Prolog

34 14 4
                                    

Semua karakter, organisasi, insiden, kelompok, lokasi dan latar belakang yang digambarkan dalam cerita ini murni adalah fiksi.

Cerita ini tidak bermaksud untuk menyinggung pihak mana pun. Harap dengan bijak membaca dan memilah isi di dalamnya. Terima kasih!

"Sialan!" umpatnya.

Dengan mengisap rokok di bibir ranumnya itu. Pada kedua tangannya terdapat sebuah senapan dan sebilah pisau. Dia telah merenggut banyak nyawa, sampai tangan itu sudah ia anggap kotor sejak lama. Tapi itu bukan sebuah kesalahan, karena mereka harus bertahan hidup. Lagi pula yang mereka hadapi tidak dapat disebut sebagai manusia.

"Oi, kalau peristiwa ini ada dalam cerita. Aku akan memilih kau sebagai tokoh utamanya," kata Kenno pada wanita di sampingnya.

Lana menyeringai sempurna, dia melirik sang rekan lewat ekor mata dan membalas, "Aku lebih memilih menjadi penjahat dalam cerita itu."

Malam ini sama seperti malam-malam sebelumnya, perang dimulai sejak satu tahun yang lalu, terus-menerus membunuh atau dibunuh, mengakibatkan kekacauan di seluruh penjuru dunia. Kemungkinan untuk meraih kebahagiaan baginya sudah nol persen, bahkan ke presentasi yang minus. Para manusia tidak lagi memikirkan harta benda, yang terpenting hanya bertahan hidup bersama orang-orang yang berharga dan terutama ialah pembekalan. Untuk mewujudkan satu-satunya keinginan tersebut, sebuah organisasi yang diisi para penyintas pun muncul.

Organisasi tersebut bernama Overlende, terdiri dari lima jenis fraksi utama yang di dalamnya dibagi kembali sampai ratusan kelompok. Setiap fraksinya dipimpin oleh seorang komandan dan pangkat tertinggi organisasi tersebut ialah Jenderal serta wakilnya.

Menjadi seorang penyintas bukan hal yang mudah, jika dunia tidak sekacau sekarang, maka para penyintas akan mendapatkan ketidakadilan. Sebagaimana mahluk sosial, tak seluruhnya manusia bersikap demikian, mereka mementingkan diri sendiri di atas mahluk lainnya—bersikap egois. Namun, kini semua bernasib sama. Pilihannya ingin mati sendiri atau bersama dan dikorbankan atau berkorban sudah lazim sekarang.

Salah satu kelompok dari fraksi pertama—Devil Wears, diisi oleh lima orang yang kini sedang memasang kuda-kuda berjaga, menggenggam erat pedang dan bernapas setenang mungkin menghadapi para monster yang menyebut diri mereka sebagai God.

Suatu hal yang memicu perang dunia adalah gagalnya eksperimen di salah satu laboraturium negeri asing, menyebabkan para manusia mengalami kontaminan dan berubah menjadi mutan. Akan tetapi, aspek yang lebih sulit untuk dipahami ialah para monster itu memiliki akal untuk memusnahkan umat manusia. Lucu bukan? Membayangkan saja awalnya sudah membuat para penyintas tertawa garing.

"Bagaimana sekarang?" tanya Chrollo. Pria itu yang satu-satunya masih berdiri tegap dan menyimpan senjatanya.

"Aku yang akan mengejar God," ujar Amura enteng.

"Kau gila! Aku tidak akan membiarkanmu melakukannya!" tegas Chrollo pada sang adik.

"Tidak ada cara lain. Sisanya kuserahkan pada kalian!" teriak Amura sembari berlari menjauh.

Chrollo ingin mengejar, tapi Sasha sebagai ketua tim mencegahnya. Situasi mereka tidak pernah seterdesak ini sebelumnya. Bertemu God dan bertarung secara mati-matian. Chrollo meminta Sasha berdiri di belakangnya, kemudian mengeluarkan senapan. Baginya jika pemimpin mati, maka mereka telah kalah.

"Apa dia ingin jadi pahlawan?" tanya Kenno setengah heran.

"Tidak ada waktu atau kita akan mati!" — Aku tidak boleh mati di sini! batin Lana.

Mereka pun membiarkan Amura mengejar God sendirian.

