22

7K 255 0
                                    

HAPPY READING ALL

Pagi yang cerah, di kediaman Fajrul yang cukup tenang dan lengang. Namun berbeda di kamar pasangan suami istri itu. Pagi-pagi sekali Sahira mengeluh mual dan sakit perut.

Dengan sisa-sisa kesadaran yang masih tertinggal di alam mimpi, Fajrul terbangun. "Sayang, sakit?" Teriak Fajrul dari luar kamar mandi karena Sahira mengunci pintunya.

Ceklek!

"Hey! Sayang. Kamu kenapa? Apa yang dirasain?" Fajrul menahan tubuh Sahira yang hampir limbung. Dokter muda itu langsung membopong tubuh istrinya dan diletakkan di ranjang mereka.

"Mas, periksa dulu. Ya!" Fajrul mulai menyingkap gaun tidur Sahira dan memeriksa dibeberapa bagian. Ia tersenyum samar, dugaannya benar. Namun usianya masih sangat kecil.

"Minggu depan kamu periksa pakai testpack ya, Sayang. Sepertinya Fajrul junior udah ada nih, tapi usianya masih kecil." Meskipun dalam kondisi lemas, Sahira masih bisa tersenyum.

"Serius, Mas?" Fajrul mengangguk antusias.

"Mulai sekarang kamu jaga diri baik-baik ya, takutnya itu pengaruh sama dia. Nanti mas tebuskan obat pencegah mualnya."

"Mau makan apa, Sayang?" Tanya Fajrul lagi.

"Pengen yang lembut-lembut, Mas. Sesuatu yang lembut, lidahku pahit rasanya." Pinta Sahira.

"Mas buatin dulu ya, sebaiknya jangan berangkat kerja dulu, ya!"

"Enggak bisa, Mas. Aku ada rapat sama klien, nanti siang. Paling mau berangkat agak siangan." Tolak Sahira. Karena dirinya ingat bahwa ia ada meeting dengan karyawannya.

"Ya sudah, tapi nanti setelah makan akan Mas pastikan dulu kesehatan kamu, ya!"

Laki-laki yang berprofesi sebagai dokter itu dengan cekatan mengolah bahan-bahan di dapur menjadi bubur sesuai dengan permintaan sang istri.

"Loh! Aden kok di dapur?" Tanya bi Atun yang kebetulan akan masak untuk sarapan.

"Iya, Bi. Sahira lagi nggak enak badan, mual muntah. Ini minta dibuatkan bubur." Bi Atun tersenyum.

"Non lagi isi ya Den?"

"Doain saja, Bi. Udah kelihatan tanda-tandanya." Jawab Fajrul sambil tersenyum juga.

"Alhamdulillah, den. Semoga dilancarkan ya. Bibi ikut seneng dengernya."

Tak lama kemudian, bubur spesial buatan Fajrul pun matang. Segera ia masukkan kedalam mangkok dan langsung membawanya ke kamar.

Dilihatnya Sahira sedang meringkuk dengan selimut tebalnya. "Sayang, makan dulu yuk, buburnya udah mateng." Sahira pun bangun dengan memegangi kepalanya.

"Masih pusing?" Tanya Fajrul sambil mengelus kepala Sahira kemudian menciumnya.

"Pusing pas buat bangun, Mas."

"Tekanan darah rendah, Sayang. Makanya kalau bangun jangan langsung bangun, pelan-pelan." Jawab Fajrul sambil mengambil mangkok yang tadinya diletakkan di atas nakas.

"Makan yuk, buka mulutnya." Sahira pun menurut.

"Enak, Mas. Asinnya pas, lembut banget enak ditelan." Komentar Sahira.

"Syukur kalau cocok di lidah kamu, Sayang." Tak terasa diselingi obrolan, bubur dalam mangkok pun tandas.

"Minum dulu, Sayang. Abis itu minum obat ini, ya! Biar mualnya nggak berasa."

Sahira mengangguk patuh, lihatlah ia seperti bayi yang dirawat ibunya.

"Maaf, Sayang. Setengah jam lagi Mas harus ke rumah sakit. Ada jadwal praktek, kamu nggak papa kan Mas tinggal di rumah sama Bibi?"

Cinta Pak Dokter Untuk Bu Pengacara (Sebagian Dihapus) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang