Empat orang yang berdiri di hadapan Lana, tiga di antaranya memberikan hormat terkecuali Chrollo. Mengerti maksud kedua insan yang hanya terdiam ketika mereka saling berhadapan, anggota Chrollo setelahnya memilih pergi lebih dulu dan memberikan mereka ruang waktu untuk mengobrol empat mata. Mereka berdua berjalan beriringan di belakang, Chrollo memberikan sebotol air pada Lana yang tampak kehausan dan lelah. Tanpa pikir panjang Lana menerimanya, dia menghentikan langkah untuk sekadar meneguk air pemberian Chrollo lalu menyamakan kembali langkah mereka.
Lana menyimpan botol tersebut di dalam tas alih-alih sebagai cadangan ketika menemukan sumber air di depan sana. Dia memandang Chrollo yang masih belum berubah sama sekali, matanya terfokus pada seluruh leher yang ditutup oleh sweater hitam di dalam seragamnya. Sama seperti tangannya yang dahulu mengalami luka bakar dan meninggalkan bekas, mereka memilikinya sebagai bagian dari masa lalu yang terhubung oleh kematian Amura.
"Kau memakainya," ujar Chrollo, menunjuk sarung tangan yang dia berikan dahulu dengan dagu.
"Tentu saja. Kita semua memiliki bekas luka yang menjadi alasan untuk membalaskan dendam kematian Amura dan ... kita menyembunyikan luka itu sejak lama," tutur Lana.
Waktu itu ... setelah ke empat anggota menyaksikan kematian Amura ketika melawan God. Mereka bertarung mati-matian dengan penuh amarah, air mata, darah dan tenaga mereka kerahkan seluruhnya. Bahkan mereka dengan berani melempar bom klaster yang di mana hal itu dapat disebut sebagai tindakan bunuh diri. Pertarungan mereka pun sampai pada tengah malam dan entah disebut keberuntungan atau kesialan, namun God yang merasa terdesak akhirnya melarikan diri.
Ketika ketiga anggota lain sudah tidak sadarkan diri, Chrollo ingat betul hanya dia yang merasa tersiksa oleh luka bakar di lehernya, tapi pria itu tetap berusaha bergerak ke depan untuk meraih mayat Amura meski sekarat sekali pun. Dengan susah payah dia berhasil meraih tangan Amura yang kian mendingin, dia meminta maaf berkali-kali kepada sosok yang sudah tak bernyawa itu, bahkan kepada saudaranya yang lain karena gagal melindungi si bungsu.
"Miso sedang meneliti obat yang bisa menghilangkan bekas luka ini," ungkap Lana.
Chrollo membenarkan posisi senapannya, kemudian menenggelamkan kedua tangan di dalam saku celana. "Miso? Wakil Komandan Hawk Hell?" tanyanya.
Lana mengangguk. "Luka yang paling parah berada di Sasha, dia kehilangan mata kirinya waktu itu."
"Namun bekas luka di wajahnya tidak membuat Kenno berpaling, kan? Itu yang lebih bagus," kata Chrollo.
"Tidak biasanya kau membahas tentang kisah romansa," sindir Lana.
Chrollo tertawa kecil. "Dia tidak lebih setia ketimbang kau yang mencari tujuan terbesarmu," guraunya.
"Aku sudah menemukannya dan memberikan Black Sword padanya." Lana terdiam sesaat. "Kita ... sedang bernasib buruk sekarang," ungkap Lana.
Chrollo mengalihkan perhatiannya pada apa yang dilihat Lana. Di depan sana, puluhan Demi-god dan Minor-god melompati gedung-gedung seolah sedang menantang mereka.
Senyuman Chrollo mendadak sirna, dia bersiap dengan menggunakan senapan dan pedang biasa. "Aku akan menjadi pendukungmu,"
"Seperti biasa ... kau jarang menggunakan pedang hologrammu."
***
"Tunggu-tunggu! Aku menyerah, tolong beri waktu sebentar untuk bernapas!" ujar Kazama melambaikan tangannya pasrah.
Alexa mengangkat sebelah alisnya ragu, belum ada tiga jam mereka latihan. Seorang pria seperti Kazama dengan proporsi tubuh yang sebagus ini pasti mampu menumbangkannya. Padahal Alexa sudah menahan diri, tapi bagaimana mungkin Kazama mengalah secepat ini? Itu dapat disebut sebagai pengecut, 'kan?
KAMU SEDANG MEMBACA
Indonesian War: Black Sword
FantasyKeinginan untuk hidup dapat membuat manusia lebih kuat ketimbang mereka yang memiliki potensi dalam bertarung. Akan tetapi, kedua hal itu dimiliki oleh Lana-sang pemimpin wanita di salah satu kelompok dari Fraksi Devil Squad. Tepat setelah perang t...