Perlu diketahui bahwa God memiliki tiga tingkatan, dari yang terkuat ke tingkat terlemah yakni God, Demi-god dan Minor-god. God pun tidak hanya terdiri satu bagian saja, namun ratusan bahkan ribuan. Akan tetapi God lebih sulit ditemukan kecuali ketika di dekat sarangnya yang berada di daerah Kota Lama. God berpikir bahwa diri mereka adalah Tuhan, sebab itu manusia memberi mahluk—bukan, maksudnya monster itu nama. Meski memiliki akal, mereka hanya bernafsu membunuh, tidak dapat diajak bernegosiasi apalagi beraliansi. Monster seperti mereka tak sama dengan zombie yang menularkan virus dan menambah kawanannya, God ini sulit diartikan secara rasional.

Kenno dengan lihai mengayunkan pedangnya, menusuk lalu mengoyak seisi perut monster tersebut. Dia tidak mencemaskan apa pun, sebab Sasha—pemimpin kelompok sekaligus kekasih pria itu akan melindungi punggungnya.

Pedang yang diciptakan oleh organisasi Overlende berbeda dari pedang pada umumnya. Senjata itu berbentuk hologram yang terhubung dengan cip yang tertanam di belakang leher sang pemilik, cip tersebut juga menjadi alasan bahwa prajurit tidak dapat melarikan diri selama misi ke manapun karena markas pusat akan mengetahui di mana keberadaan mereka. Pedang tersebut tidak bisa patah kecuali pemiliknya mati. Mereka juga tidak perlu repot-repot membawa sarung pedang karena hanya perlu menyimpan gagang pedang di saku, kemudian mengeluarkan mata pedangnya yang berbentuk hologram.

Melawan Minor-god tidak sesulit itu, tapi kini entah mengapa mereka kewalahan dengan jumlahnya. Pikiran mereka semua berpach pada God yang menampakkan diri di hadapan mereka untuk pertama kalinya beberapa waktu yang lalu. Belum pernah menghadapi God dan berniat membunuh monster itu adalah satu satu bentuk bunuh diri.

Chrollo menjatuhkan sepuntung rokok yang masih tersisa banyak, sebagian besar tembakan pria itu melesat tak tepat pada jantung Minor-god.

"Sadarkan dirimu, Chrollo!" teriak Lana.

Napas pria itu tak beraturan, bernasib sama dengan Lana yang bersandar di pohon besar karena terpojok. Lana mengikat pedangnya dengan telapak tangan kanan karena sudah mati rasa.

Sudah ku bilang, aku tidak boleh mati di sini! batinnya berteriak.

"Ayo, Lana. Aku yang akan menjaga punggungmu, majulah tanpa mencemaskan apa pun!" ajak Chrollo.

Apa yang dia lakukan?! batin Lana.

Chrollo bangkit, menggenggam erat senapan dan mengisi kembali amunisinya. Chrollo menghirup napas dalam-dalam, kemudian menembak dengan instingnya. Mereka punya banyak keinginan yang belum tercapai, masa muda yang direnggut dan harapan tanpa kepastian.

Lana menjernihkan pikirannya untuk sesaat, sebelum berlari kencang menuju Demi-god yang berada di ujung sana, sementara Chrollo mengatasi monster lemah lainnya. Kenno menarik Sasha untuk menghindari tembakan Chrollo, kemudian tersenyum takjub akan bakat pria itu.

Sambil mengikat luka di lengannya, Sasha berujar, "Selesai di sini, kita harus segera menyusul Amura."

Mereka berlari menuju arah selatan, matahari sudah mulai terbit dan tenaga mereka juga sudah terkuras habis. Akan sulit menghadapi God meski jumlah mereka lebih banyak sekali pun. Namun, kala mereka sampai di tempat tujuan, kaki mereka mendadak lemas dengan jantung berdegup kencang.

Mereka ... menemukan Amura sudah tak bernyawa dengan bersimbah darah.

Lana menjatuhkan pedang yang ikatannya mengendur, mendekat pada sosok yang sudah menganggapnya sebagai seorang kakak perempuan itu, dia meraih tubuh Amura yang dingin dan menempatkan kepala pria itu di pangkuannya. Lana menangis histeris, menyalahkan Tuhan pun tak akan mengubah takdir, dia meneteskan air matanya sambil berteriak kencang.

Sementara Chrollo hanya diam terpaku di hadapan adiknya yang sudah tak bernyawa itu. Aku gagal melindungi saudaraku ... lagi, batin Chrollo dengan tatapan kosong.

To be continue

1041 word.

Indonesian War: Black SwordTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang