Chapter 10: Him

2 3 0
                                    

Dipikirkan sejuta kali pun tetap terasa mustahil bagi manusia untuk mengendalikan monster. Meski monster itu adalah mahluk terlemah dari kumpulan mutan sekaligus. Minor-god, tingkat terendah. Namun, bagaimanapun caranya mereka harus mendapatkan jawaban dari pertanyaan mereka. Dengan sekali serang, cukup tiga orang yang maju mampu membunuh Minor-god barusan.

Maera menggunakan senapan melubangi jantung dan kepala Minor-god serta mengandalkan keahlian beladirinya, kemudian ada Sora dan Alexa yang membelah mutan tersebut menjadi beberapa bagian. Aksi ketiga wanita itu membuat pria di hadapan mereka bersorak gembira sambil bertepuk tangan heboh. Seperti presepsi mereka saat memandang sang pria berpakaian lusuh itu, benar-benar tak terlihat seperti bagian dari organisasi Overlende, yang artinya pria itu adalah manusia biasa atau bisa jadi warga lokal?

Tunggu, tidak mungkin warga lokal negeri ini. Dengan wajah seperti itu, sudah jelas kalau pria itu adalah orang Indonesia. Namun, bagaimana dia bisa berada di sini? Apa sebelumnya memang sudah bekerja di sini setelah meninggalkan tanah air dan berakhir terjebak saat perang pecah? Tentu saja, jawabannya ada pada pria itu.

Alexa mengarahkan pedangnya pada leher pria itu, membuat tepuk tangannya harus berhenti karena dia kini sedang mengangkat kedua tangannya tanda menyerah. Pria itu memberi isyarat pada Alexa agar menjauhkan pedang wanita itu melewati isyarat mata, dengan begitu mereka boleh bertanya apa pun padanya.

"Sekarang jelaskan siapa dirimu!" titah Alexa mutlak.

"Hmm, siapa ya?" tanya pria itu.

Dia tengah memancing emosi gerombolan manusia di hadapannya. Merasa tak mampu melawan mereka, dia melakukan putaran seratus delapan puluh derajat sebelum menendang perut Alexa sampai terjungkal ke belakang.

"Maaf, Nona Manis. Semoga kita tidak bertemu lagi!" teriak pria itu sambil melarikan diri.

"Bajingan!" umpat Maera, dia mengejar pria itu bersama dengan Raney, Kazama dan Ryo.

"Tendangannya ... tepat mengenai dadaku," lirih Alexa menahan rasa sakit di dadanya.

"Tendangan berputarnya sempurna tepat pada sasaran, jangan-jangan dia memang bisa melakukan beladiri?" tebak Sora.

"Bisa jadi. Kita tunggu saja, semoga mereka bisa menangkapnya." Iori membantu memapah Alexa untuk duduk di eskalator, lalu memberinya sebotol air.

Kembali pada pria asing yang menyebalkan tadi. Kelima manusia itu sedang bermain kejar-kejaran bak empat kucing yang berusaha menangkap satu tikus. Siapa yang dapat, dialah yang akan menyantap tikus tersebut. Persaingan sengit terjadi di antara mereka. Maera berada di urutan paling depan bersama Kazama dan Ryo, sedangkan Raney memilih untuk memotong jalan agar dapat menangkap tikus incarannya di depan sana lebih dulu.

"Aku benar-benar tidak bermaksud, maafkan aku Nona Rambut Keriting!" teriak pria itu lantang.

Maera yang merasa dihina dengan julukan tersebut pun menggertakkan giginya marah. "Siapa yang kau sebut Rambut Keriting, bajingan gila!" teriak Maera.

"Berhenti, akuilah kesalahanmu!"

"Lagipula kau memang berniat buruk pada kami!"

Ryo dan Kazama ikut meneriaki pria asing itu agar menghentikan aksi kejar-kejaran ini. Dada mereka mulai sesak karena kadar oksigen yang masuk tidak stabil. Kazama menghentikan larinya karena tersandung oleh batu reruntuhan yang otomatis membuat Ryo harus menolongnya.

Keduanya melihat ke depan, Maera dan tikusnya masih bertahan seolah sedang mengikuti kompetisi lari maraton. Kazama sampai mengerutkan keningnya heran, apa wanita itu dulunya adalah atlet lari? Kenapa cepat sekali dan pandai mengatur napas?

Indonesian War: Black SwordTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang