Kediaman Edzard
"Kak Arion? Tumben banget Kakak pulang. Bun, Kakak pulang nih."
Dari dalam sebuah rumah yang besar dan mewah, Arion mendapat sambutan hangat dari sang adik yang sedang menonton drama kesayangannya di ruang keluarga. Naura bangun dari duduknya dan langsung memanggil Amira—ibunya.
"Kakak kenapa sih jarang banget pulang? Aku sama Bunda kangen tau. Kita juga gak pernah diizinin buat ke apartemen Kakak. Kenapa sih? Kan aku mau main ke sana."
Naura berlari ke arah Arion dan memeluk tubuh sang kakak sambil mengerucutkan bibir kecilnya. Dia kesal kalau mengingat Arion yang selalu melarang dia dan Amira untuk datang ke apartemen. Gadis itu merasa statusnya sebagai adik tidaklah dianggap.
"Kakak hanya butuh ketenangan. Kalau kamu main ke apartemen Kakak, kamu pasti akan mengacak-acak apartemen Kakak."
"Tapi sekali-sekali bolehlah, Kak," rengek Naura terlihat manja dengan kakak semata wayangnya ini. Arion memang tidak pernah kasar dan selalu lembut dengan adiknya yang sedikit nakal ini. Benar, sedikit. Sampai bisa menggemparkan satu sekolah kalau sudah berulah.
"Tetap tidak boleh. Kakak tetap tidak akan mengizinkan kamu untuk datang ke apartemen Kakak. Baik-baik saja di rumah, jangan membuat masalah!"
Arion melepaskan pelukan Naura dengan lembut. Pria itu sekarang berjalan menaiki anak tangga menuju kamarnya. Di atas sana sudah ada Amira yang hendak turun. Mereka berdua berpapasan di tengah.
"Kamu pulang, Sayang? Sini, Bunda peluk!"
Amira merentangkan kedua tangannya menyambut hangat kedatangan anak sulungnya. Arion tidak keberatan. Dia merentangkan kedua tangannya juga dan memeluk sang bunda.
"Aku buru-buru, Bun. Aku ke sini hanya untuk mengambil barang-barangku."
"Lagi?"
Ada sedikit rasa tidak suka saat Amira mendengar perkataan putranya. Setiap Arion datang ke sana, pria itu hanya akan mengambil barang-barangnya dan kembali pergi. Jadi, Amira kadang merasa kalau Arion seperti ingin menghindarinya. Hanya datang di saat ada keperluan dan setelahnya tidak pernah berkunjung lagi.
"Iya. Ada beberapa barang yang mau aku bawa," balas Arion melepaskan pelukannya.
"Kamu ini masih belum menikah, Arion. Kamu tidak perlu tinggal di luar. Rumah ini rumah kamu. Kalaupun kamu sudah menikah, kamu masih bisa tetap tinggal di sini bersama istrimu. Kenapa malah memaksa untuk tinggal di luar?"
Amira merasa semakin kesepian saat Arion memutuskan untuk tinggal di apartemen. Selain Naura, IRT, dan sopirnya, tidak ada lagi yang tinggal di rumah besar itu. Suaminya yang sudah meninggal sepuluh tahun yang lalu membuat keadaan rumah yang dihuninya semakin sepi.
"Agar mudah pergi ke perusahaan aja, Bun. Sudah, aku mau ke kamar dulu."
Arion melanjutkan langkahnya dan memasuki kamar kedua dari kiri tangga. Pria itu pergi ke ruang kerjanya untuk mengambil beberapa barang yang dia tinggalkan di sana. Berhubung Arion sudah akan menikah dan kemungkinan semakin jarang datang ke sana, dia memutuskan untuk mengambil semua barangnya. Tentu saja, Arion meninggalkan beberapa barang agar Naura dan Amira tidak curiga.
"Aku ke apartemen sekarang, Bun. Uang untuk kalian bulan ini sudah aku transfer ke masing-masing rekening kalian. Aku tidak melarang kalian untuk berbelanja, tapi setidaknya jangan terlalu boros."
Arion berpamitan begitu saja pada Naura dan Amira. Keduanya juga tidak mengatakan sepatah kata pun untuk mencegah Arion pergi. Bahkan saat bayangan Arion sudah tidak terlihat di kawasan rumah besar itu, Naura dan Amira malah langsung loncat-loncat kegirangan. Mereka sangat senang mendengar perkataan Arion tadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
YOUNG MARRIAGE (Viara Aquella)
Teen FictionJangan lupa follow IG author ya @hayatulhusnii_05 . Menikah muda di usia 18 tahun? Ah, entah ini nasib buruk atau nasib baik untuk Viara. Namun, satu hal yang bisa dipastikan. Kalau Viara tidak menerima tawaran ini, maka kehidupannya akan semakin bu...