Sebelumnya, dia melakukan ini untuk mencari keberadaan pria yang akan jadi santapannya. Namun, karena sekarang dia punya Jungkook, jadi dia tak perlu lagi susah payah mencari makan.
Tzuyu menghentikan langkah saat berada di depan pintu kamar mandi. "Apa aku perlu mengajaknya?"
Pria itu tampak tak berdaya. Entah sudah berapa kali dia bersin. Tubuhnya benar-benar menunjukkan dia sedang tak baik-baik saja.
"Astaga, mengapa aku tiba-tiba seperti ini?" gumamnya diiringi bersin. Padahal semalam dia merasa masih baik-baik saja. Namun, pagi ini mendadak dirinya demam dan tubuhnya terasa sangat tak enak. Bahkan, tubuhnya lemas dan membuat pria itu belum beranjak sama sekali dari ranjangnya.
Suara nada dering membuat Jungkook meraih ponselnya yang tergeletak di atas nakas. Segera dia menerima telepon yang baru masuk kemudian meletakkannya di telinga.
"Ada apa?"
"Kau baik-baik saja?"
Jungkook bersin terlebih dahulu. "Tidak. Sangat tidak baik-baik saja. Waeyo? Kau ke kantorku?"
Tak ada jawaban lagi, pria itu mengerutkan dahi. Dia menatap ponselnya, berdecak saat sambungan telepon itu tak lagi terhubung.
"Dia memang sangat seenaknya, melamar seenaknya, datang seenaknya, bahkan mematikan telepon seenaknya."
***
Pria berbalut sweater putih itu kembali bersin, membuat gadis di hadapannya sedikit menjauh. Dia tak tahu efek dari menggendong bayinya Hyunjoo akan sedahsyat ini. Dia pikir tak masalah karena bayi tak mudah menghisap energi. Namun, dia melupakan fakta kalau Jungkook bukan manusia biasa. Dia bintang biduk. Jadi, kemungkinan energinya memang sangat terkuras.
Gadis dengan balutan dress putih yang dibalut blazer berwarna lilac itu, membawakan ramuan yang dia buat dengan beberapa bunga. Tak seperti biasanya, dia kali ini meminta izin pada Mago setelah tahu pria itu sakit. Dia merasa bersalah karena membuat Jungkook melakukan kontak dengan bayi itu dalam waktu yang cukup lama. Pantas saja bayinya tak menangis saat Jungkook menggendongnya.
"Aku yakin kau akan sembuh jika minum ini," ujar Tzuyu sembari memberikan sebuah tumblr berisi ramuan yang dia buat. Dia sengaja tak menggunakan wadah yang bening karena warnanya benar-benar tak meyakinkan.
"Kau ...." Kalimat itu belum selesai. Namun, pria itu malah bersin. "Ah, ini cukup menggangguku."
Tzuyu berniat menyentuh dahi Jungkook. Namun, dia takut itu malah memperburuk keadaannya. Jadi, dia mengurungkan niatnya. "Minum itu. Aku sangat yakin kau bisa cepat sembuh."
"Ini ... Apa?"
"Minum saja, itu bukan racun. Aku lebih suka menggunakan benda tajam untuk membunuh," jawab gadis dengan rambut terurai dan jepit di sebelah kanannya. Dia melihat seisi kamar Jungkook yang dominan warna abu-abu dan hitam. Tak ada foto keluarga, membuatnya percaya pria itu sendirian.
"Apa sepahit ini?" Jungkook mengernyit. Rasanya benar-benar tak bisa ditoleransi.
"Memangnya obat ada yang manis? Bahkan untuk sembuh dari apa pun, kau harus merasakan kepahitan dulu. Habiskan." Tzuyu beranjak dari duduknya. Dia harus menghadiri acara itu dan sekarang benar-benar sudah terlambat.
"Kau mau ke mana?"
Tzuyu memutar malas matanya kemudian berbalik. "Kau terbiasa sendiri 'kan? Aku ada urusan lain. Lagi pula ... Kau dan aku hanya teman. Teman tidak perlu mengurusmu. Itu tugas pasangan. Sampai jumpa."
***
Kedai itu cukup ramai, membuat Tzuyu ikut terjun ke dapur untuk memasak menu-menu yang ada di daftar. Dia harap setelah ini pelanggan kedainya akan semakin bertambah. Dengan begitu, uang yang dia miliki akan semakin banyak. Dia tak mau bangkrut. Sampai kapan pun, tidak akan mau.
Namun, ada hal yang terus mengganggunya. Bahkan, entah sudah berapa kali gadis itu mengumpat sembari membuat adonan mie. Tentu, ini membuat karyawan yang bekerja di sana, menjaga jarak dari Tzuyu.
"Ini tidak berhasil." Tzuyu melepas sarung tangan, celemek, masker, serta penutup kepalanya. Terus di sana mungkin malah akan membuat makanannya terasa kurang enak.
"Ahjumma, maaf, aku ada urusan mendadak."
"Ah ... Begitu? Terima kasih untuk bantuannya, tidak apa-apa, kami bisa menanganinya."
Tzuyu tersenyum, melangkah dengan cepat untuk mencari tempat tersembunyi agar bisa melakukan teleportasi. Dia memang meninggalkan pria itu, namun otaknya malah terus memikirkannya. Makanya, dia memutuskan untuk memastikan kondisi pria itu setelah meminum ramuannya.
Jungkook benar-benar menikmati waktu libur singkatnya. Dia membaca sebuah novel sambil sesekali tertawa saat ada bagian yang lucu.
Tubuhnya terasa membaik. Tzuyu benar, setelah meminum ramuannya, dia benar-benar merasa sudah sembuh.
Suara bel membuat pria yang baru saja akan menyesap teh, meletakkan kembali cangkirnya. Dia beranjak, memeriksa siapa yang datang untuk menemuinya. Namun, dahinya justru berkerut saat mendapati gadis yang tadi memberikan obat padanya, berdiri dengan wajah kesal di depan pintu.
"Kenapa kau memasang wajah kesal?"
"Aku kesal pada diriku yang mencemaskanmu. Aku jadi tidak fokus bekerja."
"Aku sudah baik-baik saja, sungguh. Terima kasih untuk obatnya."
"Baiklah, aku pulang." Tzuyu mengangkat tangan kanannya dengan wajah datar. "Annyeong."
"Tunggu." Pria itu meraih tangan Tzuyu, membuat sang empunya membulatkan mata dan buru-buru melepaskannya.
"Kenapa?"
"Aku akan mempertimbangkan lamaran itu, tapi ... Beri aku waktu."
"Sungguh?" Tzuyu terlihat sangat senang. Dia refleks memeluk pria itu sampai lupa jika saat ini, Jungkook masih belum pulih sepenuhnya. Hingga akhirnya, pria itu pingsan dalam pelukannya.
"Ah, ini sungguh kebiasaan buruk," gumam Tzuyu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Don't Touch
Fanfiction"Kau yakin bisa mencintaiku? Aku bisa membunuhmu kapan pun aku mau." Kisah seorang gumiho penuh dendam, Chou Tzuyu yang hidup demi menunggu orang yang telah membantai habis keluarganya. Hingga akhirnya dia dipertemukan dengan Jeon Jungkook, pria pem...