Bab 12: Fighter

4 2 0
                                    

Lana mendongak memandang langit biru yang sudah lama tidak dia nikmati. Hari demi hari, dia habiskan untuk bersembunyi di dalam gedung teater demi bertahan hidup. Lana ingat betul, ini kali kedua dirinya menikmati musim semi yang kembali. Dia menoleh pada Chrollo yang tersenyum tipis, pria itu menengadahkan tangannya untuk menangkap beberapa kelopak bunga yang gugur diterpa angin.

Lana melakukan hal sama seperti yang Chrollo lakukan. Dia belum pernah merasa setenang ini sebelumnya. Apa karena dirinya sudah menemukan tujuan terbesarnya? Jadi, tidak apa-apa jika harus mati hari ini. Namun, semua itu hanya perasaan sesaat saja. Mau bagaimanapun keadaannya, meski seluruh dunia membencinya sekali pun, hidupnya akan terus berlangsung dan mau tidak mau, kuat tidak kuat dia harus berjalan ke depan.

Lana sering berpikir tentang satu hal, misalkan dirinya memiliki kemampuan untuk kembali ke masa lalu atau pergi melihat masa depannya. Lana tidak memiliki jawaban sama sekali. Masa lalunya juga buruk, tapi ada bagian yang cukup membuatnya merasa puas menjalani hidup. Sedangkan, untuk dapat menghadapi bagaimana kehidupannya di masa depan, Lana akan mengakui bahwa dirinya tidak sanggup melakukannya meski penasaran.

Bahkan, peramal yang berkata bahwa kehidupan kita ini akan berjalan dengan mulus pun terkadang hanya membuat kita tenang dan cemas dalam waktu yang sama.

"Bunga Sakura itu memiliki makna yang sangat realistis, antara kehidupan dan kematian, keindahan dan kekerasan." Chrollo sangat paham mengenai hal yang tidak dia sukai, mengingat bagaimana kakak perempuannya dulu sering membawanya pergi ke taman bunga saat masih kecil. "Umumnya hanya mekar selama dua minggu setahunnya."

"Lana!"

Mereka berdua berbalik badan dan menoleh pada segerombolan orang yang berdiri tak jauh di belakang. Lana tersenyum bangga pada anggotanya yang berhasil menemukan dirinya yang sudah lama menunggu sampai merasa bosan setiap harinya. Sora yang pertama berlari menghampiri Lana dan berhambur ke pelukan wanita itu diikuti yang lainnya. Sora memang begitu, meski terdengar galak, lemot dan emosional dia sangat bersahabat dengan teman-temannya. Baginya jika satu sahabat maka seterusnya akan tetap satu.

"Aku merindukanmu!" ungkap Sora, dia memeluk Lana erat sampai si empu merasa sesak.

Lana membalas apa yang diberikan Sora kepadanya. "Kalian hebat," kata Lana.

"Tentu saja, aku yang memimpin timnya!" teriak Alexa, membenarkan rambut panjangnya yang tak diikat. 

"Tidak biasanya kau senarsis ini," cerca Lana.

"Kita akan memulai perjalanan besok pagi," tutur Chrollo sebelum meninggalkan Lana dan anggotanya.

"Dia itu tidak pernah tersenyum apa?!" kesal Maera.

Alexa menjawab, "Dia selalu tersenyum saat bersama Lana, atau anggotanya yang dulu."

"Yang dapat menandingi wajah lempengnya hanya Wakil Jenderal," ujar Raney.

***

"Lana," panggil Ryo lembut, sesuai tebakan pria itu berhasil menemukan Lana di atap gedung teater.

Ryo menyerahkan Black Sword pada Lana. Dia meletakkan pedang itu di samping Lana yang membuang pandangannya jauh ke depan. Malam pertama mereka mengobrol sangat canggung bagi Ryo.

"Mari bertarung dan tunjukkan siapa yang pantas memiliki Black Sword." Lana mengeluarkan pedangnya dan meletakkannya tepat pada leher Ryo. Dia memberikan isyarat bahwa Ryo harus mengambil Black Sword untuk menerima tantangannya.

Ryo menatap sayu Lana, benar kata Alexa kalau dinding Lana terlalu tinggi untuk didaki olehnya.

Mereka berdua bersiap melakukan atraksi di atap gedung tanpa diketahui oleh siapa pun. Ryo memasang kuda-kuda yang cukup membuat Lana terkesan.

Indonesian War: Black SwordTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang